Kripik Hidayat - Di sebuah dapur rumah di Candi Sari, Semarang, Bagus Prasetyo memulai perjalanannya dengan sesuatu yang tak ia sukai: pisang. Tak ada yang menyangka bahwa dari buah yang selama ini ia hindari, lahir sebuah merek camilan yang kini mulai dikenal publik: Kripik Hidayat. Produk utamanya? Keripik pisang dengan rasa kekinian, mulai dari cokelat, madu, hingga keju.
Tapi kisahnya tak bermula dari riset pasar atau diskusi bisnis yang panjang. Justru berawal dari mimpi yang datang tiba-tiba. “Saya sangat tidak suka pisang. Tapi suatu malam, saya bermimpi—dalam mimpi itu saya diberikan ide nama usaha dan produk yang harus saya jual,” ujar Bagus. Mimpi itu bukan hanya pertanda, tapi juga dorongan batin yang kuat. Esok harinya, ia mulai mengeksekusinya.
Dari Kompor Rumah ke Rak Toko
Usaha ini resmi ia mulai pada akhir 2023. Bermodal semangat dan eksperimen dapur, Bagus menciptakan varian awal kripik pisang dengan rasa original, keju, dan cokelat. Ia mengujicobakan resep ke keluarga, tetangga, dan komunitas lokal. Responsnya positif. “Saya mulai produksi lebih banyak, promosi lewat WhatsApp dan Instagram. Juga ikut bazar UMKM dan titip jual di toko oleh-oleh,” ujarnya.
Dari awal yang serba manual—mengiris pisang, menggoreng sendiri, mengemas satu per satu—Kripik Hidayat kini memproduksi hingga 10.000 kemasan per bulan. Tak hanya itu, usaha ini telah memiliki legalitas lengkap: NIB, PIRT, dan sertifikat halal.
Segmen pasar yang dibidik Kripik Hidayat cukup beragam. Anak muda usia 15–25 tahun jadi sasaran utama karena gemar ngemil dan aktif di media sosial. Tapi produk ini juga dirancang ramah untuk keluarga muda dan pekerja kantoran.
“Saya kemas kripik pisang dengan berbagai ukuran. Untuk anak muda, ada rasa pedas dan kekinian. Untuk keluarga, ada versi ekonomis dan isi banyak,” kata Bagus. Strateginya cukup efektif. Dengan pendekatan multi-segmen, Kripik Hidayat tak hanya jadi camilan rumahan, tapi juga oleh-oleh lokal.
Membangun Kripik Hidayat dari Keterbatasan
Seperti halnya banyak usaha mikro lainnya, tantangan datang silih berganti. Mulai dari pasokan bahan baku yang tidak konsisten, persaingan pasar yang ketat, hingga keterbatasan tenaga kerja. “Pisang itu musiman, dan kualitasnya bisa berubah tergantung cuaca. Saya harus selektif banget,” tuturnya.
Solusinya? Bagus menjalin kerja sama langsung dengan petani pisang di sekitarnya. “Saya juga bikin SOP agar hasil produksi tetap standar walau dikerjakan oleh tim yang berbeda,” tambahnya. Saat produksi mulai meningkat, ia merekrut beberapa tenaga kerja, mayoritas ibu rumah tangga dari lingkungan sekitar.
Bagus juga mengakui pernah nyaris menyerah. “Waktu itu penjualan menurun drastis. Stok menumpuk, promosi nggak jalan. Saya sempat bingung mau bagaimana,” kenangnya. Namun ia memilih untuk belajar. Ia mengikuti pelatihan UMKM, memperdalam digital marketing, dan merombak desain kemasan agar lebih menjual. Hasilnya mulai tampak: pelanggan kembali berdatangan, penjualan meningkat.
Pemasaran digital jadi senjata utama Kripik Hidayat. Instagram, TikTok, dan marketplace seperti Shopee dan Tokopedia dijadikan etalase utama. Konten-konten kreatif tentang proses produksi, testimoni pelanggan, hingga storytelling produk, dibagikan rutin. “Saya juga mulai kerja sama dengan food blogger lokal untuk review produk,” kata Bagus.
