Wisata Horor - Fenomena wisata horor kian marak seiring dengan perkembangan tren wisata dan antusiasme masyarakat yang ingin merasakan sensasi pengalaman yang unik. Menurut Dr. Diaz Pranita, selaku Dosen Program Studi Pariwisata Program Pendidikan Vokasi Universitas Indonesia (UI), sebagaimana dikutip dari dalam Kumparan.com, wisata hantu atau horor menjadi salah satu wisata minat khusus yang sangat potensial untuk dikembangkan di Indonesia.
Memang siapa sih yang mau mengunjungi tempat-tempat seram, apalagi harus mengeluarkan uang untuk ditakut-takuti? Meski terdengar mustahil, namun faktanya ada loh yang mau, banyak malah. Benar saja, wisata horor saat ini tengah menjadi tren yang digemari oleh berbagai kalangan masyarakat, baik muda maupun tua.
Sebenarnya apa yang melatarbelakangi masyarakat merasa tertarik dengan wisata horor ini? Bukankah ini anti-mainstream? Apa asyiknya mengunjungi tempat-tempat seram yang memancing bulu kuduk bergidik? Lagipula, apa iya wisata horor ini berdampak pada perekonomian warga sekitar apabila dikembangkan? Berbagai pertanyaan tersebut tentu mengganggu pikiran kaum awam. Jika Sahabat Wirausaha salah seorang diantaranya, maka perlu menyimak ulasan tentang wisata horor dalam artikel Studi Kasus kali ini.
Dari Pacu Adrenalin dan Suka Cerita Mistis, Sederet Alasan Wisatawan Suka Wisata Horor
Tujuan berwisata pada umumnya untuk refreshing, melepas penat dengan menjauh sejenak dari rutinitas yang menyita energi. Maka itu tempat wisata yang dituju biasanya yang dapat memicu produksi hormon endorfin (rasa bahagia), sehingga berefek pada kesehatan jiwa dan raga. Sebut saja pantai, pegunungan, taman bermain, hutan pinus, water park, wisata kuliner, dan lain sebagainya.
Agaknya mengunjungi tempat-tempat nan indah dan eksotis saat ini sudah dianggap terlalu mainstream, sehingga tidak memberikan pengalaman yang berbeda. Wisatawan butuh sesuatu yang baru, yang tidak hanya memacu adrenalin, tetapi juga menambah wawasan tentang sejarah kelam suatu tempat. Sebab itulah dikembangkan wisata horor.
Diaz menambahkan bahwa saat ini permintaan pariwisata mengalami perubahan dari mass dan low content menjadi niche, customize, dan high content. Berkenaan dengan hal itu, wisata horor dianggap mampu memberikan pengalaman berbeda dan unik dengan minat khusus, sehingga layak untuk dikembangkan guna menambah semarak industri pariwisata.
Wisata horor merupakan bagian dari dark tourism atau wisata kelam, di mana wisata ini menghadirkan sisi gelap dari suatu tempat yang terjadi di masa lalu. Indonesia memiliki banyak sekali tempat yang menyimpan sisi gelap akibat peperangan dan peristiwa pembantaian baik yang disebabkan oleh politik maupun konflik sosial antar-etnis. Misalnya saja Lawang Sewu di Semarang, Lubang Buaya di Jakarta Timur, Gua Jepang di Bandung, benteng Fort Rotterdam di Makassar, dan lainnya.
Tak hanya itu, wisata horor juga menyasar tempat-tempat yang dijadikan sebagai lokasi syuting film horor seperti rumah tua Pangalengan (Pengabdi Setan), Alas Purwo (KKN di Desa Penari), Benteng Pendem Ngawi (Kuntilanak 3), dan Pulau Satonda (Jailangkung). Jadi sebenarnya wisata horor bukan melulu tentang hantu, tetapi cerita seram atas terjadinya peristiwa mengerikan di suatu tempat.
