Bangkitnya para petani dan nelayan modern, rasanya kurang afdhol jika tidak dibarengi dengan kemajuan persaingan mereka di bidang ekspor. Ya, menembus pasar ekspor memang bukan hal yang mudah. Banyak proses yang harus kita lalui, mulai dari mempelajari dokumen yang dibutuhkan, memahami aturan-aturan yang berlaku, hingga menyesuaikan standar produk dengan negara tujuan ekspor. Namun, rumitnya perizinan dan peraturan tak boleh menyusutkan semangat teman-teman petani dan nelayan modern untuk memasuki pasar global.

Banyak celah yang bisa kita manfaatkan dan strategi yang bisa kita terapkan. Salah satunya adalah dengan bergabung bersama komunitas, lembaga usaha bersama, maupun koperasi dan saling membantu melalui proses yang dibutuhkan untuk ekspor. Nah, apa saja strategi yang dimaksud? Seberapa besar keuntungan di sektor ekspor, dan mengapa kita harus memperjuangkannya?


Mengintip Keuntungan di Ekspor Ikan dan Tani

Di bidang pertanian, sebenarnya Indonesia memiliki peluang untuk menjadi pemain besar dalam hal komoditas ekspor. Dilansir dari Kumparan.com, dari total 744 juta ton yang merupakan produksi beras dunia, hampir sepuluh persennya, alias 70.7 juta ton, berasal dari Indonesia. Di tahun 2017 saja, volume ekspor beras negara kita sudah mencapai 3.433 ton. Langganannya tersebar di seluruh dunia, mulai dari sesama kawasan Asia Tenggara, Amerika Serikat, hingga Eropa.

Baca Juga : Koperasi Inka Bantul VII Projo Mino, Bagaimana Nelayan Modern Naik Kelas

Belum lagi keuntungan yang diperoleh dari komoditas pertanian serta perkebunan lainnya, seperti kopi, buah dan sayur, rempah-rempah, dan tembakau. Setiap tahunnya, Indonesia juga mendulang banyak keuntungan dari komoditas tersebut. Dari sektor perikanan dan kelautan pun, Indonesia sebenarnya tak kalah garang.

Dilansir dari Kompas.com, Kementerian kelautan dan Perikanan mencatat dalam laporan mereka bahwa total nilai ekspor perikanan RI sepanjang tahun 2020 mencapai 5,2 miliar dolar AS, setara dengan 72,8 triliun rupiah. Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono, menyatakan bahwa volume ekspor perikanan mencapai 1,26 juta ton. Bahkan bagi negara maritim seperti Indonesia, angka-angka di atas bisa dikatakan besar. Nilai ekspor tertingginya adalah ke wilayah Amerika Serikat, diikuti oleh Cina, Asia Tenggara, Jepang, dan Uni-Eropa. Komoditas utamanya adalah udang, cakalang, tuna, layur, cumi, sotong, gurita, hingga rumput laut.


Sertifikasi apa saja yang harus diperoleh?

Semangat ekspor memang bagus untuk dipupuk. Namun, jangan sampai teman-teman lupa bahwa ada segudang urusan administrasi yang juga harus diurus serta dipelajari. Mulai dari metode pembayaran komoditas ekspor, larangan ekspor pada jenis-jenis hasil tani dan laut tertentu, packaging, pelabelan, hingga menghitung estimasi biaya ekspor. Namun, sebelum semua itu, yang harus teman-teman lakukan adalah mendapatkan sertifikasi yang memang dibutuhkan untuk menjual barang di pasar global. Untuk setiap sektor, sertifikasi yang harus dipenuhi berbeda-beda, tak terkecuali di sektor tani dan hasil laut.

1. Phytosanitary Certificate

Dilansir dari website ukmindonesia.id, Phytosanitary Certificate adalah salah satu dokumen yang umumnya harus disertakan pada produk pertanian dan perkebunan (buah segar, rempah-rempah, dll.) saat akan diekspor. Dokumen ini merupakan jaminan bahwa produk yang diekspor memang sudah bebas dari jamur, bakteri, ataupun kuman penyebab penyakit lainnya. Sertifikat ini dapat diurus dan dikeluarkan oleh Balai Karantina Pertanian, yang lazimnya hadir di setiap pelabuhan yang melayani kegiatan ekspor. Selain untuk produk hasil tani, dokumen ini juga diperlukan pada produk hasil peternakan (hewan) dan kelautan (ikan).

