Sahabat Wirausaha, apakah di antara kalian ada yang pernah makan atau mungkin mendengar yang namanya jintul? Bagi mereka yang tinggal di daerah Jawa Tengah, makanan ini bukanlah hal yang asing. Camilan yang merupakan produk olahan singkong ini merupakan salah satu snack tradisional yang sudah dikenal turun-temurun terutama oleh warga Tegal. Sayangnya, seperti berbagai makanan olahan jadul lainnya, jintul pun semakin tergerus zaman karena kurang populer di kalangan generasi muda.

Namun di tangan Akhdan Taufiq, jintul menjelma menjadi sebuah makanan ringan dengan nilai jual tinggi. Menawarkan sebuah inovasi atas snack lawas, Akhdan mengenalkan jintul lewat produk usahanya yang bernama Djintoel Snack Khas Tegal. Seperti apa kisah inspiratif Akhdan dalam membangun bisnis ini? Berikut adalah kisah inspiratifnya.


Akhdan Taufiq, Si Arsitek Ibukota yang Temukan Potensi Jintul

“Saya ini dulu awalnya kerja di Jakarta karena memang latar belakang arsitek. Waktu itu saya sama istri baru saja menikah dan kemudian pandemi COVID-19. Kita memang sudah berencana sejak lama kalau nanti habis menikah mau kembali ke daerah dan merintis usaha,” cerita Akhdan memulai pembicaraan kami yang berlangsung via telepon WhatsApp kala itu.

Baca Juga: Tips Memulai Usaha yang Sukses

Sama sekali tak punya rencana untuk menjalani bisnis kuliner pada awalnya, kejelian Akhdan melihat jintul yang sering dimakan oleh orang-orang tua di sekitar tempatnya tinggal adalah awal mula ketertarikannya.

Sebagai pemuda, Akhdan tak menampik bahwa jintul memang memiliki tampilan yang kurang menarik. Bahkan jika dibandingkan dengan olahan singkong tradisional lainnya seperti tiwul atau gethuk, jintul yang berbentuk kotak itu memang tak akan bisa membuat anak-anak muda menyukainya. Ide pun muncul di benak Akhdan untuk memperluas jangkauan produk ini ke pasar usia yang lebih lebar.

“Jadi waktu itu awalnya saya coba iris-iris jintul sampai tipis dan goreng begitu saja. Eh ternyata jadi lebih menarik, lebih enak gitu rasanya. Barulah mulai diolah secara lebih serius dan diberi bumbu rasa pedas atau asin. Rupanya jintul goreng ini jadi lebih empuk tapi tetap renyah, tidak seperti keripik singkong yang cenderung keras dan tajam,” ungkap Akhdan panjang lebar.

Lantaran setelah diujikan kepada keluarga terdekat memperoleh tanggapan yang positif, Akhdan pun mulai menyadari potensi bisnis dari jintul goreng ini. Kendati tanpa latar belakang kuliner atau bisnis sekalipun, Akhdan mencoba menemukan ramuan jintul goreng terbaik sebelum melakukan produksi profesional dan menawarkannya ke masyarakat.

Tak seperti sebelumnya yang membeli jintul siap olah, Akhdan memberanikan diri membuat sendiri jintul dari singkong yang sudah diparut dan kemudian ditumbuk. Adonan singkong itu kemudian dikukus dan kemudian dimasukan ke dalam cetakan selama satu malam. Barulah kemudian jintul-jintul itu dipotong esok harinya dan digoreng yang ternyata malah membuat adonannya lebih lembut tapi tetap renyah.

“Tepat pada 20 Maret 2020 itu Djintoel Snack Khas Tegal dimulai. Karena keterbatasan modal saat itu cuma 500 ribu rupiah, pekerja produksinya mulai dari ngolah singkong, bikin jintul sampai siap jadi produk jual ya keluarga sendiri. Cuma saya sudah punya pemikiran soal packaging yakni pakai standing pouch cokelat supaya berbeda dengan jintul goreng lain yang pakai plastik biasa. Ternyata itu justru jadi branding Djintoel Snack Khas Tegal,” papar Akhdan dengan penuh semangat.

