Apa Itu User Behavior Pernahkah kamu merasa heran mengapa e-commerce seperti Shopee atau Tokopedia selalu menampilkan produk dengan tag “produk yang sering dibeli bersama” atau “rekomendasi khusus untuk Anda”?

Atau, mengapa Netflix bisa sangat jitu dalam menyarankan film yang pas dengan selera kita? Jawabannya ada pada User Behavior, sebuah ilmu yang mempelajari bagaimana pengguna berinteraksi dengan suatu produk atau layanan, yang menjadi kunci sukses bisnis di era digital. Nah, untuk lebih memahami apa itu User Behavior, serta peran dan penggunaannya, yuk simak bahasan lengkap berikut ini!


Apa Itu User Behavior?

Menurut American Psychological Association (APA), User Behavior alias Perilaku Pengguna adalah segala tindakan, kebiasaan, pola klik, scroll, belanja, atau bahkan rage quit yang dilakukan seseorang saat berinteraksi dengan platform digital atau produk fisik.

Baca Juga: Apa Itu Funnel Analysis: Cara Cerdas Menganalisis Perjalanan Konsumen dari Klik hingga Konversi


Definisi & Jenis-Jenis User Behavior

Apa Itu User Behavior dalam konteks bisnis? Ini adalah “jejak digital” yang ditinggalkan konsumen, mulai dari:

  • Clickstream Data: Jalur klik di website (misal: produk mana sering dilihat tapi tidak dibeli).
  • Purchase History: Riwayat belanja (frekuensi, kategori favorit, nilai transaksi).
  • Session Duration: Lama waktu yang dihabiskan di suatu halaman.
  • Social Media Engagement: Interaksi dengan konten yang dibuat oleh brand, seperti jumlah like, share, komentar.

Menurut data dari McKinsey (2023), bisnis yang memanfaatkan data User Behavior bisa meningkatkan konversi penjualan hingga 35% dibanding yang tidak. Karenanya, penting bagi pebisnis dan wirausaha untuk memanfaatkan data tersebut guna membuat keputusan bisnis kedepannya.


3 Jenis User Behavior Yang Penting Untuk Dipahami

1. Goal-Driven Behavior

Pertama, ada Goal-Driven Behavior atau perilaku yang didorong oleh tujuan spesifik. Ini adalah jenis perilaku yang paling mudah diprediksi. Bayangkan seorang pengguna yang dengan sengaja mengetikkan "jaket kulit pria branded" di kolom pencarian e-commerce. Di sini, jenis pengguna tersebut sudah tahu persis apa yang dia inginkan dan siap untuk membeli.

Data dari Google Analytics menunjukkan bahwa 45% pembeli online masuk dalam kategori ini. Mereka biasanya langsung menuju ke produk yang dicari, membandingkan beberapa opsi, lalu melakukan pembelian dalam waktu singkat.

2. Exploratory Behavior

Berbeda dengan jenis user sebelumnya, pengguna yang termasuk dalam kategori Exploratory Behavior justru lebih sulit diprediksi tetapi menyimpan peluang besar. Perilaku ini terjadi ketika pengguna menjelajah tanpa tujuan jelas, seperti saat kita secara random scroll Instagram atau TikTok tanpa niat belanja, lalu tiba-tiba tertarik dengan sebuah produk karena iklan yang muncul.

Riset yang dilakukan Meta (2024) mengungkapkan bahwa 60% Gen Z menemukan brand baru justru melalui eksplorasi acak seperti ini. Mereka mungkin tidak berniat membeli awalnya, tapi desain kreatif atau penawaran spesial bisa mengubah pikiran mereka dalam hitungan detik.

3. Habitual Behavior

Jenis yang ketiga adalah Habitual Behavior, pola perilaku yang sudah menjadi kebiasaan rutin. Contoh paling sederhana adalah pelanggan setia Starbucks yang selalu memesan kopi favoritnya setiap pagi sebelum kerja. Menurut Journal of Consumer Psychology, kebiasaan seperti ini menyumbang 70% dari keputusan belanja harian konsumen. Mereka tidak perlu berpikir panjang karena sudah terbiasa dan percaya dengan pilihannya.

