Sahabat Wirausaha, sebagai warga negara Indonesia, kita tahu bahwa batik bukan hanya sekedar hasil karya anak bangsa namun lebih dari itu. Batik merupakan identitas bangsa Indonesia dan warisan budaya dari para leluhur kita yang harus dilestarikan dan dikembangkan. Maka tak heran bila jumlah industri batik di Indonesia semakin banyak hingga kini.

Namun demikian, seiring berkembangnya zaman dan teknologi, banyak hal turut berubah. Setiap pelaku usaha pun dituntut untuk menyesuaikan diri dengan perubahan tersebut, khususnya dalam era digital saat ini. Timbul pertanyaan, apa yang harus dilakukan para pelaku UMKM Batik agar dapat mengembangkan bisnis secara berkelanjutan?


Sekilas Tentang Perkembangan Industri Batik di Indonesia

[Sumber: Mahmur Marganti/Unsplash]

Menurut data dari Balai Besar Kerajinan dan Batik (BBKB) Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Republik Indonesia, terdapat sebanyak 2.951 Industri Mikro, Kecil, dan Menengah (IMKM) Batik yang tersebar di seluruh Indonesia. Tentu, jumlah tersebut terbilang cukup banyak. Lantas, bagaimana perkembangan industri batik saat ini?

Hingga kini, industri batik diyakini masih berperan sebagai penggerak kegiatan ekonomi kerakyatan dan pendongkrak pertumbuhan ekonomi nasional. Dilansir dari sumber Siaran Pers Kemenperin RI, capaian ekspor produk batik di sepanjang tahun 2021 mencapai 46,24 juta dollar sedangkan pada semester 1 tahun 2022 mencapai 27,42 juta dollar. Hal ini menunjukkan bahwa produk batik Indonesia telah banyak diminati oleh pasar global. 

Baca Juga: Manfaatkan Digital Marketing, Bebatikan Jogja Catat Omzet Hingga Rp150 Juta Per Bulan


Permasalahan Umum yang Dihadapi Industri Batik di Indonesia

Berdasarkan Majalah Ilmiah DKB Kemenperin RI, terdapat beberapa permasalahan umum yang dihadapi industri batik di Indonesia yaitu:

1. Masalah Ketersediaan Printing

Industri batik sebagian besar tidak memiliki printing yang valid atau dengan kata lain tidak memperbaharui data pada database. Alasannya, anggaran yang tersedia untuk kegiatan pengumpulan data masih terbatas. Selain itu, komunikasi antara pemerintah daerah dengan industri batik di daerah setempat masih belum optimal.

Maka tak heran bila ditemukan kasus-kasus seperti database tidak update, database perlu verifikasi ulang, database tidak lengkap, bahkan ada pula yang tidak memiliki database sama sekali. Padahal, database tersebut merupakan hal penting yang dibutuhkan industri batik untuk menyusun rencana pengembangan bisnis yang efektif dan efisien.

2. Masalah Ketersediaan Bahan Baku

Masalah terkait ketersediaan bahan baku kerap dialami oleh industri batik yang berlokasi di luar Pulau Jawa. Alasannya, bahan baku yang dibutuhkan harus dibeli dari Pulau Jawa sehingga proses pengirimannya tentu membutuhkan waktu yang cukup lama. Hal ini memberikan dampak cukup besar yaitu terhambatnya aktivitas produksi dan meningkatnya biaya produksi.

3. Masalah Keterampilan Tenaga Kerja

Berbeda dengan batik printing yang menggunakan tenaga mesin, produksi batik tulis/canting; batik cap; batik kombinasi tulis dan cap; serta batik lukis/colet, membutuhkan ketelitian dan keterampilan khusus. Hal ini kemudian berdampak kepada industri batik yang berlokasi di luar Pulau Jawa karena sulit menemukan tenaga ahli membatik.

