Saat ini, cara berbisnis UMKM menjadi lebih canggih dengan maraknya berbagai portal digital. Salah satu metode yang sedang booming adalah membangun jaringan reseller sebagai jalan mengembangkan bisnis. Namun, ternyata membangun reseller tidak semudah yang dibayangkan, lho! Apa saja sih yang perlu kita lakukan ketika ingin membangun tim reseller secara digital? Dan bagaimana cara tepat agar sistem ini bekerja dengan baik? Yuk, simak penjelasan lengkapnya di bawah ini!
Baca Juga : Cara Mengoptimalkan Kinerja Reseller
Menilik Sekilas Kekuatan Reseller di Era Digital
Semua orang tahu, menjadi pegiat UKM bukanlah hal yang mudah. Banyak di antara kita yang harus mengampu banyak tugas sekaligus jabatan di awal-awal merintis usaha. Mulai dari mengerjakan produksi, membuat desain dan kemasan, melakukan promosi, hingga membukukan keuangan. Dampaknya cukup signifikan, waktu kita bersama keluarga terkadang harus dikorbankan demi menggenjot penjualan. Padahal, idealnya kita harus selalu menyeimbangkan waktu bekerja dengan waktu bersama keluarga.
Menurut David Joyo Mulyono, Direktur BerkatSoft dan Co-Founder software reseller Virral.id, masalah di atas bisa dipecahkan lewat menjalin kolaborasi dan kerjasama dengan berbagai pihak. Salah satunya adalah dengan reseller, alias orang-orang yang menjual kembali produk kita di berbagai tempat.
Belakangan, menggaet reseller dari berbagai daerah memang menjadi salah satu cara favorit para pengusaha UKM dalam melakukan ekspansi bisnis. Jumlah reseller produk pun terus bertambah beberapa tahun terakhir. Dilansir dari Databooks milik Katadata.co.id, di tahun 2019 saja, sebanyak 15,97 persen dari keseluruhan penjual di e-commerce Indonesia merupakan reseller. Dalam hal ini, reseller berperan sebagai pihak yang membeli produk dari merchant asli dan menjualnya kembali di berbagai daerah. Sehingga konsumen-konsumen yang berdomisili di daerah yang jauh dari toko utama bisa membeli produk tersebut dengan ongkos kirim lebih murah.
Baca Juga : Startegi Branding Mendapatkan Konsumen Loyal
Menurut David, yang menarik dari sistem reseller digital adalah kemampuannya untuk menurunkan cost (ongkos usaha) dan menaikkan profit. Dengan menjual secara digital kepada reseller dan mereka kembali menjualnya secara digital pula, kita sebagai merchant asli tak perlu terlalu pusing dengan ongkos kirim. Hal ini tidak akan bisa dicapai dengan sistem reseller offline. “Misalnya, ketika kita membuka banyak cabang, saat offline, kita harus sewa atau beli tempat-tempat tertentu yang bagus alias strategis untuk usaha. Untuk satu tempat mungkin bisa 400 – 500 juta untuk setahun dua tahun. Tapi dengan sistem reseller digital, cost yang dikeluarkan bisa jadi nol,” papar David panjang lebar.
Kekuatan reseller juga tidak boleh diremehkan. Menurut David, salah satu keuntungan memiliki reseller adalah kemampuan mereka berlipat ganda. Satu orang reseller bisa dimanfaatkan untuk mengajak setidaknya 1-2 temannya untuk ikut menjadi reseller. “Jika sudah lebih banyak lagi orangnya, berduplikasi. Jika dikelola dengan baik, dan penjualan produk bagus, teman-teman pada akhirnya bisa memiliki lebih dari 50 reseller,” jelas David. Pendeknya, jika produk kita punya ciri khas dan kualitas baik, reseller bisa dengan mudah bertambah dan ekspansi produk berjalan dengan mulus.
