Di era digital seperti sekarang, teman-teman UKM diharuskan cerdas dalam membaca data dan peluang berjualan di berbagai platform online. Hal ini bukan tanpa alasan. Selain karena tuntutan perkembangan zaman, tren juga menunjukkan bahwa gaya konsumsi masyarakat Indonesia telah bergeser selama pandemi berlangsung.
Pasalnya, menurut data yang disajikan Katadata.co.id, pandemi memaksa lebih banyak orang untuk tinggal di rumah. Hasilnya, masyarakat mengalihkan kegiatan belanja ke kanal-kanal belanja online dan e-commerce, seperti Bukalapak, Shopee, dan Tokopedia.
Baca Juga: Beriklan di Tokopedia/ Shopee Anti Boncos
Alasannya beragam, namun sebanyak 78,3 persen responden menyatakan bahwa mereka memilih berbelanja online karena dengan cara ini, mereka tak perlu pergi ke mana pun. Selain itu, ragam promo dan diskon juga menjadi daya tarik sebanyak 76,6 persen responden untuk berbelanja daring.
Hal ini terjadi di berbagai sektor penjualan, tak terkecuali di area bisnis makanan. Dilansir dari Katadata, hasil riset Google, Temasek, dan Bain & Company menunjukkan adanya perubahan perilaku pembelian dengan metode daring selama lockdown akibat merebaknya virus COVID-19 di Asia Tenggara.
Para pengguna internet kini cenderung paling senang menggunakan layanan pemesanan dan pengiriman makanan, serta pembelian bahan makanan praktis secara daring. Buktinya, kegiatan pengiriman makanan meningkat hingga 34 persen, sementara peningkatan pembelian bahan makanan mencapai 33 persen.
Baca Juga: Kupas Tuntas Iklan Toko dan Flash Sale di Tokopedia
Bagan 1. Grafik Perubahan Perilaku Pembelian Daring Selama Pandemi Covid-19
Sumber: Databoks oleh Katadata.co.id
Tak hanya itu, menurut hasil survei oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), masyarakat Indonesia juga semakin jarang membeli bahan pangan di pasar dan makanan jadi di warung makan secara langsung. Sebanyak 4,84 persen rumah tangga tak lagi membeli bahan pangan langsung dari pasar. Dan sebanyak 16,79 persen rumah tangga tidak membeli lagi makanan jadi di warung atau restoran.
Baca Juga: Perspektif Gender Dari Hasil Survei Pedagang Online Selama Pandemi COVID-19
Sementara sebanyak 53,66 persen rumah tangga mengaku lebih jarang membeli bahan pangan langsung dari pasar dan 64,27 persen rumah tangga menyatakan mereka lebih jarang membeli makanan jadi secara langsung dari warung dan restoran selama pandemi. Alih-alih, konsumen saat ini lebih banyak memilih berbelanja makanan dan bahan pangan secara daring.
Bagan 2. Perubahan Kebiasaan Membeli Bahan Pangan dan Makanan Jadi oleh LIPI
Sumber: Databoks oleh Katadata.co.id
Jika menilik data-data tersebut, jelas bahwa pasar online untuk produk makanan tengah berkembang sangat pesat. Pandemi membuat konsumen membatasi diri untuk berbelanja keluar rumah dan hasilnya, memesan produk makanan secara online lebih diminati.
Baik sebagai layanan pesan antar maupun lewat aplikasi e-commerce. Di tengah kebiasaan baru ini, panganan berat praktis yang siap saji seperti rendang dan sambal kemasan, menemukan jangkauan pasarnya terus melebar.
Baca Juga: Dapatkan Traffic Untuk Toko Online Anda Menggunakan SEO di Marketplace
Bagaimana Perilaku Konsumen dalam Berbelanja Makanan Praktis?
Percaya atau tidak, bisnis makanan terbilang sukses mengambil hati konsumen selama pandemi. Hasil survei milik Nielsen Singapore Report menunjukkan bahwa sebanyak 58 persen masyarakat Indonesia memilih membeli makanan siap santap melalui aplikasi online lewat ponsel.
