Ada fenomena berbeda dan menarik untuk dikaji yang ditampilkan Sahabat Wirausaha, antara saat krisis yang melanda Indonesia tahun 1998 dan 2008 lalu dengan saat pandemik Covid yang menghantam negeri kiat di tahun 2020 ini.

Seperti yang kita ketahui bersama Sahabat Wirausaha, Indonesia menghadapi hantaman badai krisis moneter pada 1998, dimana indeks bursa saham terjun bebas. Rupiah melemah dari yang awalnya Rp 2.500 menjadi Rp 16.650 per dolar Amerika Serikat. Di sektor keuangan, pemerintah melikuidasi belasan bank. Utang perusahaan-perusahaan pun membengkak dan banyak korporasi besar yang bangkrut.

Baca Juga: Langkah Praktis Untuk Melakukan Pencatatan Keuangan Usaha

Gambar 1. Rupiah Melemah Saat Krisis

Sumber: nusantaranews.co

Namun dari fenomena krisis moneter ini, UMKM merupakan penyelamat dan penopang perekonomian negara yang terkenal dengan sebutan zamrud khatulistiwa ini. Di tengah kondisi yang serba sulit dan memprihatinkan, UMKM masih mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar.

Dilansir dari katadata yang mengutip Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah tenaga kerja pada saat krisis ekonomi 1998 di UMKM sebanyak 64,31 juta. Angka ini hanya turun sedikit sebesar 1,96 % dibandingkan 1997 yang mencapai 65,6 juta jiwa. Namun yang menggembirakan, tenaga yang terserap kembali meningkat 4,4 % menjadi 67,16 juta orang selang setahun setelah krisis.

Baca Juga: Menerapkan Mobile Banking Dalam Pencatatan Keuangan

Gambar 2. Jumlah Tenaga Kerja UMKM Tahun 1997 hingga 2000

Sumber: Katadata.co.id

Lebih jauh, Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Teten Masduki menyatakan bahwa UMKM berhasil menambah devisa dengan meningkatkan ekspor ketika krisis moneter tahun 1998 lalu. Saat itu, ketika banyak industri berjatuhan, ekspor UMKM justru naik 350 persen. Produk UMKM yang dikirim ke luar negeri saat itu lebih kepada produk furniture dan bahan baku lokal hasil laut dan pertanian. UMKM mampu meraup tingginya kurs dolar Amerika Serikat.

Baca Juga: Percepat Pertumbuhan UMKM Kuliner Dengan Cloud Kitchen

Tantangan dari badai krisis tidak berhenti di tahun 1998. Seperti menelan pil pahit, Indonesia kembali terseret krisis keuangan global yang dipicu subprime mortgage yang dimulai di Amerika Serikat di tahun 2008. Ketika badai ini terjadi, UMKM kembali berandil besar dalam mempertahankan denyut ekonomi masyarakat Indonesia. Berdasarkan data BPS, jumlah penyerapan tenaga kerja justru terpantau meningkat sebesar 3,9 % menjadi 90,49 juta jiwa dibandingkan tahun sebelumnya.

Gambar 3. Jumlah Tenaga Kerja UMKM Tahun 2007 hingga 2010

Sumber: Katadata.co.id

Center for Information and Development Studies atau yang disingkat dengan CIDES, pernah membuat analisis mengenai tiga faktor yang membuat UMKM mampu bertahan menghadapi krisis di tahun 1998 dan 2008.

Faktor pertama, UMKM pada umumnya menghasilkan barang konsumsi dan jasa yang dekat dengan kebutuhan masyarakat sehingga permintaannya selalu ada; faktor kedua, yaitu pelaku UMKM memanfaatkan sumber daya lokal terkait tenaga kerja, bahan baku, dan peralatan, sehingga sebagian besar UMKM tidak mengandalkan barang impor yang sangat terpengaruh fluktuasi rupiah; dan faktor ketiga, bisnis UMKM tidak banyak ditopang dana perbankan, melainkan dari dana pribadi.

Baca Juga: Tips Mengelola Stok Barang Untuk Kelancaran Arus Kas

Lebih jauh, CIDES menyebutkan fenomena ini bukan hanya terjadi di negeri kita, melainkan juga terjadi di sejumlah negara sejak lama, seperti Jepang setelah luluh lantak oleh bom atom di Hiroshima dan Nagasaki pada tahun 1945.

Berbeda dengan kondisi krisis pada tahun 1998 dan 2008, UMKM kini terkena hantaman paling awal saat virus corona merebak di Indonesia. Pandemi membuat daya beli masyarakat secara global anjlok, ditambah dengan pembatasan sosial yang menghambat ruang gerak UMKM.