Baca Juga: Mengenal Phytosanitary Certificate

2. Sertifikat Kelayakan Pengolahan (SKP)

Sertifikat Kelayakan Pengolahan (SKP) merupakan sertifikat yang diberikan kepada pelaku usaha, baik koperasi maupun Usaha Mikro Kecil, dan diperlukan sebagai salah satu dokumen yang harus dilengkapi untuk produk ekspor. Dalam bidang sebagai Unit Pengolahan yang telah menerapkan Good Manufacturing Practices (GMP) dan Sanitation Standard Operation Procedure (SSOP). SKP diterbitkan oleh Dirjen Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan dengan rekomendasi dari dinas kabupaten dan provinsi.

3. HACCP Certificate

Hazard Analysis and Critical Control Point (HACCP) merupakan sebuah sistem yang akan mengontrol kondisi makanan atau bahan makanan sesuai dengan tolak ukur yang ditetapkan. Uji bahan makanan akan cenderung melihat potensi bahaya dari produk makanan tersebut. Singkatnya, sistem ini menjamin mutu makanan atau bahan makanan yang akan diekspor. Dan untuk membuktikan bahwa produk kita sudah lulus uji, badan yang mengelola sistem HACCP ini akan mengeluarkan sertifikat yang bisa ditunjukkan sebagai jaminan mutu kepada pihak importir produk.


Bagaimana cara mendapatkan sertifikasi tersebut?

Untuk mendapatkan SKP, syaratnya cukup banyak, mulai dari identitas pemohon, NPWP, SPT, Akte Pendirian Usaha, Rekomendasi DKP Provinsi, Dokumen GMP dan SSOP, Sertifikat Pengolah Ikan Sebagai Penanggung Mutu, hingga Surat Pernyataan Melakukan Produksi Aktif. Sementara untuk memperolah sertifikasi HACCP, ada prosedur yang lebih rumit lagi.

Fakhruddin Al Rozi dari Koperasi Inka Bantul VII Projo Mino, yang merupakan satu-satunya koperasi perikanan di Yogyakarta yang salah satu area kelolanya berhasil mendapatkan sertifikat HACCP, mengakui betapa menantangnya proses tersebut. Menurutnya, HACCP adalah syarat utama agar produk perikanan yang dikelola koperasinya bisa diekspor. Karenanya, ia dan anggota lain dengan sabar melakoni prosedur dan mengurusnya secara online.

Baca Juga: Hal yang UMKM Wajib Tahu Tentang Perizinan Usaha Berbasis Risiko

Untuk mendaftar, pertama-tama teman-teman harus masuk dulu ke halaman haccp.bkipm.kkp.go.id Halaman website ini akan membawa kita ke dashboard situs pendaftaran sertifikasi tersebut. Teman-teman bisa memulai proses pendaftaran HACCP dengan klik tulisan “Daftar Baru” di halaman depan. Sertifikat HACCP akan melekat di setiap jenis ikan atau produk hasil laut/tani lainnya. “Jadi, misal kita punya 10 produk perikanan, maka kita harus punya sertfikasi 10 HACCP tersebut,” jelas Fakhruddin.

Selama masa penilaian dari tim HACCP, kebersihan dan kesehatan lokasi pengolahan ikan harus terjaga. Ini melibatkan perlengkapan yang higienis, termasuk masker, jas laboratorium, sarung tangan steril, hingga penutup kepala dalam menjalankan produksi. Semua dilakukan guna menghindari kontamnasi silang dari manusia dan lingkungan terhadap produk. Ikan yang sudah siap ekspor akan dikemas dalam kardus sebelum kemudian dikirimkan dengan menggunakan kontainer. Segel yang digunakan juga bisa dipakai untuk melacak produk. Menurut Fakhruddin, HACCP merupakan salah satu sertifikasi yang mesti dilalui dengan hati-hati.


Mempermudah Pencapaian Ekspor Lewat Koperasi

Harus diakui, bahwa lembaga kolektif seperti koperasi kerap menjadi sarana untuk meningkatkan pengetahuan nelayan, petani, dan kualitas SDM yang dipekerjakan. Tak terkecuali dengan Koperasi Inka Bantul VII Projo Mino yang mengutamakan peningkatan kemampuan teknis para anggotanya. Ini termasuk bagaimana meningkatkan penyerapan produksi, memasarkan hasil tangkapan lebih luas, serta menjaga mutu ikan agar sesuai. Tak hanya itu, para nelayan dan anggota juga diajari bagaimana berorganisasi, mengelola manajemen produksi, serta mencari modal usaha. Menurut Fakhruddin, jual-beli ikan dengan sistem “tunda-jual” pun adalah salah satu yang disosialisasikan oleh koperasi.

