"Pemerintah sebaiknya berperan sebagai regulator dan kolaborator, dibandingkan eksekutor. Hal ini dikarenakan peran dan mekanisme kerja mereka akan sulit untuk menjadi eksekutor. Sayangnya, mereka memiliki banyak sekali program yang lebih mengarah sebagai eksekutor. 

Padahal kita perlu menanyakan apakah peran mereka bisa seefektif inkubator bagi UMKM? Apakah materi pelatihan mereka sesuai dengan kebutuhan UMKM? Saya berharap pemerintah sadar bahwa mereka tidak bisa memberikan semua yang dibutuhkan UMKM. 

Akan lebih baik bagi mereka untuk fokus berperan sebagai regulator yang dapat memfasilitasi para pemangku kepentingan untuk dapat tumbuh dan mendorong UMKM. Ekosistem akan berjalan lebih baik apabila setiap elemen mengambil peran spesifiknya.” (Project Leader, UKM Indonesia)

Penjelasan tersebut merupakan gambaran kebijakan penanganan pandemi oleh pemerintah yang dikutip dalam Kajian Laki-laki dan Perempuan Pebisnis dalam Respon Kebijakan COVID-19 di Indonesia yang dilakukan oleh SMERU Research Institute. 

Seperti yang diketahui, pandemi COVID 19 telah memberikan dampak yang signifikan terhadap berbagai kegiatan masyarakat. Dampak tersebut berusaha direspon oleh pemerintah dengan mengeluarkan berbagai stimulus bagi pelaku UMKM. Hanya saja kebijakan tersebut tidak sepenuhnya dapat memperbaiki kondisi usaha para pelaku UMKM di Indonesia. Kira-kira, apa saja yang sudah dilakukan oleh pemerintah dan bagaimana kemudian kebijakan tersebut dilihat dalam perspektif kajian? Yuk, kita coba simak hasil kajian berikut.

Baca Juga: Kilas Balik Pandemi COVID-19 : Bagaimana Pandemi Mempercepat Transformasi Digital pada UMKM?


Dampak Pandemi Terhadap UMKM

Dalam kajian tersebut, dapat terlihat bahwa pandemi COVID 19 secara umum memberikan dampak yang signifikan dalam kegiatan usaha para pelaku UMKM di Indonesia. Diantara dampak negatif yang sangat dirasakan pelaku UMKM adalah sebagai berikut:

1. Keterbatasan Modal karena Penjualan Menurun

Masalah paling banyak dihadapi oleh pelaku UMKM adalah ketidakcukupan modal kerja dimana hal ini diakui sebagai kendala utama oleh 56% responden laki-laki dan 64% responden perempuan. Mereka kesulitan memenuhi kebutuhan sehari-hari dikarenakan penjualan yang didapatkan selama masa pandemi tidak dapat menutupi kebutuhan biaya produksi. Hal ini tentu tidak terlepas dari besarnya fixed cost (biaya tetap) yang harus mereka penuhi terlepas dari penjualan yang menurun.

Kesulitan tersebut dikonfirmasi dengan beberapa kendala lainnya yaitu terjadinya disrupsi pada sisi produksi dan juga penurunan pada permintaan terhadap produk mereka. Setidaknya, 46% responden laki-laki dan 55% responden permintaan mengatakan bahwa penurunan permintaan domestik menjadi kendala besar selama pandemi, sedangkan 44% responden laki-laki dan 46% responden perempuan mengatakan bahwa disrupsi produksi juga menjadi kendala besar dalam menjalankan kondisi usaha. Kedua kondisi ini yang juga pada akhirnya mempersulit ketersediaan modal kerja bagi para pelaku UMKM.

2. Keterbatasan Akses Digital

Selain beberapa masalah tersebut, kemampuan untuk mengakses solusi digital juga menjadi masalah tersendiri. Dalam mengakses solusi digital, pelaku UMKM harus memiliki skill dan juga infrastruktur yang menunjang. Kedua hal tersebut yang tidak langsung dimiliki oleh pelaku UMKM. Sebanyak 41% responden laki-laki dan 46% responden perempuan mengatakan bahwa mereka tidak memiliki modal uang yang cukup untuk menggunakan digitalisasi. 

Sementara itu dari sisi skill, 36% responden laki-laki dan 38% responden perempuan tidak memiliki skill yang cukup untuk menggunakan teknologi digital. Hal ini tentu menjadi catatan tersendiri dalam mendorong para pelaku UMKM untuk menjadikan digitalisasi sebagai sebuah solusi.

Sumber: Kajian Laki-laki dan Perempuan Pebisnis dalam Respon Kebijakan COVID-19 di Indonesia (Smeru, 2023)

Baca Juga: Faktor yang Mempengaruhi Kinerja UMKM di Indonesia, Rahasia Naik Kelas!


