Transformasi Digital UMKM - Pandemi COVID-19 yang berlangsung selama hampir 3 tahun menimbulkan dampak serius bagi kestabilan dan keberlangsungan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Berkurangnya tingkat konsumsi masyarakat akibat aktivitas ekonomi yang menurun, berdampak pada nilai transaksi pembelian ke UMKM yang ikut menurun. Hal ini berimbas besar terhadap penurunan kegiatan operasional yang kerap berakhir dengan pengurangan jumlah karyawan.

Di sisi lain, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia berpendapat bahwa peran UMKM sangat besar untuk pertumbuhan perekonomian Indonesia terkait kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Melihat hal ini, pemerintah pun mengambil langkah penyelamatan melalui program akselerasi pengembangan transformasi digital untuk mengoptimalkan kinerja usaha UMKM saat pandemi.

Lalu, seberapa besar pengaruh program ini pada kinerja UMKM? Bagaimana cara kerja transformasi digital? Melansir dari penelitian yang dilakukan oleh Gaffar, V. et al (2022), berikut peran COVID-19 dalam mempercepat transformasi digital pada UMKM.


Perjuangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah Bertahan di Tengah Pandemi COVID-19

Menurut UU Omnibus Law Nomor 11 Tahun 2020 Pasal 87 tentang Cipta Kerja, kategori Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) diklasifikasikan berdasarkan modal, penerimaan, kekayaan bersih, penjualan tahunan, nilai investasi, dan beberapa kriteria tambahan seperti insentif dan disinsentif, penggunaan teknologi yang ramah lingkungan, dan jumlah tenaga kerja yang dimiliki oleh usaha tersebut. Klasifikasi UMKM terbagi menjadi 3 (tiga), yaitu:

  1. Usaha Mikro:
    • Memiliki kekayaan bersih mencapai Rp 50.000.000,- juta, namun tidak termasuk bangunan dan tanah tempat usaha.
    • Hasil penjualan per tahun paling banyak adalah Rp300.000.000,- juta.
    • Memiliki karyawan sampai dengan 4 orang.
  2. Usaha Kecil:
    • Memiliki kekayaan bersih mencapai Rp50.000.000,- juta sampai dengan Rp500.000.000 juta, namun tidak termasuk bangunan dan tanah tempat usaha.
    • Hasil penjualan per tahun paling banyak adalah Rp300.000.000,- juta sampai dengan Rp2,5 miliar.
    • Memiliki karyawan kurang antara 5 sampai dengan 19 orang.
  3. Usaha Menengah:
    • Memiliki kekayaan bersih mencapai Rp500.000.000,- juta sampai dengan Rp10 miliar, namun tidak termasuk bangunan dan tanah tempat usaha.
    • Hasil penjualan per tahun paling banyak adalah Rp2,5 miliar sampai dengan Rp50 miliar.
    • Memiliki karyawan kurang antara 20 sampai dengan 99 orang.

Baca Juga: Sambal Bu Rudy, Produk Kuliner Lokal yang Ikut Berkembang Secara Digital

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik, terdapat 18 bidang UMKM tersebar di berbagai industri, yaitu:

  • Pertanian, Perburuan, dan Kehutanan.
  • Perikanan.
  • Pertambangan dan Penggalian.
  • Pengolahan.
  • Listrik, Gas, dan Air.
  • Konstruksi.
  • Perdagangan Besar dan Eceran.
  • Penyediaan Akomodasi serta Penyediaan Makan dan Minum.
  • Transportasi, Pergudangan, dan Komunikasi.
  • Perantara Keuangan.
  • Real Estat, Bisnis, Kepemilikan, dan Layanan Bisnis.
  • Administrasi Pemerintahan, Pertahanan, dan Jaminan Sosial Wajib.
  • Layanan Pendidikan.
  • Pelayanan Kesehatan dan Kegiatan Sosial.
  • Komunitas, Sosial Budaya, Hiburan, dan Lainnya.
  • Jasa Perorangan yang Melayani Rumah Tangga.
  • Badan Internasional.
  • Kegiatan Usaha yang tidak didefinisikan secara jelas.

UMKM memberikan kontribusi yang signifikan terhadap perekonomian Indonesia. Dalam penelitian yang dilakukan Thaha (2020), disebutkan bahwa kontribusi UMKM terhadap PDB pada tahun 2018 sebesar 8,57 miliar rupiah (61,07%) dari total keseluruhan 14 miliar rupiah. Dengan meningkatnya PDB, UMKM secara tidak langsung juga telah mampu menyerap tenaga kerja, membantu masyarakat lokal menjadi produktif dan mengurangi angka pengangguran dan kemiskinan.

Namun pada awal tahun 2020, penyebaran virus COVID-19 dinyatakan sebagai pandemi global dan mengancam kestabilan ekonomi, kesejahteraan masyarakat, serta mempengaruhi kondisi UMKM di Indonesia. Besaran dampak penurunan omzet UMKM yang bergerak di sektor mikro makanan dan minuman mencapai 27%. Melansir dari survei yang dilakukan oleh Katadata (2021), efek negatif yang ditimbulkan oleh COVID-19 memengaruhi 4 (empat) aspek signifikan, yaitu 58 persen terkait dengan penurunan penjualan, 23 persen terkait masalah keuangan, 15 persen terkait masalah distribusi produk, dan 4 persen terkait kurangnya pasokan bahan baku.