Baca Juga : Mengenal Psikologi Konsumen Untuk Mengambil Keputusan Pemasaran
Menghindari Pola Pikir Keliru Tentang Reseller
Hal pertama yang harus kita miliki adalah mindset bisnis yang tepat tentang reseller. Ada lima kesalahan pola pikir terbesar soal sistem ini, dan jangan sampai teman-teman terjebak di dalamnya. Kelimanya adalah :
1. Semua orang bisa jadi reseller.
Hal ini salah. Tidak semua orang bisa menjadi reseller. Sebab, ada orang-orang yang kadang bisa berjualan menyenangi barang yang dia jual. Jadi dia harus coba dulu. Mindset harga juga berbeda masing-masing orang. Ada penjual yang bisa berdagang buku atau baju dengan baik. Namun, saat kita memintanya berjualan mobil, ia tidak bisa.
2. Menganggap reseller sebagai freelancer.
Kita harus menganggap mereka sebagai bagian dari tim, yang akan membawa penjualan produk kita naik. Ini sangat berpengaruh terhadap keberhasilan pemanfaatan reseller. Saat reseller dan penjual berdiri sendiri-sendiri, reseller bisa jadi mengesampingkan pekerjaan mereka saat bertemu kesempatan yang lebih baik atau lebih disenangi. Pendeknya, tidak fokus.
3. Reseller tidak butuh training atau pelatihan.
Ini salah besar. Karena ketika reseller masuk, maka dia membutuhkan bimbingan dan pelatihan. Misalnya, training untuk mengenal produk kita yang nantinya akan dia jual. Kemudian bagaimana cara menangani konsumen, bagaimana follow-up konsumen, dan lain-lain. Pendampingan juga diperlukan agar penjualan berjalan baik dan terkontrol.
4. Reseller tidak butuh website sendiri.
Jika kita hanya meminta mereka menjual produk kita tanpa dibekali dengan fasiltas website. Berdasarkan survei, hal ini bisa membuat penjualan antara kita dan reseller bagaikan bumi dan langit, terpaut jauh.
5. Reseller tidak perlu dievaluasi
Ini adalah pemikiran yang kurang baik. Ketika reseller membawa nama brand kita, dan ada beberapa dari mereka yang kinerjanya kurang atau cara menangani pembelinya kurang bagus. Hal ini akan membuat brand kita kurang dipandang baik oleh konsumen. Konsekuensi inilah yang perlu kita waspadai.
Baca Juga : 7 Strategi Mengelola Hubungan Baik dengan Konsumen
Bagaimana Agar Sistem Reseller Digital Bekerja Dengan Baik?
Agar pengelolaan reseller dalam ranah digital berjalan mulus, kita harus benar-benar mengenal reseller kita dengan baik. Sahabat UKM perlu melihat reseller sebagai anggota tim, dan harus membekali mereka dengan skill, pengalaman, dan mengembangkan potensi mereka. Caranya memang tidak sederhana. Pertama-tama, saat seseorang mendaftar sebagai reseller, Sahabat UKM perlu melakukan proses skrining, alias penyaringan. Gali kemampuan mereka, cari tahu seperti apa karakter mereka, dan bagaimana cara mereka menjual dan mengenal produk kita. Ingat, tidak semua orang punya mindset yang tepat untuk menjual suatu produk. Mereka bisa jadi punya pengetahuan, kemampuan, dan pengalamannya yang berbeda dalam menjual berbagai produk. “Kita juga perlu tahu pola pikirnya dalam menjual produk, apakah dia menganggap penjualan produk kita ini sebagai sampingan atau benar-benar mau berusaha mengembangkan produk bersama kita,” jelas David.
Baca Juga : Mudahnya Berbisnis di Era Digital
Jika seorang reseller hanya menganggap penjualan ini sebagai sampingan, bisa jadi dia hanya akan fokus pada pekerjaan utamanya, bukan produk kita. Tetapi ketika ia menganggapnya pekerjaan utama, maka bisa jadi dia akan berjuang mati-matian.
Saat sudah mengenal kemampuan dan pengalaman yang mereka miliki, kita bisa membagi kategori reseller berdasarkan hal tersebut. Hal ini berguna untuk menentukan tingkat pelatihan macam apa yang perlu kita terapkan pada masing-masing reseller. Secara sederhana, mereka bisa dibagi dalam 3 kelompok :
- Tipe Pemula, yaitu mereka yang punya hasrat untuk berjualan namun belum punya kemampuan, pengalaman, dan belum mengenal baik produk kita.