Baca Juga: Beberapa Model Ekspansi Bisnis yang Perlu Diketahui UMKM


Manfaatkan Sistem Reseller, Djintoel Snack Khas Tegal Raup Ratusan Juta Saat Pandemi

foto: UKM Jagowan

Satu hal yang membuat Akhdan sangat bangga dengan Djintoel Snack Khas Tegal adalah bagaimana produk bisnisnya ini bisa dibilang sangat beruntung ketika pandemi COVID-19 melanda Indonesia. Ya, di saat banyak pelaku bisnis yang terpaksa gulung tikar atau mengalami kemerosotan omzet, pria yang pada tahun 2023 ini genap berusia 29 tahun itu justru meraih omzet fantastis.

“Dulu itu awalnya pemasaran kan dibantu sama temen-temen influencer di Jakarta, eh langsung kita dapat repeat order yang tinggi banget. Jadi istilahnya kita itu dipaksa lari kencang padahal baru mau mulai belajar jalan,” papar Akhdan.

Baca Juga: Kupas Tuntas Pengelolaan Reseller di Era Digital

Seiring terus meningkatnya permintaan akan Djintoel Snack Khas Tegal, Akhdan pun mulai mengajak ibu-ibu di sekitar rumahnya menjadi karyawan produksi. Hal ini memang sesuai dengan visi dan misi bisnis yang ia jalankan, yakni harus bisa bermanfaat dan berdaya bagi masyarakat di sekitarnya.

Menggaet total sekitar 5-7 orang karyawan produksi yang hampir seluruhnya adalah ibu rumah tangga, Djintoel Snack Khas Tegal pun menjelma menjadi lahan pencarian uang untuk membantu perekonomian keluarga. Sahabat Wirausaha bisa menemukan rumah produksinya di Jalan Makam No.2, Kelurahan Balapulang Wetan, Kecamatan Balapulang, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah.

“Saat ini kemampuan produksi kita di kisaran 200-500 bungkus Djintoel Snack Khas Tegal. Untuk bahan baku jintul, awalnya kita memang mencari dan mengolah sendiri singkongnya. Tapi seiring berjalannya waktu dengan bisnis makin dikenal dan berdampak positif ke omzet, kami menjalin mitra dengan pembuat jintul. Mereka yang biasanya cuma menghasilkan 20-50 potong jintul di pasar, sekarang bisa rutin kirim ke kami minimal 200 potong jintul setiap hari,” cerita Akhdan bangga.

Berbeda dengan kebanyakan pebisnis pemula yang menjual produknya ke konsumen langsung atau end user, Akhdan memilih sistem agen dan reseller dalam menawarkan Djintoel Snack Khas Tegal. Menurut Akhdan, dirinya memang tak menampik jika margin profit saat jualan ke end user lebih besar, tapi secara kuantitas produk ternyata jauh lebih kecil.

Memanfaatkan kebijakan pembatasan sosial yang ditetapkan pemerintah selama wabah corona, Akhdan langsung menggaet reseller dan agen yang berkomunikasi lewat WhatsApp untuk penjualan Djintoel Snack Khas Tegal di awal bisnis berjalan. Bahkan di tahun 2020 saja, dia bisa menambah hingga 50 reseller dalam waktu satu bulan.

Baca Juga: Cara Mengoptimalkan Kinerja Reseller

“Jadi waktu pandemi itu di tahun 2020, kita bisa jualan hingga 10 ribu pouch per bulan di tingkat reseller, jadi omzet sampai 150 juta rupiah. Tapi sekarang tahun 2023 memang omzet kita melandai ya, di sekitaran 3.000 pouch per bulan dengan nominal 50 jutaan rupiah lah. Makanya waktu pandemi itu ketika banyak orang cemas [virus] corona, kami malah bingung belanja bahan baku sama kirim-kirim produk,” kenang Akhdan sambil tertawa.