Industri batik di luar Pulau Jawa biasanya harus mengundang perajin batik dari Pulau Jawa untuk memberikan pelatihan khusus kepada tenaga kerja lokal. Pelatihan tersebut pun membutuhkan waktu dan anggaran yang cukup besar.

4. Masalah Pengembangan Usaha Kain Lokal

Beberapa provinsi seperti Sumatera Selatan, Sulawesi Tenggara, Nusa Tenggara Barat, dan Kalimantan lebih berfokus pada pengembangan usaha kain lokal yang sudah ada sejak lama.  Usaha kain lokal tersebut bahkan telah menembus pasar global. Hal ini menyebabkan industri batik kurang berkembang di beberapa wilayah tersebut.

Baca Juga: Bisnis Batik Sukses, Kisah Batik Sakera Membangun Usaha Beromzet Ratusan Juta

5. Masalah Pengelolaan Limbah

Limbah industri adalah salah satu masalah penting yang harus diperhatikan semua industri termasuk industri batik. Limbah industri batik umumnya berbentuk padat, cair, dan gas yang dapat mencemari lingkungan dan menimbulkan masalah kesehatan bagi masyarakat sehingga perlu dikelola dengan baik.

Hingga kini, masih ditemukan industri batik yang belum berupaya untuk mengelola limbah industrinya seperti kasus industri batik di Kabupaten Pekalongan mencemari sumur warga. Padahal, sumur tersebut merupakan satu-satunya sumber air bersih bagi warga sekitar. Akibatnya, produksi batik justru memberikan dampak buruk seperti menyebabkan warga kesulitan memperoleh air bersih. 

Dengan adanya permasalahan umum tersebut di atas, timbul pertanyaan sejauh manakah industri batik dapat terus bertahan dan berkembang? Menjawab pertanyaan tersebut, para peneliti dari Universitas Semarang yaitu Widjajanti, Kesi dkk. (2022) melakukan penelitian pada UMKM Batik yang berada di Kabupaten Blora sebagai salah satu pusat penghasil batik unik di Indonesia.

Keunikan produk Batik Blora terletak pada motif batiknya yaitu motif daun jati karena di daerah Blora terdapat banyak daun jati, motif barongan yang sesuai dengan kesenian khas Blora, serta motif kilang minyak karena terdapat banyak sumur minyak bumi di daerah Blora. Widjajanti, Kesi dkk. meyakini bahwa produk Batik Blora tersebut dapat dikembangkan melalui diversifikasi produk. Lantas, seperti apa hasil temuannya? Simak pembahasannya berikut ini.


Pengembangan Bisnis Berkelanjutan dengan Business Model Canvas pada UMKM Batik Blora

Sama seperti industri batik lainnya, UMKM Batik Blora pun menghadapi permasalahan yang sama. Dalam menjalankan bisnisnya, UMKM Batik Blora juga lemah dalam hal sumber daya manusia (SDM), inovasi, permodalan, hingga teknologi dan pemasaran. Widjajanti, Kesi dkk.  meyakini bahwa kebijakan pemerintah terkait penguatan usaha UMKM tidaklah cukup untuk mengatasi permasalahan tersebut. Kebijakan pemerintah perlu didukung dengan penerapan model perencanaan bisnis yang efektif yaitu Kanvas Model Bisnis (Business Model Canvas). 

Pengembangan Bisnis Berkelanjutan pada UMKM Batik Blora dengan Menggunakan BMC

Gambar di atas merupakan gambaran diversifikasi produk Batik Blora dengan pendekatan BMC yang dikembangkan oleh Widjajanti, Kesi dkk. Dapat dilihat bahwa terdapat sembilan elemen bisnis dari BMC UMKM Batik Blora yaitu customer segment, value propositions, channels, customer relationship, revenue streams, key resources, key activities, key partners, dan cost structure. Berikut penjelasannya.