Lebih jauh, Sandiaga Salahuddin Uno yang saat ini menjabat sebagai Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif sempat mengemukakan data dimana 47% UMKM telah berhenti beroperasi dan KO ketika menghadapi pandemi bahkan di ronde pertama, sedangkan sisanya para UMKM tetap buka dengan omzet yang drop. Pak Sandi juga menyebut potensi jumlah pengangguran mencapai 10 juta hingga 15 juta orang tahun ini yang sebagian besar dari sektor informal dan UMKM.

Gambar 4. UMKM di tengah Pandemi

Sumber: Tribunnews.com

Selain Pak Sandi, Sekretaris Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), Raden Pardede, juga turut bersuara terkait perbedaan kondisi UMKM ketika menghadapi Pandemi dengan krisis moneter tahun 1998.

Baca Juga: Menyusun Anggaran dan Proyeksi Pertumbuhan Usaha untuk Rencanakan Kesuksesan

Pada tahun 1997-1998 silam, sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) masih dapat beraktivitas serta tidak ada pembatasan seperti larangan untuk bekerja, larangan berbisnis, dan tidak ada kegiatan work from home, sehingga pada situasi krisis UMKM tidak begitu terpuruk. Hal ini tentu berbeda dengan situasi ekonomi Indonesia selama adanya pandemi virus corona (Covid-19) yang harus dibatasi aktivitasnya karena himbauan pemerintah.

Hasil survei Katadata Insight Center (KIC) terhadap 206 responden pemilik UMKM menunjukkan mayoritas pelaku usaha yang bertahan dari krisis ekonomi 1998 dan 2008 melanjutkan usahanya di masa pandemi dengan beralih ke sistem pemasaran online. Selain itu membuat produk atau usaha baru dan mendapatkan modal tambahan.

Gambar 5. Cara UMKM Bangkit dari Bisnis

Sumber: Katadata.co.id

Seiring dengan hasil survei KIC, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian mencatat sejak 14 Mei hingga 9 Juni 2020 sebanyak 301.115 UMKM beralih ke digital. Teten Masduki mengatakan bahwa masa pandemi sebenarnya menjadi kesempatan bagi UMKM untuk migrasi ke pasar online. Namun lebih jauh, ada satu hal yang menurut Teten Masduki sangat penting dan belum banyak dilakukan oleh Sahabat Wirausaha saat ini, yaitu membuat model bisnis.


Mengenal Apa Itu Business Model?

Sesuai dengan namanya, business model adalah sebuah model dasar yang menjelaskan bagaimana sebuah bisnis yang Sahabat Wirausaha jalankan dapat menghasilkan keuntungan. Melalui komponen-komponen yang terdapat di dalam model bisnis, bisnis tidak akan berjalan tanpa arah karena Sahabat Wirausaha sudah mengetahui apa produk yang kita ciptakan serta target pasar yang akan dituju.

Baca Juga: Beberapa Model Ekspansi Bisnis yang Perlu Diketahui UMKM

Yang perlu Sahabat Wirausaha ketahui, business model dengan business plan adalah dua hal yang berbeda. Jika business plan adalah rencana tertulis yang menjelaskan tentang bagaimana suatu kegiatan bisnis dilakukan agar tujuan yang telah ditetapkan dapat dicapai, business model lebih berfokus kepada bagaimana mendapatkan profit atau keuntungan dari bisnis yang sedang dijalankan.

Lebih jauh, dengan adanya business model, bisnis Sahabat Wirausaha juga akan berbeda dengan bisnis kompetitor, dapat menentukan produk yang ingin diciptakan, serta value atau nilai apa yang akan diberikan kepada pelanggan.


Manfaat Business Model

Berikut beberapa manfaat yang akan Sahabat Wirausaha dapatkan jika memiliki model bisnis yang matang, antara lain:

1. Unggul dari kompetitor

Menurut Small Business, manfaat dari business model adalah dapat membuat Sahabat Wirausaha unggul dari kompetitor. Terlebih, jika business model yang Sahabat Wirausaha terapkan terkesan unik dan menarik.

Contoh sederhana adalah dengan menerapkan metode pembayaran digital yang cukup dengan scan barcode. Hal ini tentu akan menjadi poin unggul bagi bisnis Sahabat Wirausaha dari kompetitor yang tidak menerapkan hal tersebut karena akan memberi kemudahan dan kecepatan untuk konsumen dalam bertransaksi.