Antusiasme masyarakat Indonesia terhadap wisata horor tidak lepas dari budaya leluhur yang percaya dengan animisme dan dinamisme. Sebab itulah budaya masyarakat Indonesia kental dengan hal-hal yang berbau mistis. Hampir semua daerah di negeri ini memiliki urban legend dan ciri khas mistis tersendiri. Dilansir dari Katadata, beberapa diantaranya adalah Si Manis Jembatan Ancol, Lampor, Nyi Roro Kidul, Kunyang, dan Wewe Gombel.
Kisah-kisah mistis yang tersembunyi menjadi sejarah kelam suatu tempat cenderung memiliki daya tarik yang menimbulkan rasa penasaran dan dorongan ingin tahu yang kuat. Orang seringkali mempertanyakan asal mula bagaimana suatu tempat bisa memunculkan kesan angker. Sebab itulah wisata horor sangat potensial untuk dikembangkan dan diminati oleh banyak kalangan.
Proses Pengembangan Wisata Horor di Indonesia
Dari Berita Satu, dikabarkan bahwa Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Uno berencana mengembangkan wisata horor atau mistis. Bukan tanpa alasan, wisata horor ini memiliki pasar yang cukup besar. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya peminat tontonan yang berbau mistis baik itu film maupun konten-konten di media sosial. Terlebih lagi jika sampai viral, maka orang akan semakin penasaran dan berbondong-bondong mengunjungi lokasi yang menjadi set dari cerita mistis tersebut.
Satu lagi fakta terkait ketertarikan terhadap dunia mistis yang tidak terbantahkan adalah film bergenre horor lebih populer dibandingkan yang lainnya. Artinya peminat terhadap hal-hal mistis jumlahnya lebih banyak. Di Indonesia sendiri, produksi film horor lebih banyak dibandingkan genre lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa wisata horor sangat potensial, karena memiliki keunikan tersendiri dan memberikan sensasi yang berbeda.
Pengembangan wisata horor tentu bukan dengan mengedepankan unsur klenik dengan melakukan ritual untuk ‘mengundang’ hantu, apalagi dicitrakan secara negatif. Alih-alih mengundang rasa penasaran, malah justru timbul rasa enggan untuk datang. Wisata horor lebih dikemas secara apik, yang menekankan unsur historisitas dengan story telling yang kuat.
Baca Juga: Niat Mulia Berdayakan Petani, Cimory Berkembang Jadi Bisnis Pariwisata dan Oleh-Oleh
Indonesia punya banyak tempat ‘mistis’ yang tersebar sampai ke pelosok daerahnya, dan yang tak kalah penting adalah punya pasarnya. Jadi, tidak ada alasan untuk tidak mengembangkan wisata horor. Sebenarnya tempat wisata yang terkesan mencekam bukanlah hal baru, tetapi telah ada sebelumnya. Banyak tempat wisata yang menyimpan cerita seram, hanya saja masih sebatas desas-desus dan seolah telah menjadi rahasia umum di kalangan masyarakat. Berikut beberapa contohnya.
1. Lawang Sewu Semarang
Cerita seram tentang Lawang Sewu tidak hanya populer di kalangan warga Semarang saja, tetapi sudah menjangkau seantero nusantara. Dari cerita yang beredar di masyarakat, terutama yang pernah berkunjung ke tempat ini, banyak keanehan yang ditemui. Mulai dari penampakan noni Belanda, sosok pocong, jeritan misterius di sumur tua bagian belakang gedung, derap langkah kaki, hingga bau anyir darah di ruang bawah tanah.
Konon, bangunan tua peninggalan kolonial Belanda ini digunakan untuk menyekap dan menyiksa tawanan perang, terutama di area bawah tanah, sehingga banyak korban meninggal dunia. Peristiwa kelam inilah yang justru menjadi daya tarik bagi wisatawan untuk berkunjung ke Lawang Sewu dan membuktikan sendiri kebenaran cerita misteri yang beredar.
Bangunan tua yang difungsikan sebagai museum kereta api ini sempat mangkrak dan tidak terawat. Namun seiring dengan besarnya animo masyarakat untuk berkunjung, PT. KAI sebagai pengelola cagar budaya ini melakukan revitalisasi untuk mempercantik tampilan Lawang Sewu. Tak hanya menyuguhkan keindahan arsitektur bangunan, objek wisata ini juga dilengkapi dengan berbagai wahana seperti sewa kostum (Belanda, Jepang, Jawa dan Pirates), scooter electric, merchandise shop Laseko, café angkringan dan stand UMKM, live music akustik, dan video 360o.