1. Customer Segment (Segmen Pelanggan)

Elemen segmen pelanggan memuat kriteria calon pelanggan yang ditargetkan yaitu kalangan menengah ke atas, dengan menjangkau komunitas lokal dan internasional. UMKM Batik Blora diharapkan dapat mempertahankan segmen pelanggan yang telah dijangkau sebelumnya dan meningkatkan segmen pelanggan ke pasar internasional.

Baca Juga: Memantapkan Rencana Usaha Sederhana Dengan Kanvas Model Bisnis

2. Value Propositions (Proposisi Nilai)

Elemen proposisi nilai memuat nilai-nilai yang ditawarkan kepada pelanggan. Peneliti melihat bahwa motif batik Blora memiliki potensi besar untuk dibuat lebih baru dengan pendekatan “story telling”. Oleh sebab itu, UMKM Batik Blora diharapkan dapat  mengusung filosofi budaya Kabupaten Blora dalam memodifikasi produk batik mereka yaitu dengan memadukan batik, desain kasual, dan keunikan kearifan lokal.

Mulai dari pemilihan tone warna, gaya ilustrasi dengan guratan yang berbeda, ornamen-ornamen yang dipakai, hingga konsep “mix and match” motif batik, adalah upaya-upaya yang dapat dilakukan oleh UMKM Batik Blora untuk menciptakan produk baru tanpa meninggalkan jejak lokal. Diversifikasi produk batik yang dapat dikembangkan yaitu Blus, Outer, Tas Batik, Udeng, Dress, dan Celana Batik. Selain itu, proposisi nilai yang perlu dipertahankan adalah produk batik berkualitas tinggi dengan warna yang tahan lama.

3. Channels (Saluran)

Elemen saluran memuat jenis saluran pemasaran yang dapat digunakan untuk memasarkan produk Batik Blora yaitu penjualan langsung ke konsumen, promosi dari mulut ke mulut, penjualan online menggunakan e-commerce yang telah difasilitasi oleh Pemerintah Daerah (Pemda) dan akademisi yaitu https://madeinblora.com/, media sosial (facebook, instagram, whatsapp), penjualan offline di toko/outlet, serta penjualan berdasarkan pesanan dari Pemda.

4. Customer Relationship (Hubungan Pelanggan)

Elemen hubungan pelanggan memuat rencana dan sarana yang dapat digunakan untuk membangun hubungan baik dengan pelanggan. UMKM Batik Blora diharapkan dapat melayani pesanan pelanggan sesuai dengan keinginan dan kebutuhan pelanggan. 

Selain itu, UMKM Batik Blora juga diharapkan dapat bergabung dengan komunitas perajin batik, agar dapat mengetahui segala bentuk informasi tentang usaha batik. Dengan demikian, UMKM Batik Blora dapat meningkatkan pelayanannya kepada pelanggan.

5. Key Resources (Sumber Daya Utama)

Elemen sumber daya utama memuat sumber daya apa saja yang dapat mendukung UMKM Batik Blora untuk menjalankan usahanya. Sumber daya tersebut meliputi filosofi budaya Blora, Industri Batik, tenaga kerja terampil, perancang busana, serta modal finansial.

UMKM Batik Blora diharapkan dapat memberikan pelatihan kepada tenaga kerjanya, menggunakan jasa perancang busana sebagai narasumber untuk mengembangkan ide dan kreatifitas dalam busana Batik Blora, serta mengupayakan modal finansial yang baik.

6. Key Activities (Kegiatan Utama)

Elemen kegiatan utama memuat semua aktivitas yang dapat dilakukan UMKM Batik Blora dalam menjalankan usahanya. Aktivitas tersebut meliputi kegiatan produksi, pemasaran, penjualan, distribusi, diversifikasi, serta pelatihan dan pengembangan.

7. Key Partners (Mitra Utama)

Elemen mitra utama memuat pihak-pihak yang berkontribusi untuk keberhasilan usaha UMKM Batik Blora antara lain Pemda Kabupaten Blora, Dinas Perdagangan, Koperasi dan UKM Kabupaten Blora, Dinas Pendidikan Kabupaten Blora, Bappeda, serta Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) di Kabupaten Blora.

