Sumber Foto: halalmui.org

Sahabat Wirausaha, tahukah kamu kalau aturan terbaru membuat sertifikat halal di Indonesia berlaku tanpa batas waktu — selama tidak ada perubahan bahan atau proses produksi?

Kebijakan ini muncul lewat Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja, yang menyebut sertifikat halal tetap sah sepanjang tidak ada perubahan komposisi bahan, fasilitas, atau Proses Produk Halal (PPH).

Namun, aturan “tanpa batas waktu” ini mulai menuai perhatian dari berbagai pihak, termasuk Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) sendiri. Kepala BPJPH Ahmad Haikal Hasan menilai, masa berlaku yang tidak dibatasi bisa menjadi kendala bagi produk Indonesia yang ingin bersaing di pasar ekspor.

“Tidak ada sertifikat halal yang berlaku selamanya di dunia internasional. Kalau regulasi kita tidak disesuaikan, produk Indonesia bisa kesulitan menembus pasar global,” ujar Haikal saat ditemui di Jakarta, Jumat (3/10/2025).


Praktik Global: Sertifikat Halal Ada Masa Berlaku

Secara internasional, sertifikat halal memiliki masa berlaku terbatas, biasanya antara 1 hingga 3 tahun. Negara-negara seperti Arab Saudi dan beberapa wilayah di Eropa hanya mengakui produk dengan sertifikat halal aktif yang telah diperbarui secara berkala.

Bahkan di kawasan ASEAN, masa berlaku rata-rata hanya 1 tahun, kecuali di Malaysia yang menggunakan sistem JAKIM dengan masa berlaku 2 tahun, dan bisa diperpanjang hingga 5 tahun bagi pelaku usaha yang terbukti konsisten menjaga standar halal.

Inilah sebabnya, aturan “seumur hidup” yang diterapkan di Indonesia berpotensi menimbulkan pertanyaan dari lembaga halal luar negeri, terutama terkait validitas audit dan jaminan proses halal dalam jangka panjang.

Baca Juga: Segera Daftar! BPJPH Berikan Layanan Sertifikasi Halal bagi Warteg, Warsun, dan Warpad Secara Gratis


Evolusi Aturan Sertifikat Halal di Indonesia

Kalau ditelusuri, ketentuan masa berlaku sertifikat halal memang beberapa kali mengalami perubahan:

  • Sebelum 2020, masa berlaku sertifikat halal mengikuti aturan LPPOM MUI, umumnya empat tahun.

  • Periode 2020–2023, sistem ini dipertahankan di bawah BPJPH.

  • Sejak 2023, berdasarkan UU Cipta Kerja hasil perubahan, sertifikat halal tidak lagi memiliki masa berlaku tertentu, selama tidak ada perubahan bahan, fasilitas, atau proses produksi.

Namun, dalam prakteknya, kondisi usaha seringkali berubah. Mulai dari pindah lokasi produksi, penambahan menu baru, hingga perubahan bahan baku. Hal-hal seperti ini bisa membuat jaminan halal perlu dievaluasi ulang agar tetap sesuai standar.

“Sulit membayangkan usaha tidak berubah seumur hidup. Bahkan UMKM pun berkembang — menambah produk, mengganti pemasok, memperluas pabrik. Kalau sertifikatnya tidak diperbarui, bagaimana bisa dijamin prosesnya tetap halal?” ujar Haikal. 


Imbas ke Daya Saing dan Ekspor

Isu ini bukan semata soal administrasi, Sahabat Wirausaha. Di baliknya, ada kepentingan besar untuk menjaga daya saing ekspor produk halal Indonesia.

Secara global, nilai transaksi industri halal diperkirakan mencapai Rp21.000 triliun, namun kontribusi Indonesia baru sekitar Rp637 triliun pada 2024. Jika regulasi tidak harmonis dengan standar internasional, peluang ekspor bisa terhambat.

Banyak buyer luar negeri melihat masa berlaku sertifikat sebagai ukuran kredibilitas sistem halal kita. Kalau tidak ada pembaruan rutin, mereka ragu apakah prosesnya masih sama seperti saat awal disertifikasi,” kata Haikal menegaskan.

Baca Juga: Pelaku UMKM Wajib Memiliki Sertifikasi Halal, BPJPH: Tahun Depan Harus Sudah Siap


Menuju Pengakuan Halal yang Diakui Dunia

Kebijakan revisi ini diharapkan dapat memperkuat posisi Indonesia sebagai pusat industri halal dunia, bukan hanya di atas kertas, tapi juga dalam praktik.