Sempat Ditipu Mitra, Djintoel Snack Khas Tegal Pasang Mimpi Baru

Kini di tahun ketiga Djintoel Snack Khas Tegal berjalan, Akhdan sudah memiliki total 300-an reseller di seluruh Indonesia. Bahkan ada juga seorang reseller yang berada di Doha, Qatar yang membuat produknya ini juga diminati hingga luar negeri kendati belum dalam skala ekspor.

Dijual dengan harga mulai dari 10 15 ribu rupiah (eceran), Djintoel Snack Khas Tegal ditawarkan dalam delapan rasa berbeda yakni jagung bakar, ayam geprek, pedas asin, original, cokelat, balado, keju dan BBQ. Menariknya, seluruh varian rasa itu sudah mengantongi sejumlah dokumen perizinan dan sertifikasi seperti NIB (Nomor Induk Berusaha), PIRT (Pangan Industri Rumah Tangga) dan Halal dari MUI (Majelis Ulama Indonesia).

foto: UKM Jagowan

“Sekarang reseller dan agen masih berjalan penjualannya, karena memang mereka itu penghasil revenue terbesar. Tapi karena tuntutan perkembangan zaman akhirnya kita juga jualan di marketplace dan ada juga di beberapa toko offline seperti jaringan minimarket di Tegal, Yogyakarta sampai Bantul. Pokoknya kami terus berjalan untuk scale up teman-teman reseller dan developing networking,” jelas Akhdan panjang lebar.

Baca Juga: Tempa Hubungan Baik Dengan Mitra Bisnis Lewat 9 Cara Berikut

Kendati kisah perjalanan bisnisnya terdengar sangat lancar hingga saat ini, Akhdan bukan tidak pernah mengalami kejadian buruk. Bahkan dirinya sempat menjadi korban salah satu mitra pemasok jintul yang membuatnya merugi di kisaran 5-10 juta rupiah. Ayah satu orang anak ini bercerita bahwa selama menggeluti bisnisnya ini, dia memiliki lima mitra pemasok jintul yang semuanya menjalin komunikasi lancar.

Hingga akhirnya salah seorang pemasok meminta agar Akhdan melunasi pembayaran terlebih dulu dengan alasan pembelian bahan baku. Lantaran sudah lama bekerjasama, Akhdan tidak menaruh curiga dan memberikan modal usaha kepada sang pemasok jintul tersebut. Namun ternyata si pemasok tidak bertanggung jawab dan membawa kabur begitu saja uang pemberian Akhdan.

Kini untuk semakin mengenalkan Djintoel Snack Khas Tegal ke pasar yang lebih luas, Akhdan rupanya menyimpan asa melakukan kegiatan ekspor meskipun tidak dalam waktu dekat lantaran ada banyak sekali syarat administrasi dan perizinan yang diminta.

foto: UKM Jagowan

“Mungkin saat ini kedepannya kami ingin Djintoel Snack Khas Tegal ini punya outlet resmi. Atau nggak, bisa dijual di berbagai obyek wisata dan toko oleh-oleh, pokoknya bisa jadi oleh-oleh khas Tegal secara resmi gitu lah,” harap Akhdan.

Baca Juga: Hj Nonoh Snack: Melinjo, Si Cemilan Lokal yang Go International

Di akhir perbincangan kami, Akhdan pun menyempatkan memberikan sedikit nasihat kepada Sahabat Wirausaha yang tengah berhasrat menjalani bisnis seperti dirinya. Di mana menurutnya, usia muda adalah sebuah keunggulan untuk memulai usaha karena sebaik apapun rencana yang dipikirkan, solusi dan pengalaman tak akan ada jika enggan berani mencoba. Lagipula bukankah lebih baik menghabiskan jatah gagal saat ini dan menuai kehidupan nyaman di usia lanjut?

Jika Sahabat Wirausaha merasa artikel ini bermanfaat, yuk bantu sebarkan ke teman-teman lainnya. Jangan lupa untuk like, share, dan berikan komentar pada artikel ini.