Pemerintah dalam hal ini Pemerintah Kota (Pemkot) Semarang turut andil dalam pengembangan dan pemeliharaan Lawang Sewu. Andil tersebut diwujudkan dalam pemberlakuan larangan bagi PKL (Pedagang Kaki Lima) berjualan di komplek area wisata, menyediakan akses transportasi dan kantong-kantong parkir yang memadai.
Tak heran jika setiap tahun jumlah wisatawan yang berkunjung ke Lawang Sewu mengalami peningkatan. Hingga September 2023, jumlahnya mencapai lebih dari 600 ribuan orang. Bahkan pengelola tempat wisata ini menargetkan jumlah pengunjung sebanyak 5.000 per hari. Keindahan di setiap sudut Lawang Sewu seolah memiliki kekuatan magis yang menarik wisatawan untuk mengunjunginya.
2. Gua Jepang Bandung
Masa penjajahan memang menyisakan misteri dan cerita mistis yang menjadi buah bibir masyarakat hingga kini. Tak hanya Belanda, Jepang pun turut meninggalkan kisah kelam bagi bangsa Indonesia. Salah satunya terwujud dalam Gua Jepang yang terletak di kawasan Taman Hutan Juanda Bandung.
Gua yang dibangun pada 1942 ini awalnya digunakan sebagai gudang senjata dan logistik sekaligus benteng pengintaian Jepang. Tak heran jika di dalam gua ini terdapat cukup banyak bunker yang difungsikan sebagai ruang rapat, gudang, penyekapan tawanan perang, dan ruang eksekusi romusha pada masanya.
Peristiwa kelam yang terjadi di gua tersebut di masa lalu menyisakan cerita mistis, bahkan bangunan peninggalan Jepang ini dinilai angker oleh masyarakat sekitar. Banyak yang mengaku sering mendengar suara-suara misterius dari dalam gua, mulai dari tangisan, jeritan hingga rintih kesakitan. Lepas dari benar tidaknya, faktanya memang nuansa horor dapat dirasakan ketika mengunjungi bangunan tua masa penjajahan Jepang ini.
Baca Juga: 7 Ide Bisnis Pariwisata Kekinian yang Potensial dan Cocok Untuk Wirausaha Pemula
Ada satu hal unik yang menjadi larangan selama berkunjung ke Gua Jepang, yaitu pantang menyebut kata ‘lada’. Sebab kata tersebut merujuk pada seorang tokoh bernama Eyang Lada Wisesa, yang terkenal dan dihormati oleh warga sekitar pada masa itu. Jika pantangan ini dilanggar, maka dipercaya bahwa si pelanggar tersebut akan menghadapi kejadian-kejadian yang tidak diinginkan. Misalnya melihat penampakan hantu menyeramkan, terjatuh, bahkan kerasukan.
Meski Gua Jepang memancarkan aura horor, namun tak dipungkiri bahwa tempat ini pun memiliki pemandangan yang eksotik. Sebagai kawasan wisata, Gua Jepang sangat terawat kebersihannya. Hal ini tentu tak lepas dari peran serta pemerintah setempat dan pengelola dalam menjaga lingkungan dan memberikan kenyamanan bagi pengunjung. Selain itu juga terdapat papan informasi tentang sejarah Gua Jepang.
Kawasan wisata Taman Hutan Juanda sebenarnya tidak hanya Gua Jepang saja, tetapi juga terdapat tempat penangkaran rusa dan air terjun Maribaya. Tingkat kunjungan wisatawan ke Gua Jepang tergolong cukup tinggi setiap tahunnya. Jika diakumulasikan per kabupaten/kota, jumlah kunjungan ke Bandung mencapai 1 hingga 2 jutaan pengunjung.