- Tipe Menengah, yaitu mereka yang punya pengalaman berjualan dan sebelumnya sudha pernah menjadi reseller untuk produk lain. Namun, penjualannya biasa saja. Kemampuannya sebatas cukup.
- Tipe TOP, yaitu mereka yang sudah berpengalaman dalam berjualan dan menjadi reseller, dan bisa cepat mempelajari produk kita. Tipe reseller ini umumnya juga sudah memiliki mindset yang tepat dalam menjual suatu produk.
Dengan membagi para reseller ini berdasarkan tipenya, barulah kita bisa menentukan mentoring seperti apa yang bisa kita berikan. Misalnya saja, saat teman-teman UKM bisa mendapatkan reseller tipe ketiga, bisa jadi penjualan teman-teman meningkat tajam lantaran bekal pengalaman dan kemampuannya. Apalagi jika kita mampu mengajak mereka membangun timnya sendiri. Sementara untuk reseller tipe pertama dan kedua, tentu jenis bimbingan yang harus diberikan pun berbeda.
“Jadi, fokuskan utamanya adalah gini yang lebih kecil pemula mungkin fokuskan waktu kita kurang lebih 60 – 70 persen, menengah mungkin 20 – 30 persen, sementara yang top cukup 5 – 10 persen. Karena mereka sudah mengerti pola kerja dan cara kerja yang terbaik,” jelas David mengenai hal ini.
Ketiga, teman –teman harus memberikan edukasi dan mentoring kepada reseller. Kita harus memberitahu seperti apa karakter produk kita pada mereka. Caranya banyak, dan salah satunya adalah dengan membuat suatu video pengenalan produk yang mendeskripsikan prouk kita. Bak tentang produk maupun visi misi kita. Tak hanya itu, kita juga harus membantu mereka untuk membuat skrip jualan. Kebanyakan sekedar memberikan daftar produk, dan langsung melepas reseller untuk berjualan. Saya pun mengalami hal ini dulu, dan saya tidak yakin bisa menjualnya tanpa pengenalan produk maupun bimbingan dari penjual resminya. Jadilah pendamping untuk para reseller, karena mereka pun butuh dibantu untuk berkembang.
Baca Juga : Perlukah Pendamping, Penasihat, atau Mentor dalam Bisnis?
Rangkul Reseller Sebagai Tim Untuk Membangun Jaringan Berkualitas
Untuk memantapkan kinerja reseller, Sahabat UKM harus berani mengubah mindset selama ini. Berhentilah menganggap reseller sebagai mereka yang membantu kita memasarkan produk secara freelance. Alih-alih, rangkul dan jadikan mereka sebagai bagian dari tim. Jadikan mereka sebagai reseller resmi, yang artinya berafiliasi langsung dengan perusahaan kita. Adakan pelatihan, pengenalan produk, hingga evaluasi dalam jangka waktu tertentu untuk mereka. Jika perlu, berikan pula reward atas keberhasilan mereka menjual sejumlah besar produk.
Selain membangun jaringan yang berkualitas, konsumen Indonesia juga nyatanya lebih tertarik dengan reseller yang resmi dari suatu brand. Dilansir dari Katadata.co.id, survei Katadata Insight Center menunjukkan bahwa sebanyak 62,3 persen responden e-commerce lebih memilih berbelanja dari penjual yang statusnya telah terverifikasi. Ini termasuk juga dengan reseller resmi suatu produk.
Untuk reseller resmi, bisa Sahabat UKM bisa memberikan pelatihan dengan mengamati para reseller yang sudah ahli di bidangnya. Dari hal ini, kita bisa menduplikasi pengalaman, pola kerja, dan kemampuan mereka ke anggota reseller yang masih menengah dan pemula. Jangan lupa juga untuk selalu membuat video atau powerpoint pengenalan produk, karena lewat hal inilah reseller resmi bisa mengenal produk kita lebih baik. Buat pula video tutorial yang menunjukkan cara-cara berjualan sesuai ketentuan perusahaan kita, cara menjawab komplain pelanggan, menanggapi pertanyaan-pertanyaan pelanggan, hingga bagaimana cara follow-up kepada permintaan konsumen.
