Masjid Menara Kudus - Wisata religi menjadi salah satu perjalanan yang kini digemari, terutama oleh wisatawan domestik. Banyak tempat yang memiliki sejarah budaya dan keagamaan yang menjadi tujuan wisata ini. Salah satunya adalah Masjid Menara Kudus. 

Objek wisata ini tidak hanya sekadar destinasi wisata yang memperlihatkan bangunan nan unik, tetapi memiliki nilai sejarah berharga yang merepresentasikan akulturasi budaya yang mencirikan ajaran Islam dengan Hindu dan Budha. 

Bagaimana perkembangan wisata religi Masjid Menara Kudus dan dampaknya terhadap perekonomian warga sekitar? Bagaimana pula dengan dukungan pemerintah setempat dalam pengembangan objek wisata tersebut? Simak bahasan selengkapnya dalam artikel studi kasus berikut ini. 


Sejarah Masjid Menara Kudus

Masjid Menara Kudus atau Masjid Al-Aqsha yang menjadi ikon kota Kudus merupakan salah satu peninggalan sejarah penyebaran ajaran Islam di tanah Jawa. Pembangunan masjid ini digagas oleh Ja’far Shodiq, yaitu salah seorang Wali Songo yang lebih dikenal dengan sebutan Kanjeng Sunan Kudus. Berdasarkan prasasti batu yang terletak pada mihrab masjid, Masjid Menara Kudus dibangun pada tahun 956 H atau 1549 M. Konon, batu tersebut didatangkan dari Baitul Maqdis, Palestina, yang kemudian menjadi awal mula munculnya nama Kudus, yang berarti suci.    

Dilihat dari arsitekturnya, Masjid Menara Kudus merepresentasikan perpaduan antara budaya Islam dengan Hindu. Bangunan masjid saat ini memiliki 10 pintu dan 4 buah jendela, yang dihiasi dengan 8 pilar besar terbuat dari kayu jati. Pada bagian serambi depan masjid, terdapat sebuah pintu gapura, yang disebut dengan “Lawang Kembar”. 

Bentuk menara yang menjadi ikon wisata menyerupai bangunan candi. Struktur atap masjid yang bergaya tumpang susun tiga merepresentasikan gaya arsitektur tradisi seni Hindu. Meski demikian, ornamen yang melekat pada bangunan masjid sangat kental dengan unsur Islam. Salah satunya tampak jelas pada padasan atau bak air sebagai tempat wudhu yang memiliki pola anyaman simpul. Jadi, kesan yang timbul dari objek wisata religi ini adalah komplek masjid dan pemakaman Islam, tetapi bercorak Hindu. 

Baca Juga: Mengenal UMKM, Entitas Bisnis yang Mendominasi Perekonomian Indonesia


Transformasi Masjid Menara Kudus sebagai Objek Wisata Religi

Sejak didirikan pada tahun 1549, Masjid Menara Kudus mengalami beberapa kali renovasi, karena mengalami pelapukan dan kerusakan akibat sinar matahari, hujan, dan getaran dari kendaraan bermotor yang lalu lalang di sekitar masjid. Renovasi area Masjid Menara Kudus dilakukan pada tahun 1980, 1913, dan 2014, yang difokuskan pada bagian tembok dan selasar menara. 

Harapannya, renovasi yang dilakukan dapat meningkatkan kenyamanan, sehingga mampu menarik minat wisatawan dan peziarah untuk berkunjung. Dengan banyaknya pengunjung, tentunya akan berdampak pada perekonomian warga sekitar. Potensi terjadinya transaksi ekonomi jual beli barang dan jasa di sekitar lokasi wisata pun akan mengalami peningkatan. 


Dampak Keberadaan Masjid Menara Kudus bagi Perekonomian Warga Sekitar

Di setiap keramaian biasanya muncul peluang terjadinya transaksi ekonomi. Masjid Menara Kudus bukanlah tempat wisata religi baru yang viral karena perkembangan teknologi digital. Objek wisata religi yang satu ini telah ada dan dikembangkan sejak lama, dan memiliki daya tarik tersendiri sehingga tingkat kunjungan wisatawan setiap tahunnya mengalami kenaikan. 