Baca Juga: Mengenal Sertifikat Merek

Yang paling menantang adalah mensosialisasikan masalah permodalan kepada nelayan. Fakhruddin yakin ini adalah langkah awal untuk maju bagi para nelayan yang selama ini hanya tahu menangkap ikan, lalu ditimbang, dijual, dan langsung mendapatkan uang. Mereka tidak terbiasa dengan sistem berdagang melalui modal. “Jika tidak benar, kita bisa kalah dengan tengkulak,” ujarnya. Pada praktiknya, tengkulak memang terkenal fleksibel, jam berapa pun nelayan butuh uang, tengkulak akan siap sedia membeli ikan. Namun, jika terus begitu, tentu para nelayan modern akan sulit membangun usaha berkelanjutan, serta naik kelas.

Karenanya, tujuan koperasi untuk mencapai pasar ekspor sangatlah mantap. Sedikit banyak, hal ini merupakan pembuktian bahwa nelayan bisa bertahan tanpa sistem dari tengkulak dan menjadi berdikari. Meskipun melewati tahapan yang sangat panjang, namun para nelayan dan koperasi bersyukur bisa berdagang di segmen pasar yang lebih luas dan mengekspor ikan keluar negeri. Mereka mengakui, bahwa mencapai ekspor pun lebih mudah dijalani bersama koperasi.

Menurut Fakhruddin, jika proses sertifikasi SKP dan HACCP diurus melalui koperasi, bisa saja gratis. Meskipun begitu, yang kita perlukan adalah banyak bersabar karena prosesnya sedikit panjang, dan harus menunggu antrian. Jangan tergoda untuk menggunakan jasa calo, karena biayanya cukup mahal dan bisa jadi tidak setimpal. Semua ini tergantung niatnya, dan harus banyak berkorban waktu.

Baca Juga : Potensi Ekspor Produk Ikan dan Seafood

Karenanya, jika memiliki usaha di bidang perikanan, tentu bagus jika teman-teman menjaga hubungan baik dengan Dinas Kelautan dan Perikanan baik tingkat pusat maupun kabupaten. “Koperasi kami banyak dibantu oleh dinas, baik provinsi dan pusat,” ungkap Fakhruddin. Layaknya jalur VVIP, proses sertifikasi bisa berjalan mulus, tanpa dipungut biaya, dan fast response.

Berkat dukungan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan, Koperasi Inka sudah mendapatkan semua sertifikasi yang diperlukan untuk masuk ke pasar ekspor. Sertifikasi lainnya, seperti SKP, NIB, dan SIUPKAN juga berhasil didapatkan dengan cara yang sama, mengakrabkan diri dengan pihak pemerintah. Aspek pemasaran dijadikan ujung tombak kegiatan koperasi. Hingga akhirnya, pada 8 November tahun lalu, Koperasi Inka Bantul VII Projo Mino sudah berhasil melaksanakan kegiatan ekspor perdananya, dengan negara tujuan Filipina.

“Harapan kami adalah bagaimana caranya yg biasanya dulu hanya jual ikan ke tengkulak, dengan adanya koperasi jadi bisa jual sendiri dan bahkan bisa ekspor dan legalitas bisa dipenuhi,” ujar Fakhruddin, mewakili koperasi dan teman-temannya. Semangat dan usaha para nelayan di pantai Sedang, Gunung Kidul patut diacungi jempol, dan bisa dilakoni pula oleh semua petani dan nelayan modern yang juga pelaku UMKM. Jika berusaha sendirian rasanya berat, kita selalu bisa mengandalkan usaha kolektif bersama teman-teman seperjuangan, bukan? Sebab, sudah saatnya petani dan nelayan modern naik kelas!

Artikel ini disadur dari webinar bertajuk “Petani dan Nelayan Modern Itu Kayak Apa Sih?” yang bisa diakses melalui link berikut.

Baca Juga : Menjemput Petani Kentang Naik Kelas Ala Agus Wibowo

Referensi :

  1. money.kompas.com/
  2. kumparan.com
  3. bkipm.kkp.go.id