Dengan sertifikasi yang kredibel, periodik, dan selaras dengan standar global, produk Indonesia—termasuk dari sektor UMKM—akan lebih mudah menembus pasar internasional.

“Tujuan akhirnya bukan mempersulit pelaku usaha, tapi memastikan label halal Indonesia benar-benar dihormati di dunia,” tutup Haikal. 


Mencari Titik Tengah: Pengakuan Dunia vs Beban Tambahan untuk UMKM 

Untuk itu, BPJPH bersama Kementerian Hukum RI tengah mengkaji kemungkinan revisi atau penyesuaian aturan melalui mekanisme judicial review.

Menurut Haikal, masa berlaku empat tahun seperti aturan sebelumnya sebenarnya bisa menjadi titik tengah yang realistis — tidak terlalu singkat, namun tetap memberi ruang audit berkala agar jaminan halal terjaga.

Empat tahun masih ideal. Tidak memberatkan pelaku usaha, tapi juga memastikan standar halal tetap hidup dan dipercaya dunia, katanya.

Di sisi lain, hasrat untuk mendapatkan pengakuan dunia tersebut memunculkan kekhawatiran bagi UMKM, khususnya wirausaha Mikro dan Kecil. Apabila masa berlaku Sertifikat Halal hanya 3-4 tahun,  maka hal tersebut akan mempengaruhi struktur biaya produk mereka. Berikut beberapa cuplikan kerisauan UMKM.  

Menurut saya ada baiknya kalau ada evaluasi berkala. Dievaluasi dalam 3 tahun sekali bagus juga. Tapi bukan berarti bahwa halal yg sebelumnya expired.  Dan harus proses ulang utk halal... (Dikhawatirkan terutama utk halal yg mandiri di mana biaya tidak sedikit, menjadi pemborosan cuan bagi UMKM.  Intinya boleh2 saja, tp bentuknya evaluasi. Bukan expired”, ujar mereka. 

Kalau menurut saya untuk review proses dan juga bahan yang digunakan memang harus berkala untuk jaminan buat customer, tetapi kalau nanti proses sertifikasi lanjutan dibuat ribet kemudian peluang untuk membebani UMKM saya tidak setuju”, ujar yang lain.  

Ada baiknya pemerintah fokus pastikan seluruh rumah potong hewan sudah bersertifikat halal juga, karena saat ini banyak UMKM sulit urus Sertifikat Halal, bukan karena bahannya tidak halal, tapi karena belinya dari pedagang atau tukang potong yang tidak bersertifikat halal di dekat tempat usahanya.  Kalau UMKMnya harus ekstra beli jauh-jauh demi dapat bahan bersertifikat halal kan lucu, biaya jadi meningkat juga”, tambah yang lain lagi. 

Itu dia sedikit cuplikan reaksi UMKM yang ada di komunitas kami. Semoga kebijakan ini tidak menambah beban UMKM, jadi makin sulit naik kelas. Semoga Pemerintah bisa menemukan titik tengah, dimana pengakuan dunia bisa diraih tanpa perlu menambah beban UMKM. Misalnya, dengan kembali menerapkan sertifikasi berbasis sukarela untuk UMKM, dan mewajibkan untuk Usaha Besar saja.  Kalau menurut Sahabat Wirausaha, bagaimana?  

Jika artikel ini bermanfaat, mohon berkenan bantu kami sebarkan pengetahuan dengan membagikan tautan artikelnya, ya!

Bagi Sahabat Wirausaha yang ingin bergabung dengan Komunitas UMKM di bawah naungan kami di UKMIndonesia.id - yuk gabung dan daftar jadi anggota komunitas kami di ukmindonesia.id/registrasi. Berkomunitas bisa bantu kita lebih siap untuk naik kelas!

Referensi:

  • Detik.com, “Sertifikat Halal Akan Ada Masa Berlaku, BPJPH Lakukan Perbaikan Regulasi”, 3 Oktober 2025.
  • Liputan6.com, “Masa Berlaku Sertifikat Halal Disorot Negara Lain, Komisi VIII RI Komitmen Terhadap Produk Halal”, 30 September 2025.
  • Kemenag.go.id, “Perpu Ciptaker: BPJPH Sertifikasi Halal Bagi UMK Lebih Cepat”, 2023.
  • BPJPH Halal Go.id, “Masa Penahapan Usai, Kewajiban Sertifikasi Halal Berlaku Mulai 18 Oktober 2024”.
  • Kontan.co.id, “BPJPH Dorong Revisi Aturan Sertifikat Halal Seumur Hidup”, 3 Oktober 2025.