Alasan utamanya? Konsumen merasa cara ini jauh lebih menghemat waktu dan tenaga, sebab mereka tidak perlu mengantre di tempat makan atau bepergian ke tempat makan. Selain itu, responden survei juga gemar menggunakan promo atau diskon yang kerap muncul di aplikasi pemesanan makanan online. Dari sini, di tengah situasi pandemi, mereka mampu menghemat biaya makan.
Baca Juga: Tren Belanja Online dalam Era New Normal
Bagan 3. Alasan Konsumen Membeli Makanan Secara Online
Sumber: Databoks oleh Katadata.co.id
Di luar itu, bisnis makanan praktis juga memiliki sistem pembayaran yang semakin mudah dari hari ke hari. Hal ini memungkinkan konsumen berbelanja tanpa harus repot ke ATM atau melakukan kontak langsung dengan penjual, yang sangat penting di masa pandemi.
Bagaimana Peluang Bisnis Makanan Praktis di Pasar Online?
Menariknya, salah satu produk makanan yang mampu menarik pasar online sebagai imbas dari pandemi adalah kategori Makanan Praktis. Hal ini terungkap lewat data-data yang diperoleh dan disajikan oleh platform data Compas milik Telunjuk.com.
Baca Juga: Tips Memulai Usaha Dagang atau Toko Online
Dalam hal ini, Compas menyediakan insight data untuk pelaku UMKM yang ingin berbisnis di online marketplace. Metode yang digunakan adalah online crawling dengan mengambil sampel dari dua marketplace terbesar, yaitu Shopee dan Tokopedia. Artinya, data-data penjualan online makanan dan minuman diambil datanya dan disusun secara rapi oleh tim Telunjuk.com, mulai dari data penjualan dan rincian harganya.
Tujuannya adalah menyajikan data-data penjualan mana yang paling banyak di produk makanan dan minuman. Rentang waktunya adalah satu bulan ke belakang dan untuk tahun 2021, Compas lebih berfokus pada sektor penjualan makanan dan minuman.
Salah satu area yang mereka bedah datanya adalah kategori penjualan Makanan Praktis, di Shopee dan Tokopedia. Total penjualan kategori ini, di kedua platform tersebut, ternyata bisa mencapai 146 miliar dengan jumlah transaksi hingga 7 juta dalam satu bulan. Dari setiap kategorinya, melalui data yang disajikan, kita bisa melihat produk mana saja yang paling laku.
Baca Juga: 3 Kunci Sukses Transformasi Bisnis Offline ke Online
Menurut data Compas, kategori Makanan dan Minuman Lainnya memiliki marketshare paling besar, di angka 58,8 miliar rupiah. Secara data, platform Shopee memegang penjualan terlaris, dengan maket share sebesar 78%, yang artinya jumlah transaksi mencapai 114 miliar. Di dalam kategori ini, bisnis makanan praktis memegang pangsa pasar yang terbesar. Ada tiga jenis produk makanan praktis yang penjualannya meroket dan disorot oleh Compas, yaitu :
1. Kategori produk Sambal
Di Shopee dan Tokopedia, transaksi produk sambal mencapai 39 ribu kali, dengan total nilai penjualan sebesar 1,19 miliar rupiah. Peluang ibu-ibu yang berjualan sambal sangat terbuka di platform online. Shopee memiliki penjualan tertinggi di kategori ini, dengan market shared mencapai 99 persen. Nilai transaksinya bahkan mencapai 1,1 miliar rupiah.
Di kategori ini banyak pilihan tersedia, namun banyak pula kompetitornya. Lebih lanjut, menurut data yang dimiliki Compas, produk sambal yang paling laris di platform ini adalah Sambal Pedas Cumi Ciamik dengan omzet mencapai 87 juta rupiah selama satu bulan. Dibandingkan varian lainnya, ia bisa dikatakan yang paling unggul. Dijual dengan harga 49 ribu rupiah per item , oleh seller yang lokasinya berbasis di area Jakarta Pusat.
Baca Juga: Gurihnya Usaha Keripik Para Pelaku UKM yang Tampil di Pasar Daring
2. Kategori produk rendang
Selanjutnya, ada kategori rendang yang nilai transaksinya selama satu bulan hanya sedikit di bawah Sambal, yaitu 995 juta rupiah. Total transaksi yang terjadi dalam waktu sebulan mencapai 13 ribu kali. Lagi-lagi platform favorit konsumen untuk membeli makanan kategori ini adalah Shopee. Nilai transaksinya mencapai 654 juta rupiah atau sekitar 65 persen dari total keseluruhan transaksi. Lalu jenis rendang seperti apakah yang laris?