Keberadaan Masjid Menara Kudus sebagai objek wisata religi sekaligus cagar budaya memberikan berkah tersendiri bagi warga sekitar. Bagaimana tidak? Banyaknya wisatawan yang berkunjung tentu meningkatkan permintaan terhadap fasilitas yang memadai dan kebutuhan lainnya. Jelas keberadaan objek wisata religi ini memberikan dampak positif bagi perekonomian warga setempat pada khususnya, serta masyarakat Kudus dan sekitarnya pada umumnya. Apa saja dampak positifnya? 

1. Membuka Peluang Bisnis Berbasis Produk

Sebagai destinasi wisata religi, Masjid Menara Kudus kerap dikunjungi oleh wisatawan dari berbagai daerah, baik yang ingin beribadah maupun berziarah ke makam Sunan Kudus. Hal ini dimanfaatkan oleh warga sekitar dengan membuka aneka usaha berbasis produk, mulai dari souvenir, busana muslim, perlengkapan ibadah, hingga oleh-oleh khas Kudus seperti jenang, madu, keciput, kopi, kacang bawang, rengginang, dan lainnya. 

Ketika tingkat kunjungan wisatawan tinggi, pendapatan yang diperoleh pedagang di kawasan Masjid Menara Kudus meningkat. Berdasarkan data BPS 2016, tingkat kunjungan wisatawan ke masjid ini tertinggi kedua, mencapai 539 ribuan orang atau sekitar 36% dari total wisatawan yang berkunjung ke Kudus.

Gambar 1. Jumlah Pengunjung Objek Wisata di Kabupaten Kudus 

Sumber: Badan Pusat Statistik, 2016

Meski sempat mengalami penurunan jumlah wisatawan karena pandemi Covid-19 di tahun 2020, namun kini pariwisata Masjid Menara Kudus kembali bangkit. Dalam sehari bisa mencapai 2.000 pengunjung. Bahkan ketika libur sekolah, tingkat kunjungan meningkat 50%, sebagaimana dilansir dari Tribun Muria (2023). 

Semakin banyak jumlah wisatawan yang berkunjung, tentu berdampak pada geliat perekonomian warga sekitar, terutama pedagang atau pelaku UMKM di sekitar lokasi wisata. Dalam sehari, para pedagang di kawasan lokasi wisata tersebut mampu meraup omzet rata-rata antara 3 hingga 5 juta rupiah. Hal ini semakin memotivasi pedagang di kawasan objek wisata tersebut untuk lebih persuasif dalam menggaet konsumen. 

Baca Juga: Waspada Resesi! Ini 7 Cara Bikin Bisnis Tahan Banting Saat Ekonomi Melemah

Mayoritas warga sekitar lokasi wisata memiliki mata pencaharian sebagai pedagang makanan dan oleh-oleh, dengan memanfaatkan rumahnya sebagai toko. Hal ini tentu menjadi keunggulan tersendiri, karena mereka secara khusus dan eksklusif memiliki tempat permanen untuk membangun bisnis. Tak semua pedagang di lokasi wisata adalah warga sekitar, tetapi ada juga yang berasal dari luar daerah. Umumnya mereka menyewa kios yang disediakan oleh pengelola objek wisata atau warga sekitar. 

2. Membuka Peluang Bisnis Berbasis Jasa

Tak hanya bisnis berbasis produk saja yang memiliki peluang atas keberadaan Masjid Menara Kudus, tetapi juga bisnis yang berbasis jasa. Tingkat kunjungan wisatawan yang tinggi meningkatkan permintaan atas penyediaan fasilitas yang memadai. Salah satunya adalah jasa transportasi. Berkenaan dengan hal tersebut, banyak warga sekitar yang memanfaatkan adanya kebutuhan tersebut dengan menjadi pengendara ojek. 

Keberadaan pengendara ojek memudahkan wisatawan untuk mengakses Masjid Menara Kudus. Sebab, minimnya area parkir di kawasan objek wisata ini mengharuskan wisatawan baik yang menggunakan kendaraan pribadi maupun rombongan harus turun di terminal, dan untuk menuju ke objek wisata menggunakan ojek. 