Strategi lain adalah memperkuat penjualan langsung di komunitas dan event lokal. Ia aktif mengikuti bazar, kuliner night market, dan menjajaki kolaborasi dengan kafe atau warung camilan. Ia bahkan berencana membangun jaringan reseller agar distribusi produk lebih luas dan memberi peluang usaha bagi orang lain.
Ekspansi Pelan Tapi Pasti
Meski masih baru berjalan satu tahun, Bagus punya mimpi besar. “Saya ingin Kripik Hidayat bisa dikenal sebagai oleh-oleh khas daerah dan jadi camilan sehat nasional,” katanya.
Tak berlebihan, mengingat tren gaya hidup sehat kini sedang naik daun. “Orang mulai sadar pentingnya makanan ringan alami tanpa MSG. Kripik pisang bisa menjawab kebutuhan itu,” tambahnya.
Selain itu, ia juga perlahan beralih ke kemasan ramah lingkungan dan menggunakan minyak goreng berkualitas agar produknya tak hanya enak, tapi juga aman dikonsumsi rutin.
Langkah ekspansi pun mulai dijalankan. Kini produk Kripik Hidayat tidak hanya dijual di Semarang, tapi juga dipesan dari berbagai kota lewat marketplace. Beberapa toko oleh-oleh di luar daerah mulai menjajakan produknya. Tantangan ekspansi ini ia jawab dengan memperkuat sistem stok, perbaikan kemasan untuk pengiriman jarak jauh, dan membangun relasi bisnis yang sehat dengan mitra luar kota.
“Awalnya saya ragu, takut nggak bisa memenuhi permintaan. Tapi ternyata, kalau sistemnya rapi dan kita jaga kualitas, semua bisa dijalani,” kata Bagus.
Salah satu momen paling membanggakan dalam perjalanan bisnisnya adalah saat produknya dipromosikan oleh akun resmi Kementerian Koperasi dan UKM. “Saya kaget banget. Tiba-tiba ada notifikasi bahwa mereka repost konten kami. Dari situ, followers naik, pesanan ikut naik,” ceritanya. Bagi Bagus, ini validasi bahwa usahanya mulai mendapat perhatian luas.
Pentingnya Relasi dan Dampak Sosial Bisnis
Yang menarik, usaha ini bukan semata untuk keuntungan pribadi. Sejak awal, Bagus ingin agar bisnis ini punya dampak sosial. “Saya libatkan ibu-ibu rumah tangga untuk produksi. Mereka bisa bekerja dari rumah,” ujarnya.
Dari sisi lingkungan, sisa produksi seperti kulit pisang tak dibuang begitu saja. “Saya kasih ke peternak buat pakan. Jadi nggak ada yang terbuang,” katanya. Ia juga mulai mengurangi penggunaan plastik dan mencari alternatif kemasan yang bisa didaur ulang.
Ia menyebut dukungan keluarga sebagai kunci. “Orang tua saya luar biasa. Mereka bukan cuma kasih semangat, tapi ikut bantu produksi juga. Teman-teman saya juga sering bantu promosi,” katanya.
Jika ada satu hal yang paling ia pelajari dari perjalanan ini, itu adalah pentingnya konsistensi dan relasi. Menurut Bagus, sebagai pelaku usaha yang bisnisnya masih skala mikro, penting sekali agar jangan cepat puas dan terus belajar.
Jangan cepat puas. Terus belajar, terus evaluasi. Dan jangan kerja sendirian. Bangun tim, bangun jaringan,
Di akhir wawancara, Bagus menyebut bahwa dirinya tak pernah menyangka kripik pisang—dari buah yang dulu ia benci—bisa menjadi jalan hidupnya. Tapi justru dari situlah, ide segar muncul, peluang terbuka, dan dampak positif dirasakan. “Kadang yang kita hindari justru yang mengantarkan kita ke jalan terbaik,” katanya sambil tersenyum.
Instagram: @kripikhidayat
Shopee: shopee.co.id/kripik_pisang.hidayat