Menurut data, merk rendang terlaris adalah Rendang Daging Sapi Mak Nyus. Rendang Sapi Mak Nyus dijual dalam kemasan 250 gr, dengan harga 80 ribu rupiah per kemasannya. Hal ini mengafirmasi fakta yang ada bahwa jenis rendang favorit masyarakat Indonesia masih dipegang oleh rendang daging sapi.
Dalam penjualan rendang kemasan ini, ada satu hal yang menarik. Lokasi toko Rendang Mak Nyus termasuk cukup jauh dari ibukota, yakni di Kota Payakumbuh, Sumatera Barat. Padahal, banyak pembeli produk ini berlokasi di Jabodetabek. Artinya, di tempat yang jauh pun seller tersebut mampu merajai kategori Rendang yang memang merupakan produk khas daerahnya.
Apalagi secara tradisional, Payakumbuh memang terkenal sebagai salah satu penghasil rendang paling produktif di Nusantara. Ragam jenis rendang yang diproduksi di kota ini pun lebih banyak, terutama dalam hal rendang kemasan. Maka tak heran, jika rendang dari Payakumbuh terkenal akan keaslian dan cita rasanya, meskipun bentuknya rendang di dalam kemasan. Dari sini, terlihat bahwa UMKM daerah punya kesempatan besar untuk menjadi pemenang di pangsa pasar produk makanan praktis.
Ini juga bisa diartikan sebagai peluang bagi teman-teman UKM yang berdomisili di luar Jabodetabek, untuk bisa gencar menjual produk khas daerah masing-masing. Sebab, nampaknya masyarakat lebih percaya membeli suatu produk kuliner yang memang dikirim dari tempat asalnya.
Di sisi lain, fakta bahwa penjual rendang di platform dagang online paling besar berdomisili di Sumatra Barat, membuka peluang bagi produsen rendang di Jabodetabek. Ya, masih sangat sedikit lapak rendang sapi yang berlokasi di Jabodetabek.
Padahal, jika produksi bisa ditingkatkan secara kualitas, besar kesempatannya untuk menarik konsumen lantaran harga ongkos kirim yang tentunya lebih murah. Hal inilah yang bisa dijadikan peluang bagi teman-teman UKM yang ingin memulai bisnis rendang. Jabodetabek yang masih sepi dari penjual rendang kemasan, bisa menjadi ladang segar untuk digarap.
3. Produk Frozen Pack
Menggunakan channel online untuk produk frozen memang bisa meningkatkan transaksi dalam skala yang cukup besar. Bahkan bagi bisnis yang baru dimulai sekalipun. Sebuah lapak online, Eatever, adalah contoh nyata dari fenomena ini. Dalam waktu kurang dari setahun, Eatever mampu menjual 8.300 produk dengan kurang lebih 3000 ulasan di Tokopedia.
Eatever mulai berjualan produk frozen di awal pandemi, yang dinilai sebagai waktu tepat untuk berjualan bahan makanan pokok. Ketika daya beli menurun di bagian lain, ternyata di kebutuhan bahan makanan pokok pembelian konsumen justru meningkat.
Nah, berdasarkan hasil riset tim Compas, produk-produk di kategori Makanan Praktis memiliki total penjualan cukup tinggi per bulannya. Jumlah transaksinya pun tidak bisa dikatakan kecil. Produk dengan penjualan tertinggi dipegang oleh Sambal, yang diikuti di urutan kedua oleh produk Rendang. Teman-teman bisa menjadikan fakta-fakta tersebut patokan, terlebih jika memang ingin berkecimpung di kategori Makanan Praktis. Misalnya saja, bisa dimulai dengan berjualan sambal berbagai variasi di Shopee.