Dikutip dari Tempo.co, jumlah penyedia jasa ojek di kawasan wisata Masjid Menara Kudus mencapai 650 orang dan angkutan umum sebanyak 25 armada. Jika dibandingkan dengan jumlah pengunjung yang mencapai 2.000 orang per harinya, sebenarnya jumlah armada baik ojek maupun angkutan umum berpeluang untuk ditingkatkan. Namun, penambahan jumlah pengendara ojek dan armada angkutan dikhawatirkan menimbulkan masalah baru karena keterbatasan area parkir dan tempat pangkalan ojek. 

Layanan transportasi ojek di satu sisi memang mampu meningkatkan perekonomian warga sekitar, namun di sisi lain juga menimbulkan masalah. Perilaku sebagian pengendara ojek yang tidak patuh dalam berkendara mengakibatkan lalu lintas semrawut bahkan sampai terjadi kemacetan. Masalah ini menjadi PR (pekerjaan rumah) bagi pemerintah daerah setempat agar bisa segera menertibkan demi kenyamanan wisatawan. Semakin nyaman suatu destinasi wisata, semakin tinggi pula tingkat kunjungan wisatawan. Artinya, peluang untuk meningkatkan perekonomian masyarakat pun menjadi lebih besar. 

3. Menciptakan Lapangan Kerja

Tak semua warga sekitar Masjid Menara Kudus menjadi pelaku usaha. Sebagian merupakan pekerja dari toko dan kios di sekitar kawasan objek wisata tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa berkembangnya pariwisata Masjid Menara Kudus mampu meningkatkan perekonomian warga sekitar khususnya pelaku usaha sehingga dapat membuka lapangan pekerjaan. 

Lapangan pekerjaan sebagai pramuniaga toko dan kios oleh-oleh khas Kudus di kawasan masjid dimanfaatkan oleh anak-anak yang telah lulus sekolah untuk membantu meningkatkan pendapatan keluarganya. Hal ini menunjukkan bahwa keberadaan Masjid Menara Kudus mampu mengurangi angka pengangguran, karena banyak warga sekitar yang membuka usaha sendiri bahkan memberi pekerjaan pada orang lain. 

Hal tersebut senada dengan data jumlah pekerja industri pariwisata di Kabupaten Kudus yang mengalami peningkatan setiap tahunnya, di mana pada tahun 2019 sebanyak 756 orang, dan melonjak tajam di tahun 2020 yang mencapai 3.233 orang, sebagaimana dilansir dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Kudus. Jumlah ini tentu tersebar di berbagai sektor pariwisata, seperti penginapan, perhotelan, kuliner, objek wisata, dan pekerja ekonomi kreatif di sekitar objek wisata. 


Dukungan Pemerintah dalam Pembangunan Wisata Religi dan Pemberdayaan Ekonomi Sekitar

Keberhasilan pariwisata di suatu daerah tentu tidak lepas dari dukungan pemerintah daerah setempat. Demikian halnya dengan Masjid Menara Kudus. Objek wisata religi ini menjadi salah satu sumber pendapatan daerah yang menjanjikan. 

Oleh sebab itu, pemerintah daerah Kabupaten Kudus senantiasa berusaha untuk terus mengembangkan dan memperbaiki fasilitas dan layanan, juga penataan pedagang sekitar. Hal ini dilakukan tak hanya sekadar untuk memberdayakan ekonomi masyarakat sekitar, tetapi juga agar mampu memberikan kenyamanan dan kepuasan kepada wisatawan. Adapun bentuk dukungan pemerintah setempat diwujudkan dalam beberapa tindakan sebagai berikut. 

1. Relokasi Pedagang

Untuk meningkatkan fasilitas dan layanan, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kudus berencana membuat taman sebagai panggung budaya. Namun untuk mewujudkan hal tersebut, harus dilakukan relokasi pedagang yang menempati area yang akan digunakan sebagai taman. Dikutip dari Betanews.id, relokasi dilakukan pada 15 November 2022 pada 29 orang pedagang, dari kawasan wisata masjid ke terminal Bakalan Krapyak.

Baca Juga: Potensi Ekspor Pariwisata

Tujuan relokasi pedagang ini untuk memusatkan pedagang di satu tempat, sehingga ketika wisatawan turun di terminal Bakalan Krapyak, sudah tersedia pedagang-pedagang mulai dari kuliner hingga oleh-oleh yang menyambutnya. Sayangnya, skenario pemerintah ini jauh panggang dari api. Pedagang mengalami penurunan omzet, karena sepi pembeli. Jika sebelum dipindah, pelanggannya adalah dari wisatawan, peziarah, dan santri di sekitar masjid, kini hanya pengendara ojek saja yang menjadi pelanggannya. 

