Halo sahabat UKM. Di artikel kita kali ini, kita akan membahas skema pendanaan eksternal yang tidak berbasis pinjaman namun berbasis kepemilikan saham (equity-based) dengan fokus utama crowdfunding (urun dana). Pendanaan eksternal berbasis saham (equity-based) merupakan opsi yang menarik bagi pemilik usaha, karena terdapat prinsip ‘bagi hasil dan bagi risiko’ di antara pemberi modal dan penerima modal. Hal ini tidak membebani usaha saat terjadi kondisi yang tidak bisa diprediksi seperti pandemi Covid-19. Bentuk pendanaan berbasis saham juga sangat bervariasi. Namun ukmindonesia berfokus membahas pendanaan berbasis saham dalam bentuk urun dana (crowdfunding) dan angel investing (yang akan dibahas di artikel berikutnya).
Pada tulisan ini, pembahasan akan difokuskan pada urun dana (crowdfunding). Nah yang spesial kali ini, Ukmindonesia mewawancarai Santara, selaku pelaksana Pendanaan Urun Dana bagi Usaha yang mendapatkan izin pertama dari OJK untuk dapat membahasnya. Yuk kita simak.
Berbagai Alternatif Skema Pendanaan Bisnis
Dalam mengembangkan usaha, UMKM memiliki opsi untuk menggunakan dana dari luar perusahaan maupun dana dari dalam perusahaan. Dana dari dalam perusahaan berasal dari akumulasi keuntungan (profit) yang kemudian digunakan untuk perluasan usaha. Dana dari luar perusahaan dapat berasal dari tambahan modal dari pemilik atau tambahan modal dari non-pemilik, yang dapat berupa pinjaman (kredit) maupun hasil dari penjualan kepemilikan atas perusahaan (saham).
Baca Juga : Angel Investor: Kapan Saat yang Tepat dan Bagaimana Mencarinya?
Dalam hal kecepatan, pendanaan eksternal mengungguli pendanaan internal. Dalam melaksanakan pengembangan, biaya yang dibutuhkan pada umumnya merupakan biaya yang bersifat segera dan dalam jumlah besar, seperti pembelian mesin baru, pembukaan pasar di wilayah baru, penggunaan promo harga, dan lain sebagainya. Keuntungan rutin (mingguan/bulanan) tentu membutuhkan waktu untuk diakumulasi agar mencapai kebutuhan modal untuk pengembangan usaha. Kondisi ini tentu tidak ideal, terutama pada era kompetitif dimana kesempatan harus dioptimalkan secepat mungkin.
Secara umum, terdapat 2 kelompok pendanaan eksternal, yaitu yang berbasis pinjaman (kredit) dan berbasis saham (investasi). Pendanaan berbasis kredit sudah populer di kalangan perusahaan di Indonesia. Dalam pendanaan ini, peminjam mendapatkan kebutuhan dana yang secara rutin akan dikembalikan beserta dengan tingkat suku bunga kepada pemberi pinjaman. Penyedia pendanaan berbasis kredit umumnya adalah perbankan dan koperasi.
Baca Juga : Plus Minus Pendanaan Angel Investor
Namun, era digital turut menghadirkan penyedia pinjaman lain, yaitu dari masyarakat luas melalui skema Peer-to-Peer Lending (P2P). Berbeda dengan pendanaan berbasis kredit, pendanaan berbasis investasi tidak mewajibkan usaha yang mendapatkan modal untuk secara rutin mengembalikan nilai permodalan yang diterima namun mewajibkan penerima modal (usaha) untuk membagi bagian keuntungan berdasarkan kesepakatan kepada pemberi modal.
Bagian keuntungan ini ditentukan berdasarkan jumlah saham yang dibeli oleh pemberi modal dari usaha yang mengajukan permodalan. Sebagai contoh, sebuah usaha dengan nilai perusahaan sebesar 200 juta sedang membutuhkan tambahan permodalan 10 juta. Perusahaan ini kemudian menjual 5% sahamnya kepada investor A dengan nilai 10 juta. Pada tahun 1, usaha tersebut mendapatkan keuntungan sebesar 20 juta, maka investor A sebagai pemilik saham sebesar 5% berhak mendapatkan 5% dari 20 juta, atau senilai 1 juta.
Pada tahun 2, usaha tersebut mendapatkan keuntungan sebesar 50 juta, maka pada tahun kedua investor A mendapatkan bagian keuntungan sebesar 2,5 juta. Pada tahun 3, usaha mengalami kerugian sebesar 5 juta akibat pandemi, maka pada tahun ketiga investor A tidak mendapatkan pembagian keuntungan karena tidak ada keuntungan yang dapat dibagikan. Situasi ini terus berlanjut sampai investor A menjual sahamnya kembali kepada perusahaan (buyback) atau sampai perusahaan tutup.