Baca juga : 9 Jenis Konten Pemasaran yang Perlu Diketahui
Selain itu, kita perlu juga memotivasi reseller. Seperti semua orang lainnya, reseller juga bisa mengalami mood yang naik-turun. Saat hal ini terjadi, kita harus bisa menerima keluhan tentang produk. Misalkan, produknya bagus, hanya ketika barangnya datang, kondisinya rusak karena kondisi di pengiriman. Fokuskan juga motivasi lebih ke arah level pemula dan menengah.
Terakhir, Sahabat UKM tidak boleh lupa untuk melakukan evaluasi para reseller. Dengan adanya evaluasi, kita bisa melihat mana yang kinerjanya bagus dan mana yang tidak. Tentukan berapa banyak kita mau mengadakan evaluasi, misalnya setiap bulan atau setiap tiga bulan. Misalkan setelah 3 kali evaluasi mereka tidak berkembang, meskipun kita sudah memberikan bimbingan, mentoring, dan pelatihan. Mungkin sudah waktunya kita berbicara soal pemutusan kemitraan antara kedua belah pihak.
Jika dirasa perlu, teman-teman bisa pula membuat komunitas reseller. Inilah yang membedakan antara bisnis yang fokus ke reseller dengan bisnis yang hanya fokus ke produk. Ingat, kita harus memandang reseller sebagai tim sales produk kita. Saat program yang kita adakan fokus ke mereka, maka mereka juga akan merasa dimengerti dan diperhatikan. Pada akhirnya, reseller akan punya hasrat untuk memperjuangkan bisnis kita. Business build people, yang artinya, bisnis kita membangun manusia yang terlibat di dalamnya.
Memindahkan Reseller Ke Ranah Digital
Kenapa sih kita harus pindah ke digital? Banyak keuntungan yang bisa kita peroleh dari menggunakan reseller digital. Salah satunya adalah kita bisa melakukan analisa produk. Mana produk yang paling laku dan cocok untuk kita kembangka selanjutnya. Dari data yang didapat secara digital ini, kita juga bisa menentukan varian baru apa yang akan kita buat. Bisnis bisa naik ketika ada produk yang digemari konsumen dan masyarakat. Tapi akan ada saatnya pasar jenuh dengan produk ini, dan penjualan menurun. Nah, inilah saatnya kita menelurkan produk baru, sehingga konsumen yang pernah merasakan produk hits kita sebelumnya tertarik untuk mencoba.
Data yang didapat dari reseller digital juga bisa dimanfaatkan untuk menganalisa consumer behaviour, alias perilaku belanja konsumen. Kita bisa tahu produk apa saja yang paling digemari konsumen dan bagaimana riwayat penjualannya. Lewat data yang dikumpulkan dari para reseller secara digital, hal ini akan lebih mudah dilakukan. Misalnya, konsumen A lebih suka satu barang, dan konsumen B lebih suka barang lainnya. Dari sini, kita tahu secara personal kesukaan konsumen. Saat kita mengeluarkan produk baru atau mau mempromosikan lagi produk lama yang baru restock, kita bisa melakukan blast alias membombardir konsumen dengan iklan produk yang sesuai minat mereka. Kita sodorkan lagi promosi ini ke konsumen sesuai dengan produk kegemaran mereka sebelumnya.
Baca Juga : Menyusun Konten Untuk Membangun Kesetiaan Pelanggan (Customer Loyalty Program)
Setelah mengetahui keuntungan dan manfaat yang bisa diperoleh dari mengembangkan jaringan reseller digital, diharapkan Sahabat UKM bisa lebih terbuka untuk menggunakan jasa mereka. Yuk, kembangkan bisnis dengan menjalin kerjasama langsung bersama reseller. Sebab, sudah saatnya UKM naik kelas!
Jika merasa artikel ini bermanfaat, yuk bantu sebarkan ke teman-teman Anda. Jangan lupa untuk like, share, dan berikan komentar pada artikel ini ya Sahabat Wirausaha.
Referensi :
Webinar TOPKARIR dengan judul Mengelola Jaringan Reseller Di Era Digital dengan narasumber David Joyo Mulyono
https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2020/1...