Optimalisasi Penggunaan Sosial Media Sebagai Bentuk Transformasi Digital

Dalam upaya menghidupkan dan menstabilkan ekonomi akibat pandemi COVID-19, Pemerintah mempercepat program transformasi digital untuk UMKM. Era transformasi digital identik dengan memberikan pengalaman pelanggan yang terbaik melalui pemanfaatan teknologi, khususnya melalui media sosial yang berperan sebagai alat untuk memasuki dunia bisnis digital. Dari pandemi COVID-19, penyedia layanan media sosial pun mulai mengembangkan layanan akun bisnis premium seperti Instagram for Business, Facebook for Business, dan TikTok for Business agar bisnis dapat lebih dekat dengan konsumennya.

Berbagai pihak mulai dari pemerintah, akademisi, dan praktisi lain di Indonesia berupaya meningkatkan kompetensi dan literasi UMKM di bidang pemasaran digital, terutama media sosial. Seperti melakukan pelatihan UMKM melalui metode hybrid, pendampingan insentif dengan UMKM, metode ABCD (Asset-Based Community Development) dan strategi promosi melalui media sosial. Hasil dari pelatihan dan pendampingan ini menunjukkan bahwa program literasi digital media sosial yang diberikan selama pandemi telah meningkatkan keterampilan, kapabilitas, dan kompetensi digital UMKM.

Baca Juga: Manfaatkan Digital Marketing, Bebatikan Jogja Catat Omzet Hingga Rp150 Juta Per Bulan

Hal ini didukung oleh data dari survei yang dilakukan oleh Katadata saat pandemi COVID-19 tahun 2021. dimana 60.2% UMKM menggunakan media sosial untuk menjangkau pasar produk, 54,4 persen UMKM berusaha untuk mempromosikan produknya lewat media sosial, 44.7 persen UMKM mencari informasi dari media sosial untuk pengembangan usaha, 35.9 persen UMKM mencari pemasok lewat media sosial, dan 22,7 persen Melalui media sosial, UMKM dapat menjangkau pasar yang lebih luas secara digital melalui media sosial sehingga dapat menaikkan omzet penjualan, meningkatkan branding merek, dan menjalin komunikasi dengan konsumen. Strategi transformasi digital melalui media sosial meliputi perdagangan e-commerce, melakukan pemasaran digital, meningkatkan kualitas produk, menambah layanan, serta menjalin dan mengoptimalkan hubungan pemasaran pelanggan.

Untuk mencapai transformasi digital, UMKM harus melewati tiga tahapan yaitu:

1. Digitisasi

Digitisasi merupakan proses mengubah sesuatu yang berbentuk non digital menjadi digital dalam bisnis kita. Contohnya adalah dengan mengubah pemasaran konvensional melalui penyebaran brosur dengan pemasaran dalam bentuk video pendek di platform media sosial seperti Instagram, YouTube, Facebook, TikTok, Twitter dan WhatsApp.

2. Digitalisasi

Digitalisasi merupakan proses membuat atau memperbaiki proses bisnis dengan menggunakan teknologi dan data digital. Contohnya adalah melakukan program afiliasi bisnis, dimana UMKM dapat menyertakan tautan halaman bisnisnya dari e-commerce dan memasangnya di postingan media sosial.

3. Transformasi Digital

Transformasi digital merupakan proses transformasi model bisnis secara keseluruhan dengan memanfaatkan perkembangan teknologi untuk menciptakan nilai bagi perusahaan, pelanggan, serta mitra perusahaan. Melalui transformasi digital, UMKM perlu menguasai keterampilan di bidang teknologi untuk mendukung aktivitas bisnis, meningkatkan kinerja bisnis, dan berdampak pada daya saing bisnis di tingkat nasional serta global.


Percepatan Transformasi Digital Dipengaruhi oleh Pergeseran Perilaku Konsumen Selama COVID-19

Salah satu faktor pendorong percepatan transformasi adalah penggunaan teknologi digital yang menyederhanakan pekerjaan dengan pengalihan aktivitas bisnis ke model yang lebih sederhana. Menurut Yuswohady (2021), penyederhanaan pekerjaan ini disebabkan oleh Empat Pergeseran Besar Perilaku Konsumen selama COVID-19.

Pergeseran Pertama adalah munculnya gaya hidup baru di kalangan masyarakat, yaitu bekerja di rumah dan menjalani aktivitas bersosialisasi secara online akibat kebijakan pembatasan sosial. Di masa pandemi COVID-19, rapat dilakukan melalui aplikasi, UMKM berkomunikasi dengan pelanggannya melalui sesi tanya jawab live di media sosial, dan menyebarkan promosi melalui media sosial.