Namun seiring berjalannya waktu dan promosi pariwisata yang digencarkan pemerintah setempat, diharapkan mampu mendistribusikan pendapatan secara merata hingga mencapai pedagang di tempat baru. Sebab, penataan kawasan objek wisata juga bertujuan untuk meningkatkan pendapatan para pedagang. 

2. Menciptakan Desa Heritage

Guna memajukan perekonomian masyarakat setempat, Pemkab Kudus mengusulkan enam desa untuk dijadikan sebagai desa heritage atau desa warisan sejarah. Keenam desa tersebut adalah Desa Kauman, Langgar Dalem, Janggalan, Demangan, Damaran, dan Kelurahan Kerjasan. Namun dari keenam desa tersebut, Janggalan yang telah dinobatkan menjadi desa heritage dengan julukan Jerusalem Van Java, pada 10 November 2021, seperti dilansir dari Jatengprov.go.id. 

Diresmikannya Janggalan sebagai desa heritage tentu berdampak positif terhadap perekonomian warga setempat. Kunjungan wisatawan ke desa ini tentu memberikan peluang bagi warga setempat untuk membuka bisnis kuliner, souvenir, dan oleh-oleh. 

4. Mengubah Taman Menara Kudus menjadi Area Parkir

Minimnya ketersediaan kantong-kantong parkir di kawasan Masjid Menara Kudus menimbulkan masalah kemacetan dan lalu lintas semrawut. Hal ini mendorong Pemkab Kudus untuk mengubah fungsi taman menara menjadi area parkir. Keputusan ini didasarkan pada efektivitas dan efisiensi pemanfaatan ruang yang mampu meningkatkan pendapatan daerah melalui dana parkir. 

Alih fungsi taman menara menjadi area parkir tentu akan memberikan ruang yang lebih luas kepada pengendara ojek dan pengusaha transportasi dalam mengantar jemput wisatawan. Lalu lintas yang lancar dan lebih tertata tentu akan mendatangkan pendapatan yang lebih besar kepada para pelaku usaha berbasis jasa. 

***

Pada prinsipnya perkembangan pariwisata akan memberikan dampak positif terhadap perekonomian masyarakat di sekitar objek wisata. Masyarakat sekitar dapat memanfaatkan peluang yang ada untuk membuka usaha sesuai dengan permintaan dan kebutuhan wisatawan. Demikian halnya yang terjadi pada Masjid Menara Kudus. Destinasi wisata religi ini mampu meningkatkan kesejahteraan hidup masyarakat sekitar. Ekonomi masyarakat yang bertumbuh tentu akan diikuti dengan peningkatan kesejahteraan, kesempatan kerja, produktivitas, dan distribusi pendapatan. 

Nah, Sahabat Wirausaha yang di sekitar tempat tinggalnya memiliki potensi wisata yang bisa dikembangkan, bisa bekerjasama dengan masyarakat dan pemerintah setempat. Adanya dukungan dari semua pihak akan lebih memudahkan perwujudan dan pengembangan suatu objek wisata yang produktif.  

Jika merasa artikel ini bermanfaat, jangan lupa untuk like, share, dan comment serta mengirimkannya kepada teman-teman terdekat Anda.

Referensi:

  1. Dunia Masjid. Masjid Menara Kudus.
  2. Tempo.co, 2021.
  3. Jurnal Arsitektur Arcade, 2019. Aktivitas Wisata Religi dalam Perubahan Permukiman di Kawasan Bersejarah Menara Kudus. 
  4. Kemendikbud.go.id, 2016.
  5. Institutional Repository. UNS. 2021. Dampak Wisata Religi Makam Sunan Kudus Terhadap Sosial Ekonomi Masyarakat Sekitar Lokasi Makam. 
  6. Suaramerdeka.com, 2022.
  7. Isknews.com, 2022.
  8. Tribun Muria. 2023.
  9. BPS Kabupaten Kudus. 2016.
  10. Tempo.co. 2022.
  11. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Kudus. 2021.
  12. Betanews.id. 2022.
  13. Jatengprov.go.id. 2021.