Baca Juga: 7 Model Bisnis Social Enterprise

2. Menarik perhatian investor

Business model yang bagus secara otomatis akan menarik perhatian investor untuk memberikan pendanaan kepada bisnis tersebut. Seperti yang Sahabat Wirausaha ketahui, permodalan menjadi salah satu isu yang banyak dikeluhkan oleh pegiat UMKM saat ini. Sulitnya permodalan disaat genting seperti pandemi membuat banyak UMKM tidak mampu bertahan. Untuk itu, solusi yang dapat Sahabat Wirausaha lakukan untuk menanggulangi hal ini adalah dengan membuat model bisnis yang baik dan matang.

3. Manajemen keuangan yang teratur

Melalui business model, Sahabat Wirausaha tentu dapat membuat anggaran yang tepat mengenai proses produksi, jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan, dan lain sebagainya. Dengan demikian, kita dapat mengatur keuangan dengan baik. Sebab, kebanyakan bisnis mengeluarkan uang tanpa dianggarkan, sehingga tidak bertahan lama.


Bagian dan Macam-Macam Model Bisnis

Secara sederhana, model bisnis dapat digambarkan menjadi tiga bagian, yaitu:

  • jenis produk yang dihasilkan dan ketersediaan tenaga kerja dalam membuat produk tersebut
  • strategi pemasaran yang dilakukan, distribusi, pengiriman, hingga proses penjualan
  • strategi harga yang digunakan serta metode pembayaran dari pelanggan

Dalam membuat model bisnis, terdapat beragam model yang dapat Sahabat Wirausaha ikuti seperti berikut ini:

Baca Juga: Perkembangan Model Bisnis Bagi UKM

1. Franchise

Sahabat Wirausaha tentu sudah familiar dengan model bisnis franchise. Model bisnis yang terkenal dengan istilah waralaba ini sudah sangat menjamur di Indonesia dan negara-negara lainnya. Waralaba adalah sistem pendistribusian barang maupun jasa kepada pelanggan akhir dengan pemilik hak waralaba yang memberikan haknya kepada individu atau perusahaan untuk melaksanakan bisnis dengan merek, nama, sistem, Standar Operasional dan Prosedur (SOP), dan cara-cara yang telah ditetapkan sebelumnya dalam jangka waktu tertentu meliputi area tertentu. Pemilik atas merek atau usaha yang memberikan hak waralaba disebut franchisor, sedangkan pembeli atau penerima hak waralaba disebut franchisee.

Gambar 6. Bisnis Waralaba

Sumber: konsultanmanajemenusaha.com

2. Marketplace

Di era digital saat ini, marketplace juga menjadi salah satu model bisnis yang sangat terkenal dan digemari banyak Sahabat Wirausaha. Marketplace adalah business model yang mempertemukan antara penjual dan pembeli secara online dan biasanya menggunakan situs web ataupun aplikasi. Beragam marketplace yang terkenal di Indonesia saat ini seperti Shopee, Tokopedia, Bukalapak, dan Lazada, dan lain sebagainya.

Baca Juga: Workshop Model Bisnis

Gambar 7. Marketplace di Indonesia

Sumber: sinews.org

3. Dropship

Seperti marketplace, jenis model bisnis satu ini juga mengandalkan online dalam aktivitasnya. Ketika menerapkan dropship, Sahabat Wirausaha tidak perlu membuat toko offline. Biasanya, orang yang menjalankan jenis bisnis ini disebut sebagai dropshipper. Dropshipper tidak memiliki produk dan peran dropshipper hanya sebagai pintu transaksi atau menjual barang yang siap jual saja.

Produk aslinya sebetulnya dimiliki oleh produsen atau supplier. Metode bisnis dropship adalah dimana ketika dropship mendapat pesanan, maka produsen atau supplier segera menyiapkan barang sesuai pesanan. Biasanya model bisnis dropship dilakukan oleh para perintis usaha (startup) karena mudah dilakukan tanpa modal.

4. Subscription atau Berlangganan

Business model ini menerapkan bisnis dimana pelanggan akan dikenakan biaya berlangganan untuk mendapatkan akses dari layanan tersebut. Waktu langganannya pun terdapat beragam pilihan, ada yang satu tahun, satu bulan, tiga bulan, dan lain sebagainya. Selain itu, terdapat pula jenis-jenis paket seperti paket basic, premium, hingga professional. Di era digital saat ini, sudah banyak bisnis yang menerapkan model seperti subscription ini, seperti Netflix, Spotify, YouTube, dan lain sebagainya.

Baca Juga: Memantapkan Rencana Usaha Sederhana Dengan Kanvas Model Bisnis

5. Freemium

Dulu, model bisnis ini lebih dikenal dengan razor-razorblade model karena pencetusnya adalah perusahaan pencukur bulu dengan menjual gagang pencukur bulu dan pisau cukurnya secara terpisah. Dimana gagang pencukurnya diberikan secara gratis sedangkan pisau cukurnya ditebus dengan harga tertentu.