Kebijakan Penanganan Pandemi di Indonesia, Mana yang Efektif?

Dalam menanggulangi berbagai dampak pandemi di Indonesia yang telah dibahas, pemerintah meluncurkan berbagai program dan stimulus untuk mendorong para pelaku UMKM kembali bangkit. Beberapa program yang diluncurkan pemerintah yaitu: bantuan uang tunai bagi UMKM, pelatihan dan pendidikan tentang bisnis, pelatihan dan pendidikan tentang digitalisasi, kredit dari institusi pemerintah, kemudahan pinjaman bank, penundaan kewajiban dasar (listrik, air, bangunan dan program lainnya), insentif pajak, kemudahan perizinan dan penundaan pembayaran tanggung jawab terhadap pemerintah. Hal ini sejalan dengan alokasi budget dari pemerintah yang mencapai 123 triliun rupiah pada tahun 2020 untuk berbagai program tersebut.

1. Bantuan Usaha Produktif UMKM

Berdasarkan kajian tersebut, ditemukan bahwa partisipasi UMKM pada beberapa program pemulihan ekonomi yang dilakukan oleh pemerintah masih perlu ditingkatkan. Berdasarkan data yang dimiliki, program bantuan uang tunai atau yang disebut sebagai Bantuan Usaha Produktif UMKM (BPUM) merupakan program yang memiliki tingkat keikutsertaan paling besar. Meskipun begitu, terlihat bahwa hanya 48% responden laki-laki dan 53% responden perempuan yang telah mendaftar dan hanya 21% dari responden laki-laki dan 25% dari responden perempuan yang menerima dana tersebut.

2. Program Pelatihan Digital

Pada program pelatihan digital, terlihat bahwa 27% responden laki-laki dan 35% responden perempuan telah mendaftar pada pelatihan tersebut sedangkan yang kemudian menerima dan mengikuti pelatihan hanya 16% dari responden laki-laki dan 19% dari responden perempuan. Komposisi hampir serupa juga terjadi pada pelatihan dan pendidikan tentang kewirausahaan secara umum.

3. Kredit Usaha Rakyat

Salah satu program lain yang juga diikuti oleh pelaku UMKM adalah akses pembiayaan melalui Kredit Usaha Rakyat (KUR). Berdasarkan kajian tersebut, 32% responden laki-laki telah mendaftar untuk KUR dan hanya 18% yang berhasil mendapatkan pinjaman dari program KUR, sedangkan pada perempuan, sekitar 25% responden perempuan mendaftar untuk mendapatkan KUR dimana hanya 13% yang berhasil mendapatkan pinjaman dari KUR.

Sumber: Kajian Laki-laki dan Perempuan Pebisnis dalam Respon Kebijakan COVID-19 di Indonesia (Smeru, 2023)


Kesenjangan Antara Realisasi Program dan Kebutuhan UMKM 

Apabila dilihat secara umum, beberapa program pemerintah tersebut belum berhasil menyentuh para pelaku UMKM. Berdasarkan data di atas, pendaftar pada hampir setiap program di atas tidak mencapai 50% dari responden. Apabila ditanyakan lebih lanjut, kajian tersebut menuturkan bahwa masih banyak pelaku UMKM yang tidak berpartisipasi dalam program tersebut karena sulitnya persyaratan yang harus dipenuhi serta ketidaktahuan mengenai program tersebut. 

Para pelaku UMKM justru tidak setuju jika dikatakan bahwa mereka tidak membutuhkan bantuan dalam kegiatan bisnisnya. Hal ini menunjukkan bahwa mereka sebenarnya membutuhkan program-program untuk mengembalikan kesehatan bisnisnya.

Sumber: Kajian Laki-laki dan Perempuan Pebisnis dalam Respon Kebijakan COVID-19 di Indonesia (Smeru, 2023)

Baca Juga: Aerostreet dan Khong Guan, Strategi Co Branding Unik yang Bikin Produk Diserbu Pembeli

Kajian ini juga mencoba melihat kebutuhan kebijakan yang dibutuhkan oleh para pelaku UMKM dari perspektif mereka sendiri. Berdasarkan data, 51% responden laki-laki dan 53% responden perempuan mengatakan bahwa mereka sangat membutuhkan bantuan modal dalam merubah pola kerja yang sebelumnya bersifat luring menjadi daring. 

Selain kebutuhan tersebut, pelaku UMKM juga merasa metode pembiayaan yang ada saat ini tidak terlalu mendukung mereka. Sebanyak 39% responden laki-laki dan 35% responden perempuan mengatakan bahwa mereka sangat membutuhkan bentuk permodalan baru untuk dapat mereka akses. 