Adapun peran pemerintah daerah adalah memfasilitasi kegiatan yang bertujuan untuk melestarikan, memasarkan, serta meningkatkan kepedulian masyarakat terhadap Batik Blora. Oleh sebab itu, UMKM Batik Blora diharapkan dapat mengoptimalkan kemitraan dengan pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya.

Baca Juga: Pentingnya Konten bagi Bisnis, dari Brand Awareness Hingga Tingkatkan Penjualan

8. Revenue Streams (Aliran Pendapatan)

Elemen aliran pendapatan memuat tentang cara menghasilkan keuntungan. UMKM Batik Blora dapat memperoleh keuntungan dari hasil penjualan produk fisik, baik produk kain batik maupun produk diversifikasinya (Blus, Outer, Tas Batik, Udeng, Dress, Celana Batik).

9. Cost Structure (Struktur Biaya)

Elemen struktur biaya memuat rincian biaya yang perlu dikeluarkan UMKM Batik Blora untuk memproduksi kain batik dan produk diversifikasinya. Biaya-biaya tersebut antara lain biaya produksi (biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, biaya OHP), biaya pemasaran, biaya administrasi, dan biaya pajak.

Berdasarkan hasil diversifikasi pada produk Batik Blora tersebut, Widjajanti, Kesi dkk. menemukan bahwa upaya pengembangan usaha UMKM Batik yang berkelanjutan dengan pendekatan BMC memerlukan beberapa strategi antara lain sebagai berikut:

  • Strategi pada elemen segmen pelanggan perlu dioptimalkan. UMKM Batik harus mempertahankan segmen pelanggan yang sudah ada sebelumnya, serta perlu berusaha untuk menjangkau dan meningkatkan segmen pelanggan menuju pasar internasional. 
  • UMKM Batik perlu melakukan strategi diversifikasi produk yang bertujuan untuk mengurangi kejenuhan pelanggan terhadap produk batik yang hanya berupa kain. Caranya adalah dengan menjadikan produk batik lebih bergaya atau fashionable sehingga dapat bersaing dengan produk fashion lainnya.
  • Strategi pada elemen proposisi nilai perlu dioptimalkan dengan cara UMKM Batik harus bisa menawarkan nilai (value) kepada pelanggan. Nilai tersebut akan menjadi ciri khas yang dapat membedakan produk UMKM Batik yang satu dengan lainnya.
  • Strategi pada elemen sumber daya utama perlu ditingkatkan dengan cara mengoptimalkan tenaga kerja terampil dan sumber daya lainnya.
  • Strategi pada elemen mitra utama perlu ditingkatkan dengan cara UMKM Batik perlu berkoordinasi dengan Pemda dan pemangku kepentingan lainnya.

Secara umum, strategi tersebut di atas dapat membantu UMKM Batik di Indonesia untuk mengembangkan bisnis yang berkelanjutan serta beradaptasi dengan perkembangan zaman. Sebagai pelaku usaha, Sahabat Wirausaha juga dapat menjadikan hal ini sebagai inspirasi dan motivasi untuk terus berinovasi. Semoga artikel ini bermanfaat bagi Sahabat Wirausaha.

Jika merasa artikel ini bermanfaat, yuk bantu sebarkan ke teman-teman Anda. Jangan lupa untuk like, share, dan berikan komentar pada artikel ini.

Referensi Web : iieta.org, kemenperin.go.id, kompas.id, Majalah Ilmiah DKB Kemenperin RI

Referensi :  

Widjajanti, Kesi dkk. (2022).  Sustainable Development of Business with Canvas Business Model Approach: Empirical Study on MSMEs Batik Blora, Indonesia. Halaman: 1025-1032. DOI: https://doi.org/10.18280/ijsdp.170334.