Baca Juga : Membedah Pola Pikir Investor Ekuitas dalam Memilih Investee
Menarik bukan pendanaan investasi ini. Selanjutnya kita akan membahas lebih mendalam mengenai equity crowdfunding yang akan dibahas bersama Santara dalam beberapa pertanyaan penting.
Apakah yang dimaksud dengan equity crowdfunding?
Crowdfunding sebetulnya sudah dikenal oleh masyarakat Indonesia dengan nama ‘Urun Dana’ dimana beberapa pihak mengumpulkan uang untuk membiayai kegiatan tertentu. Namun, selama ini urun dana yang lumrah di masyarakat biasanya yang bertemakan sosial seperti pembangunan tempat ibadah atau untuk membantu korban bencana. Equity Crowdfunding adalah urun dana yang bertujuan menghimpun dana untuk ‘membeli’ bisnis, dimana beberapa pihak mengumpulkan dana untuk kemudian membeli proporsi dari perusahaan dalam bentuk saham. Hal ini membantu pihak pendana yang memiliki dana idle (tidak dipakai) namun tidak memiliki waktu untuk mengelola bisnis, dan juga membantu pebisnis yang memiliki waktu, tenaga, keahlian, dan potensi namun belum memiliki dana yang cukup. Equity Crowdfunding diregulasi di POJK No. 57 tahun 2020 yang menggantikan POJK No. 37 tahun 2018”
Baca Juga : Manfaat Equity Crowdfunding Sebagai Alternatif Pendanaan Bisnis UKM
Apakah perbedaan mendasar antara equity crowdfunding dan kredit?
Ada 2 perbedaan mendasar. Pertama adalah dari sisi kesehatan usaha. Kredit dihitung sebagai tambahan modal namun menghasilkan beban juga pada usaha karena ada pembayaran cicilan yang harus dilakukan dalam kurun waktu tertentu hingga beban kredit selesai. Sedangkan permodalan dari equity crowdfunding tidak dihitung sebagai beban, karena tidak ada kewajiban ‘bayar cicilan’. Tambahan modal diganti dengan proporsi kepemilikan atas usaha, sehingga pemberi modal (investor) mendapatkan imbal hasil dari keuntungan usaha tersebut. Perbedaan yang kedua adalah keberadaan asas ‘bagi resiko’ pada equity crowdfunding. Pada saat terjadi kerugian usaha yang mungkin disebabkan karena faktor tidak terduga seperti pandemi, pengelola usaha tidak terlilit oleh kewajiban membayar kepada investor karena memang kondisi sedang tidak memungkinkan. Sebaliknya pada saat profitabilitas sedang baik, tentu investor mendapatkan nilai pengembalian lebih besar karena adanya profit yang lebih besar”
Baca Juga : Membandingkan Pendanaan UMKM Berbasis Kredit dan Ekuitas
Apakah equity crowdfunding cocok untuk UMKM di Indonesia?
Secara umum crowdfunding bisa dijadikan opsi penambahan modal untuk semua jenis usaha. Namun, equity crowdfunding lebih sesuai untuk usaha yang memang sudah memiliki track record, idealnya minimal 2 tahun, memiliki profitabilitas dan potensi profitabilitas berkelanjutan, dan sudah berbentuk Perseroan Terbatas. Aspek track record dimaksudkan untuk meyakinkan investor bahwa pihak manajemen usaha sudah memiliki pengalaman dalam mengelola bisnis. Aspek profitabilitas penting karena memang investor pasti mencari imbal hasil dari penanaman uang di sebuah bisnis. Aspek legalitas usaha dalam bentuk PT dikarenakan equity crowdfunding menukar dana permodalan dengan kepemilikan perusahaan dalam bentuk lembar saham perusahaan, sehingga usaha yang ingin melakukan crowdfunding wajib sudah berbentuk PT.
Baca Juga : Ragam Skema dan Prosedur Umum Untuk Restrukturisasi Kredit
Apa sajakah kewajiban usaha yang mendapatkan investasi melalui crowdfunding?