Baca Juga: WhatsApp MSME Summit 2023: Menuju UMKM Siap Digital dan Berkolaborasi

Pergeseran kedua disebabkan oleh pergeseran kebutuhan konsumen dari puncak piramida Maslow. Dimana, kebutuhan aktualisasi diri masyarakat berubah menjadi kebutuhan akan makanan, kesehatan, keselamatan, serta keamanan. Saat pandemi COVID-19, masyarakat hanya membutuhkan makan, minum, dan kesehatan karena adanya peningkatan risiko kematian akibat virus COVID-19, kemudian disusul dengan kebutuhan terhadap koneksi internet.

Piramida Maslow. Sumber: kompasiana.com

Pergeseran ketiga adalah konsumen yang menghindari terjadinya kontak fisik akibat pandemi COVID-19 dan beralih untuk melakukan aktivitas secara online. Perubahan ini membuat belanja online menjadi salah satu alternatif untuk memenuhi kebutuhan, yang telah dibuktikan oleh penelitian Sadikin dan Susanti (2020). Dari hasil penelitian, terlihat bahwa selama pandemi telah terjadi peningkatan jumlah pesanan online, yang berdampak signifikan terhadap penciptaan lapangan kerja di Indonesia dan inovasi dalam penggunaan teknologi.

Pergeseran keempat adalah terbentuknya lingkungan yang mempunyai rasa empati dan solidaritas tinggi akibat banyaknya musibah yang terjadi selama pandemi COVID-19. Jumlah donasi yang dilakukan akibat banyaknya orang terkena layoff dari pekerjaannya, orang yang meninggal akibat virus COVID-19, serta tingginya resesi pun meningkat. Masyarakat pun saling bergotong royong untuk membantu satu sama lainnya.


Melalui Transformasi Digital, Pertumbuhan Ekonomi Digital UMKM Meningkat

Pertumbuhan ekonomi digital pertama kali diperkenalkan oleh Tapscott pada tahun 1998 sebagai fenomena sosial yang mempengaruhi perkembangan sistem ekonomi dengan memanfaatkan bantuan internet untuk menjalankannya. Menurut Setiawan (2018), terdapat tiga cara untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi digital, yaitu:

1. Mendorong Kewirausahaan

Selama pandemi COVID-19, Kementerian Komunikasi dan Informatika (KEMENKOMINFO) Republik Indonesia membuat program Akademi Kewirausahaan Digital yang memberikan pelatihan peningkatan kompetensi digital dan motivasi kepada calon dan profesional wirausahawan. Untuk menumbuhkan motivasi para wirausahawan dalam menjalankan transformasi digital, KEMENKOMINFO melalui akun Instagram @digitalent.kominfo memberikan konten informasi literasi digital interaktif. dan berhasil mempengaruhi motivasi berwirausaha sebesar 56,9% (Dameria, 2021).

2. Mengembangkan Transaksi Bisnis Online

Pandemi COVID-19 telah mengubah aktivitas dan transaksi bisnis dari offline menjadi online, dimana terdapat lebih dari 1 juta pengguna baru e-commerce selama pandemi COVID-19 (Syamruddin, 2021). Lalu lintas internet di Indonesia mengalami pertumbuhan tahunan sebesar 73% pada kuartal pertama tahun 2020, meningkat menjadi 139% pada kuartal kedua tahun 2020. Pesatnya pertumbuhan digital dipicu oleh kebijakan pembatasan sosial pemerintah yang menyebabkan peningkatan belanja digital dan transaksi online, sehingga mendorong UMKM untuk berinovasi dan menyesuaikan operasi bisnis mereka.

Baca Juga: Peran Literasi Digital, Literasi Keuangan, Serta Keterampilan Wirausaha Pada UMKM

3. Memastikan Konektivitas Internet Berkecepatan Tinggi

KEMENKOMINFO telah menetapkan pembangunan Palapa Ring untuk mendukung konektivitas internet berkecepatan tinggi yang lebih luas. Artinya, UMKM yang berada di seluruh Indonesia dapat memperoleh akses internet yang baik untuk mempercepat transformasi digital dalam mengoptimalkan kinerja bisnis mereka.

Hasil dari studi ini menyimpulkan bahwa pandemi COVID-19 telah mendesak UMKM untuk mempercepat transformasi digital melalui pemanfaatan media sosial. Transformasi digital ini menyebabkan terbentuknya perilaku baru konsumen akibat pandemi. Hal ini berdampak positif bagi pengembangan gaya jual-beli UMKM di Indonesia. UMKM menjadi mampu melakukan penyederhanaan pekerjaan berupa efisiensi anggaran kegiatan promosi, menjangkau konsumen yang lebih luas, mengolah informasi layanan dan pengiriman yang lebih sederhana, memotong jalur operasional, serta menyediakan media informasi yang mudah diakses.

Jika merasa artikel ini bermanfaat, yuk bantu sebarkan ke teman-teman Anda. Jangan lupa untuk like, share, dan berikan komentar pada artikel ini ya Sahabat Wirausaha.

Sumber:

Gaffar, V., Koeswandi, T. and Suhud, U. (2022) ‘Has the COVID-19 pandemic accelerated the digital transformation of micro, small and medium-sized enterprises in Indonesia?’, Teorija in praksa, pp. 729–744. doi:10.51936/tip.59.3.729-744.