Kegiatan aksi mogok nasional oleh pengemudi ojek online (ojol) pada hari Selasa kemarin (20/5), diperkirakan bisa mempengaruhi perputaran uang harian di sektor transportasi digital.

Tidak hanya itu, secara lebih luas dampaknya juga akan dirasakan oleh sejumlah pihak. Contohnya seperti pelaku UMKM di bidang kuliner, pengusaha logistik mikro, hingga pekerja urban yang hidupnya bergantung pada layanan transportasi daring tersebut.

Salah satu lembaga yaitu Institute for Demographic and Poverty Studies (IDEAS), berpendapat bahwa angka kerugian akibat off bid massal para mitra ojol kemarin ditaksir mencapai Rp188 miliar. Angka tersebut didapat berdasarkan riset dari total Gross Transaction Value (GTV) pada industri ride-hailing sepanjang tahun 2024. Adapun total GTV pada tahun 2024 juga diperkirakan mencapai Rp135 triliun.

"Jika diasumsikan perputaran transaksi ini terjadi secara merata sepanjang tahun, maka estimasi perputaran uang harian mencapai sekitar Rp375,89 miliar. Bila terjadi penurunan aktivitas sebesar 50 persen dalam sehari akibat mogok, maka potensi nilai transaksi yang terdampak mencapai sekitar Rp187,95 miliar," ujar peneliti IDEAS, Muhammad Anwar, seperti dilansir dari Tirto.id.

Baca Juga: Nilai Ekspor UMKM Indonesia Tembus Rp947 Miliar dalam 4 Bulan

Perlunya Peran Pemerintah Sebagai Pelindung Tenaga Kerja

Selain itu, menurut Anwar, angka-angka kerugian tersebut sebenarnya hanya menjadi "puncak gunung es" dari persoalan aplikasi daring tersebut.

Kerugian yang bisa kita lihat ini, sejatinya memiliki makna yang lebih dalam, yaitu relasi yang timpang antara perusahaan platform dan para mitranya. Bahkan, jika kita kilas balik ke belakang, aksi para pengemudi ojol pada 20 Mei tersebut bukanlah yang pertama di tahun 2025.

Gabung Jadi Member UKMINDONESIA.ID untuk Kembangkan Bisnis UMKM kamu!

Maka dari itu, Anwar sangat berharap kepada pemerintah agar bisa hadir bukan hanya sebagai penengah yang netral, tetapi juga sebagai pelindung kepentingan rakyat pekerja. Hal ini diperlukan untuk menegakkan regulasi spesifik untuk menjamin standar minimum upah, perlindungan sosial, serta transparansi algoritma “orderan” yang sangat berpengaruh terhadap penghasilan para mitra ojol.

"Ketika pengemudi berhenti bekerja serentak, dampaknya langsung terasa, baik pada mobilitas harian masyarakat maupun pada kelangsungan operasional sektor-sektor terkait," tambah Anwar.

Anwar: Demo Ojol Memiliki Dampak Terhadap 4 (Empat) Sektor Utama, Termasuk UMKM

Seperti yang diketahui, salah satu bentuk aksi yang paling terlihat pada aksi mogok ini adalah penonaktifan aplikasi secara massal. Ribuan pengemudi ojol memilih untuk keluar dari akun ojolnya sebagai simbol mogok kerja. Akibatnya, banyak pengguna aplikasi tersebut yang kesulitan mendapatkan layanan transportasi online sejak pukul 13.00 siang kemarin, seperti dilansir dari ACI.id.

Ditambah lagi, beberapa pengguna di media sosial turut mengeluhkan sulitnya mendapatkan layanan pesan antar makanan. Bahkan, ada juga yang menyebutkan tarif platform menjadi naik secara drastis, karena jumlah driver atau pengemudi aktif sangat sedikit.

Dari fenomena tersebut, Anwar juga menjelaskan bahwa dampak mogok yang dilakukan para mitra ojol ini akan terasa pada empat sektor utama, yaitu:

  • Pertama, para pelaku UMKM dan pedagang kuliner yang mengandalkan GoFood atau GrabFood untuk menjangkau para pelanggannya. Ketika layanan tersendat, omzet harian mereka juga ikut terdampak. 

"Ini sangat merugikan, terutama bagi warung kecil yang bergantung pada pemasukan harian," ujar Anwar.

  • Kedua, masyarakat umum, terutama dari golongan berpenghasilan menengah ke bawah yang menggantungkan mobilitas hariannya pada ojol untuk beraktivitas seperti ke kantor, sekolah, hingga rumah sakit.
  • Ketiga, sektor logistik skala kecil yang mengandalkan layanan pengiriman instan, seperti GoSend atau GrabExpress. 

"Penurunan layanan menghambat pengiriman barang, termasuk kebutuhan mendesak seperti obat-obatan atau dokumen penting," tambah Anwar.

  • Keempat, mogok ini akan berdampak pada risiko reputasi dan kerugian langsung bagi perusahaan platform. Menurutnya, ketergantungan pada jaringan pengemudi yang luas seharusnya diimbangi dengan model kerja yang adil. Hal ini dikarenakan jika mitra tidak merasa dihargai atau terlindungi, maka keberlanjutan platform juga akan ikut terancam.

"Platform digital tak bisa terus bergantung pada jaringan pekerja tanpa jaminan kesejahteraan. Ini alarm moral bagi industri dan regulator," tutupnya.

Referensi : Tirto.id, ACI.id

Sumber Gambar : ACI.id