Model freemium adalah dimana Sahabat Wirausaha pada awalnya dapat mendapatkan produk tersebut secara gratis, namun dengan keterbatasan fitur. Sahabat Wirausaha dapat mengakses fitur secara penuh dengan membeli produk tersebut. Model bisnis ini sering dijumpai pada produk digital, misalnya pada game.

Gambar 8. Freemium Spotify

Sumber: hubspot.com

6. Crowdsourcing

Model bisnis crowdsourcing mengandalkan konsumennya untuk berpartisipasi dalam membuat dan mendesain produk. Bisnis crowdsourcing juga bisa dikatakan kombinasi dari beberapa user yang kemudian memberikan satu solusi lengkap dalam satu produk. Contoh model crowdsourcing adalah Shutterstock, Wikipedia, dan aplikasi kursus online.

7. Manufaktur

Manufaktur menjadi salah satu model bisnis tradisional yang masih diminati sampai saat ini. Sederhananya, model bisnis bergerak pada usaha membuat barang mentah menjadi sebuah produk, baik produk untuk diolah kembali ataupun sebagai end product.

Baca Juga: Penyusunan Rencana Untuk Menunjang Pertumbuhan Usaha

Perusahaan-perusahaan seperti Dell Computer atau Hewlett-Packard yang menjual komputer jadi dan komponen-komponen perakitan komputer, masih tergolong sebagai sebuah perusahaan manufaktur. Untuk menyalurkan barang ke tangan konsumen, perusahaan ini bisa langsung menyalurkannya ataupun melalui pihak distributor.

Salah satu tantangan perusahaan manufaktur adalah harus menyediakan modal yang besar dan mendapatkan bahan baku untuk menjaga proses produksi tetap lancar dan ketersediaan barang di pasar tetap terjaga.

8. Distributor

Distribusi menjadi aktivitas utama dari bisnis yang menjalankan model bisnis ini, dimana penjual membeli produk secara langsung ke produsen (manufaktur) dan menjual kembali ke retailer. . Ya Sahabat Wirausaha, distributor tidak memproduksi barang sendiri, tapi menjadi penyalur produk untuk dijual di pasaran. Para perusahaan distributor ini menjalin kerja sama dengan perusahaan manufaktur untuk mendistribusikan produk mereka.

Pasar dari model bisnis sangat luas karena bisa saja mendistribusikan barang secara B2B ataupun B2C, tergantung dari jaringan yang mereka miliki. Secara teknis, perusahaan distributor ini bisa saja memasarkan beberapa produk sekaligus atau hanya menjadi distributor untuk satu jenis/merek tertentu saja.

Salah satu perusahaan distributor ternama di Indonesia adalah PT. TAM yang menjadi distributor untuk produk smartphone. TAM menjadi mitra distribusi beberapa perusahaan manufaktur dari luar negeri seperti Xiaomi, Samsung dan Blackberry. Untuk mendapatkan profit, distributor ini membeli produk tersebut dengan volume yang besar dan menjualnya ke retailer dengan harga yang lebih tinggi.

9. Retailer

Retailer adalah pengusaha yang menjual produk kepada konsumen yang barangnya berasal dari distributor atau grosir.

10. Bundling

Bundling atau paket menjadi model bisnis lainnya berdasarkan strategi produk dan harga. Dalam model ini, Sahabat Wirausaha dapat menjual dua atau lebih produk secara bersama-sama dalam satu unit penawaran yang sama. Seringkali kombinasi produk ini dijual dengan harga yang lebih rendah dibandingkan harga yang mereka kenakan untuk masing-masing produk.

Model ini memungkinkan perusahaan untuk meningkatkan volume penjualan dan kemudahan untuk memasarkan produk atau layanan yang lebih sulit untuk dijual. Namun, efek sampingnya adalah margin keuntungan bisa lebih menyusut karena produk-produk ini dijual dengan harga yang lebih murah. Beberapa perusahaan yang menggunakan model bisnis ini adalah Adobe Creative Suite, McDonald’s, dan perusahaan makanan cepat saji lainnya.

Gambar 9. Bundling McDonald

Sumber: scanharga.com

Itulah 10 ragam model bisnis yang perlu Sahabat Wirausaha ketahui dan dapat diimplementasikan dalam bisnis yang Sahabat Wirausaha jalankan. Model bisnis mana yang menjadi favorit Sahabat Wirausaha?

Jika merasa artikel ini bermanfaat, yuk bantu sebarkan ke teman-teman Anda. Jangan lupa untuk like, share, dan berikan komentar pada artikel ini ya Sahabat Wirausaha.

Referensi:

katadata.co.id. Penyelamat Krisis 1998 dan 2008 yang Terguncang Pandemi