Sumber: Open Data Jabar
Hasilkan Dampak Ekonomi Bagi Warga Sekitar
Wisata horor sebagai destinasi wisata dengan minat khusus memiliki ranah yang cukup luas. Tentu saja tidak semata-mata berkaitan dengan hantu dan cerita seram. Bukan juga menonjolkan hal-hal klenik yang justru menyesatkan. Wisata horor memberikan edukasi sejarah kelam masa lalu yang dikemas dengan story telling yang apik sehingga menarik dan tidak membosankan.
Dalam lingkup yang lebih luas, wisata horor juga bisa dikembangkan dalam penyelenggaraan event yang bernuansa mistis, seperti adopsi perayaan halloween tentu dengan kearifan lokal. Selain itu wahana rumah hantu juga dapat meningkatkan minat kunjung wisatawan.
Sudah menjadi hukum ekonomi, di mana semakin tinggi tingkat kunjungan wisatawan di suatu tempat wisata, maka secara otomatis akan muncul penyediaan fasilitas yang mendukung aktivitas di lokasi wisata tersebut. Mulai dari sarana prasarana, transportasi, kuliner, hingga toko-toko souvenir.
Untuk menjaga kebersihan, kerapian, dan kenyamanan pengunjung, saat ini banyak pengelola tempat wisata yang melakukan penataan. Artinya pengelola menyediakan kantong-kantong khusus yang disewakan kepada pelaku usaha untuk menjajakan barang dagangannya, mulai dari camilan, snack ringan, makanan berat, aneka minuman, souvenir, dan lain sebagainya. Hal ini tentu menjadi peluang bagi pelaku UMKM untuk meningkatkan pendapatannya.
Lokasi wisata dengan tingkat kunjungan wisatawan yang tinggi tentu membawa dampak positif pada perekonomian warga sekitar. Bukan hanya yang berkecimpung di industri kuliner saja, tetapi juga jasa transportasi, bahkan penginapan atau perhotelan. Seperti di Lawang Sewu misalnya, lokasi ini mudah diakses dengan transportasi pribadi maupun umum. Jadi wisatawan dari luar daerah bisa dengan mudah mengunjungi lokasi wisata ini. Tak hanya itu, bisnis penginapan dan hotel di sekitar lokasi wisata juga ikut ‘ketiban rejeki’.
Demikian pula dengan perekonomian warga di sekitar Gua Jepang. Banyak warga yang menyediakan jasa tour guide yang tak hanya sekadar mendampingi wisatawan, tetapi juga memberikan edukasi sejarah menarik tentang objek wisata tersebut dengan tarif 30 ribu rupiah. Selain itu, warga sekitar juga menyewakan senter dengan tarif 5 ribu rupiah sebagai penerang sewaktu menyusuri bagian dalam gua.
***
Pada prinsipnya keberadaan wisata horor baik dalam bentuk lokasi bangunan maupun event khusus memiliki daya tarik bagi wisatawan untuk berkunjung. Hal ini tentu tidak lepas dari strategi pemasaran yang dilakukan oleh para pelaku usaha di industri pariwisata tersebut, baik pemerintah setempat, pengelola, maupun swasta.
Semakin tinggi tingkat kunjungan wisatawan, secara otomatis akan dapat meningkatkan perekonomian di sekitar lokasi wisata tersebut. Hal penting yang harus diperhatikan dalam pengembangan wisata horor adalah keamanan dan keselamatan wisatawan. Selain itu, peristiwa kelam yang melatarbelakangi lokasi horor tersebut harus dikemas dengan baik, agar menarik wisatawan untuk datang, bukan justru sebaliknya.
Jika tulisan ini bermanfaat , silahkan di share ke rekan-rekan Sahabat Wirausaha. Follow juga Instagram @ukmindonesia.id untuk update terus informasi seputar UMKM.
Referensi:
- Kumparan.com. 2021.
- Offroadbandung.id. 2022.
- Mata Buana. 2023.
- Okezone.com. 2022.
- Katadata.co.id. 2023.
- Beritasatu.com. 2021.
- iNews Jateng. 2022.
- Jawa Pos. 2023.
- Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI. 2022.
- Open Data Jabar. 2023.