Kewajiban meliputi kewajiban pelaporan dan kewajiban bagi hasil. Setiap usaha yang melakukan crowdfunding tentu wajib melaporkan kegiatan operasionalnya, untuk Santara kewajiban ini dilakukan setiap bulan. Selain laporan kegiatan operasional, usaha juga wajib melaporkan laporan penggunaan dana permodalan. Lalu ada juga laporan khusus, misalkan terjadi pergantian kepemimpinan dalam perusahaan atau terjadi perubahan strategi perusahaan. Hal ini dikarenakan perusahaan sudah tidak hanya milik perseorangan namun ada bagian kepemilikan investor di dalam perusahaan tersebut. Kewajiban bagi hasil merujuk pada pembagian keuntungan kepada investor berdasarkan kepemilikan saham investor. Pembagian keuntungan ini dapat dilakukan berdasarkan kurun waktu yang disepakati oleh investor dan pemilik usaha, namun untuk di platform Santara, pembagian keuntungan dilakukan per jangka waktu 1 tahun
Berapakah nilai pendanaan equity crowdfunding yang bisa didapatkan di Santara?
“Kalau berdasarkan peraturan OJK, maka nilai pendanaan equity crowdfunding tertinggi yang diperbolehkan adalah Rp 10 Miliar. Untuk di Santara sendiri, nilainya masih bervariasi antara ratusan juta hingga di atas 3 Milyar. Namun secara umum, mungkin sekitar 70% berada di bawah 3 Miliar dan kebanyakan berada pada level 1 – 1,5 Milyar Rupiah”
Baca Juga : Debt To Equity Ratio
Persyaratan apa saja yang dibutuhkan untuk dapat melakukan crowdfunding di Santara?
Pada dasarnya ada 3 hal yang harus diperhatikan yaitu bisnis tersebut harus accountable, profitable, dan sustainable. Secara detail, usaha tersebut harus sudah berbadan hukum Perseroan Terbatas, bukan merupakan anak usaha dari sebuah grup bisnis, nilai asetnya tidak melebihi 10 Milyar (di luar tanah dan bangunan), sudah berjalan lebih dari 2 tahun, dan memiliki omzet minimal 900 juta per tahun dengan rata-rata omzet per bulan mencapai 75 juta.”
Berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk mendapatkan pendanaan crowdfunding di Santara?
“Waktu yang dibutuhkan bervariasi berdasarkan kesiapan bisnis untuk melakukan urun dana di platform Santara. Jadi, proses pertama adalah melengkapi dokumen yang kemudian akan diverifikasi oleh pihak Santara yang memakan waktu sekitar 3-5 hari. Lalu kemudian dilakukan negosiasi antara Santara dan pihak usaha yang ingin melakukan equity crowdfunding terkait proporsi kepemilikan yang akan dijual untuk mendapatkan permodalan sesuai dengan kebutuhan usaha tersebut, proses ini bisa memakan waktu 3 – 5 hari tergantung dari proses negosiasi. Apabila negosiasi mencapai kesepakatan, pihak Santara akan melanjutkan dengan membuat prospektus dan video company profile yang nantinya akan disebarkan ke calon investor; proses ini juga sekitar 3 – 5 hari. Nah barulah nanti perusahaan akan listing di platform Santara. Terkait kecepatan pengumpulan dana juga bervariasi, rekor di platform Santara adalah terkumpulnya kebutuhan pendanaan sebuah usaha sebesar Rp. 500 juta hanya dalam waktu 7 menit. Ada juga yang berhasil mengumpulkan kebutuhan pendanaan sebesar Rp. 1,5 Milyar dalam waktu 40 menit. Jadi bisa sangat cepat, tergantung dari prospek usaha tersebut di mata calon investor”
Baca Juga : Return on Equity (ROE)
Mengapa UMKM harus menimbang equity crowdfunding sebagai salah satu opsi permodalan usahanya?
“Pendapat pribadi saya adalah karena equity crowdfunding sangat bisa menjadi alternatif dari pembiayaan kredit. Pendanaan ini juga bisa lebih cepat dibandingkan proses aplikasi kredit. Selain itu, melalui equity crowdfunding, usaha mendapat manfaat di luar nilai permodalan, seperti exposure, network, dan business opportunity. Dengan investor turut menikmati keberhasilan usaha, maka investor pasti juga akan mempromosikan usaha tersebut kepada lingkungan terdekatnya. Tidak hanya itu, beberapa investor bahkan mencarikan peluang bagi usaha dimana mereka menanamkan modal. Karena ada rasa memiliki, maka investor juga turut bekerja bersama dengan manajemen untuk meningkatkan keberhasilan usaha tersebut”
Informasi lebih lengkap mengenai proses equity crowdfunding dan Santara dapat diakses di laman web santara di www.santara.co.id
Jika merasa artikel ini bermanfaat, yuk bantu
sebarkan ke teman-teman Anda. Jangan lupa untuk like, share, dan berikan
komentar pada artikel ini ya Sahabat Wirausaha.