Selain berkaitan permodalan, mereka juga membutuhkan bantuan dalam mendukung peningkatan kapasitas pekerja mereka. Berdasarkan data, 48% responden laki-laki dan 46% responden perempuan membutuhkan peningkatan skill dari para pekerjanya. Kebijakan ini sebenarnya sudah sesuai dengan yang diberikan oleh pemerintah berkaitan dengan banyaknya pelatihan yang dilakukan.

Beberapa bentuk dukungan lainnya adalah penundaan pembayaran tagihan (pajak, sewa dan lainnya) dan pengurangan pajak. Hal ini terlepas dari kondisi mereka yang kekurangan kas dikarenakan sulitnya penjualan di masa pandemi. 

Sumber: Kajian Laki-laki dan Perempuan Pebisnis dalam Respon Kebijakan COVID-19 di Indonesia (Smeru, 2023)


Pandangan Pelaku UMKM Terhadap Akses Pembiayaan

Berkaitan dengan permodalan sendiri, para pelaku UMKM lebih sering menggunakan pembiayaan non-pemerintah dibandingkan dari pemerintah. Setidaknya 42% responden laki-laki dan 41% responden perempuan mendapatkan pembiayaan dari teman dan keluarga. Angka ini lebih tinggi dibandingkan jumlah pembiayaan yang diterima oleh pelaku UMKM dari perbankan dimana 24% responden laki-laki dan 23% responden perempuan menerima pembiayaan. 

Apabila melihat jumlah permohonan pinjaman, terlihat juga bahwa teman dan keluarga lebih menjadi pilihan dibandingkan pembiayaan melalui perbankan. Sebanyak 62% responden laki-laki dan 56% responden perempuan lebih memilih mengajukan pinjaman kepada teman dan keluarga. Sedangkan hanya sebanyak 47% responden laki-laki dan 37% responden perempuan yang mengajukan pinjaman kepada perbankan. Hal ini dikonfirmasi oleh pernyataan salah satu responden pada focus group discussion. 

“Saya tidak menyukai bantuan dari pemerintah karena prosedurnya yang sulit, sedangkan apabila meminta ke perorangan, metode yang dilakukan relatif lebih mudah. Yang terpenting adalah sikap dan juga moral. Selain itu transparansi mengenai bantuan terhadap pelaku usaha juga tidak jelas. Oleh karena itu, saya tidak ingin terlibat dengan pemerintah. Lebih baik tetap berada di luar pemerintah sampai mereka memperbaiki mekanismenya. Karena kekecewaan dan ketidakadilan itulah, saya lebih memilih untuk berinteraksi dengan sektor privat dibandingkan pemerintah” (FS, perempuan 43 tahun asal dari Jakarta pada 28 Oktober 2021 dalam).

Baca Juga: Peran Literasi Digital, Literasi Keuangan, Serta Keterampilan Wirausaha Pada UMKM


Pembagian Tugas dengan Pemangku Kepentingan Lain Menjadi Kunci

Beberapa kebijakan dan masalah yang dihadapi dalam menangani pandemi telah disampaikan dalam kajian tersebut. Secara umum, pemerintah harus mampu meningkatkan sosialisasi program yang lebih luas bagi para pelaku UMKM. Sosialisasi ini dapat dilakukan dengan membangun sinergitas dengan berbagai pihak sehingga memastikan setiap program yang sudah dibuat bisa diketahui oleh para pelaku UMKM.

Tidak hanya sampai di situ, pemerintah juga harus mempermudah para pelaku UMKM dalam berpartisipasi dalam setiap program yang ada. Kondisi ini memang tidak mudah mengingat pemerintah memiliki prosedur dan ketentuan yang cenderung tidak fleksibel. Oleh karena itu, pemerintah perlu membuat kolaborasi dengan berbagai pihak seperti yang telah disampaikan di awal. Pemerintah tidak perlu berusaha sendiri tetapi dapat berkolaborasi dengan berbagai pihak yang memiliki ide sejalan.

Nah, itulah ringkasan singkat dari Kajian Laki-laki dan Perempuan Pebisnis dalam Respon Kebijakan COVID-19 di Indonesia. Semoga dengan kajian tersebut, kamu dan para pelaku UMKM lainnya bisa lebih tahu terkait dukungan pemerintah sekaligus terus mendorong pemerintah untuk menjadi solusi bagi perkembangan UMKM.

Jika merasa artikel ini bermanfaat, yuk bantu sebarkan ke teman-teman Anda. Jangan lupa untuk like, share, dan berikan komentar pada artikel ini ya Sahabat Wirausaha.

Referensi : Kajian Laki-laki dan Perempuan Pebisnis dalam Respon Kebijakan COVID-19 di Indonesia