Pada Rabu (13/8/2025), puluhan ribu warga yang juga termasuk para emak-emak serta pedagang pasar, mengikuti aksi unjuk rasa di depan kantor Bupati Pati, Jawa Tengah. Dalam aksi tersebut, mereka menunjukkan rasa keberatan terhadap sejumlah kebijakan Bupati Pati, Sudewo, yang dinilai sangat merugikan rakyat.

Tercatat, ada sekitar 230 pedagang dari Pasar Yai di Kecamatan Pati yang mengikuti aksi unjuk rasa tersebut. Adapun alasan mereka datang yaitu ingin memprotes kebijakan dari Sudewo, yang berencana akan menggusur Pasar Yai karena akan dijadikan bundaran.

”Sudewo ini tidak menciptakan lapangan pekerjaan, tetapi malah membuat pengangguran. Pokoknya kami ingin agar Pasar Yai tetap dipertahankan,” ujar Wawan, Koordinator Pedagang Pasar Yai, seperti dilansir dari Kompas.id.

Tarif PBB-P2 Dinaikkan, Warga Pati Keberatan 

Di antara ramainya warga yang hadir di depan Kantor Bupati Pati, salah satu warga bernama Solihatin (60), datang bersama putrinya dari Kecamatan Pucakwangi. Ia mengaku datang ke lokasi unjuk rasa dengan sepeda motornya, berboncengan dengan sang putri.

”Saya sengaja datang ke sini karena ingin ikut menyuarakan kekecewaan akibat pajak yang kemarin dinaikkan. Meskipun sudah dibatalkan dan bilang yang terlanjur membayar akan dikembalikan, sampai sekarang belum ada kejelasan,” ungkap Solihatin, saat ditemui di sekitar kantor Bupati Pati.

Sejalan dengan Solihatin, Bandi (70), seorang tukang becak dari Pati juga merasa kecewa dengan kebijakan kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) sebesar 250 persen. Akibat kebijakan tersebut, Bandi yang biasanya membayar pajak sebesar Rp 250.000 per tahun, jadi harus membayar sebesar Rp 950.000 per tahunnya.

”Kebijakan itu sangat memberatkan rakyat. Sekarang ini cari uang sulit, malah pajak dinaikkan. Dalam kondisi seperti ini, seharusnya malah menurunkan, bukan menaikkan,” kata Bandi.

Demonstrasi Besar-Besaran di Pati, Tetapi Banyak Dagangan Kurang Diminati

Di sisi lain, adanya demo besar-besaran di depan kantor Bupati Pati tersebut justru membuat Yanto, seorang penjual es teh manis Rp 5 ribuan, menjadi semangat. Ia mengaku bahwa sudah berangkat dari Semarang sejak pagi buta, tepatnya pukul 03.30 WIB untuk menuju lokasi.

"Sampai di Pati jam setengah 6 pagi," ujar Yanto, saat ditemui di Alun-Alun Pati, Rabu (13/8) seperti dikutip dari Kumparan,com.

Kemudian, Yanto bercerita bahwa ia sangat berusaha keras menjajakan dagangannya dengan cara berpindah-pindah tempat, agar es tehnya bisa cepat laku. Namun, sayangnya ternyata dagangan Yanto tidak ada yang melirik.

"Kurang, mas, hari ini kurang. Soalnya tadi kan ada demo, ditembaki gas air mata, jadi kocar-kacir. Nah yang beli kan nggak ada. Saya dorong ke sana, dorong ke sini," tambah Yanto.

Hal serupa juga diungkapkan oleh Duwik (36), seorang pedagang asongan dari kota yang sama dengan Yanto. Dalam demonstrasi tersebut, polisi menembakkan gas air mata kepada para pendemo sehingga Duwik ikut terkena dampaknya.

"Ini mata saya masih perih," kata Duwik, sambil menunjuk matanya yang memerah di Pantura Karanganyar, seperti dilansir dari Kompas.com.

Sebenarnya, ia sadar betul akan resiko saat berdagang di lokasi demo. Tetapi, niatnya hanya semata-mata untuk mencari rezeki. Bahkan, Duwik mengungkapkan bahwa kericuhan tersebut bukanlah satu-satunya alasan pulang, melainkan karena dagangannya kurang diminati.

"Yang satu gara-gara geger, yang kedua tidak laku," pungkasnya.




Referensi : Kompas.com, Kompas.id, Kumparan.com

Sumber Gambar : Kompas.id