Baca Juga: Peluang Pasar Produk Frozen Food
Setelah pandemi melanda, jumlah UMKM yang beralih ke sistem daring memang meningkat pesat hingga lebih dari dua juta. Ini tentunya jadi berita baik. Bagi UMKM, model praktis seperti ini harus diperkuat. Sistemnya juga bukan lagi output oriented melainkan income oriented, alias bagaimana UMKM ditingkatkan lagi kemampuannya hingga mampu menjadi pemenang di pasar digital.
Menggenjot Pangsa Pasar Makanan Praktis dan Permodalannya
Dalam perkembangannya, di tengah pandemi, hasil data tadi menunjukkan bahwa salah satu yang eksis adalah produk-produk yang termasuk bahan pokok. Jadi, kebiasaan masyarakat berbelanja juga sudah mulai bergeser. Sebelumnya, membeli makanan berat lewat platform e-commerce bukanlah pilihan utama.
Nah, jika polanya sudah terlihat dan terpetakan dengan baik mayoritasnya, maka upaya pemerintah untuk memfasilitasi UMKM sektor pangan juga harus ditingkatkan. Suplai bahan baku bisa diletakkan lebih dekat dan sistem logistiknya juga bisa lebih dikembangkan.
Begitu pula dengan sistem pembayarannya. Saat ini, banyak e-commerce sudah bekerjasama dengan berbagai layanan dompet digital, seperti GoPay dan OVO. Tak hanya itu, masing-masing e-commerce seperti Shopee justru memiliki sistem dompet digital sendiri, yaitu ShopeePay. Sementara Tokopedia bekerjasama dengan OVO dan GoPay.
Hal ini tentu menjadi nilai tambah sendiri di mata konsumen. Semakin mudah sistem pembayaran, semakin mudah pula untuk belanja tanpa harus ke ATM ataupun melakukan kontak fisik. Karenanya, teman-teman UMKM juga harus lebih peka dan mengadopsi sistem pembayaran non-tunai seefektif mungkin.
Baca Juga: Solusi Transaksi Digital Untuk Pengelolaan Keuangan Bisnis
UMKM jelas sangat terbantu dengan adanya e-commerce. Meski begitu, pertanyaan juga tentu banyak bermunculan. Bagaimana kita bisa menggenjot pangsa pasar lebih tinggi lagi? Selain dengan dukungan pemerintah, jawabannya juga bisa jadi dari sistem di dalam masing-masing UKM sendiri. Misalnya saja, jika teman-teman bermasalah dengan modal, padahal kesempatan pasar cukup besar. Hal ini bisa diatasi dengan mengadopsi sistem pencatatan keuangan yang lebih baik.
Ya, UKM bisa lebih kuat jika prinsip pencatatan keuangannya juga kuat sehingga skema pembiayaannya juga bisa lebih baik. Kesempatan untuk mendapatkan modal juga lebih besar jika kita punya sistem pencatatan keuangan yang bisa dipercaya. Karena, batu sandungan bagi pembiayaan UKM adalah kurangnya pencatatan dalam melakukan bisnis agar segala sesuatu bisa diperhitungkan.
Nah, setelah mengupas tuntas peluang bisnis pangan praktis serta bagaimana cara menggenjotnya di tengah persaingan yang cukup ramai, diharapkan teman-teman UKM bisa lebih siap. Baik dalam produksi makanan maupun peningkatan pelayanan penjualan lewat e-commerce.
Hal ini terutama berlaku bagi teman-teman UKM yang memang bergelut atau ingin melakukan ekspansi di bisnis pangan praktis. Melihat peluang yang cukup besar, tentu sayang jika disia-siakan, bukan? Sebab, sudah saatnya UKM naik kelas!
Jika merasa artikel ini bermanfaat, yuk bantu sebarkan ke teman-teman Anda. Jangan lupa untuk like, share, dan berikan komentar pada artikel ini ya Sahabat Wirausaha.
- Referensi:
- https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2021/06/25/belanja-makanan-mendominasi-pengeluaran-konsumen-pada-kuartal-i-2021
- https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2021/01/21/pandemi-membuat-masyarakat-tak-beli-bahan-makan-di-pasar
- https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2021/06/03/pola-belanja-online-di-kalangan-anak-muda-berubah-saat-pandemi
- https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2019/09/19/10-alasan-membeli-makanan-secara-online
- https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2021/02/09/efisien-dan-diskon-jadi-alasan-konsumen-belanja-daring