Gabung jadi Member ukmindonesia.id buat update terus info seputar UMKM dan peluang usaha!


Cara Mengumpulkan dan Menganalisis Data User Behavior

Apa Itu User Behavior, jika tidak disertai data? Tanpa angka atau data yang jelas, ia bisa jadi hanya hasil menebak-nebak tanpa arah. Karenanya, data harus dikumpulkan melalui metode-metode seperti berikut ini :

1. Tracking Tools

  • Google Analytics 4 (GA4): Melacak sumber traffic, bounce rate, dan konversi.
  • Hotjar: Merekam sesi pengguna (session recording) dan heatmap.
  • CRM Software (contohnya Salesforce): Menyimpan riwayat interaksi pelanggan.

Contoh Kasus:
Startup Kopi Kenangan menggunakan data dari GA4 untuk menemukan bahwa 80% pembeli aplikasi mereka adalah wanita usia 25–34 tahun. Lewat pemahaman data ini, mereka membuat keputusan meluncurkan varian less sugar yang langsung laris.

2. Survei & Feedback

Tools seperti Typeform atau SurveyMonkey bisa mengungkap “mengapa” di balik perilaku. Menurut HubSpot (2023), bisnis yang rutin mengumpulkan feedback pelanggan mengalami peningkatan retensi hingga 55%.

3. A/B Testing

Uji coba dua versi halaman web untuk lihat mana yang lebih disukai pengguna. Contoh kasusnya adalah Traveloka, yang berhasil meningkatkan konversi booking hotel mereka sebanyak 22% dengan mengubah warna tombol “Pesan Sekarang” dari hijau ke oranye. Hal ini dilakukan dengan melakukan A/B Testing sebelumnya untuk menguji mana warna yang lebih disukai pelanggan.


Contoh Penerapan User Behavior Dalam Bisnis

Apa Itu User Behavior jika tidak diaplikasikan? Berikut adalah beberapa contoh nyata penggunaan data user behavior yang membuat brand sukses memuaskan pelanggannya:

1. Personalisasi Rekomendasi (Spotify & Netflix)

Brand layanan streaming musik digital Spotify menggunakan data listening habit untuk membuat playlist “Discover Weekly” bagi pelanggan di setiap minggunya. Sementara itu, Netflix menyimpan riwayat tontonan para penggunanya, mulai dari judul  hingga durasi pause untuk membuat rekomendasi film yang sudah dipersonalisasi. Dampaknya, 78% pengguna Netflix mengaku menemukan film favoritnya lewat rekomendasi algoritma (Netflix Annual Report, 2023).

2. Dynamic Pricing (Gojek & Airlines)

Di industri yang berbeda, Gojek menerapkan prinsip serupa melalui sistem dynamic pricing mereka. Pernahkah kamu memperhatikan bahwa tarif layanan GoRide bisa berubah-ubah tergantung waktu dan lokasi? Ini bukan kebetulan, melainkan hasil analisis mendalam terhadap User Behavior.

Data dari MIT (2024) menunjukkan bahwa strategi ini mampu meningkatkan pendapatan bisnis transportasi hingga 15%. Gojek tahu persis kapan permintaan tinggi (misal saat hujan atau jam pulang kerja) dan menyesuaikan harga sesuai dengan data kesediaan bayar pengguna di saat-saat tersebut.

Baca Juga: Mengenal Apa Itu Data Mining: Tambang Emas di Balik Data Bisnis

3. Cart Abandonment Strategy (Shopee)

Kasus menarik lainnya datang dari Shopee, raksasa e-commerce Asia. Mereka menghadapi masalah klasik: banyak pengguna yang mengisi keranjang belanja tapi tidak menyelesaikan transaksi. Dengan menganalisis User Behavior, tim Shopee menemukan bahwa sebagian besar pembeli meninggalkan keranjang karena alasan sederhana seperti lupa atau terganggu aktivitas lain.

Solusinya? Mereka mengembangkan sistem notifikasi otomatis yang mengingatkan pengguna tentang produk yang tertinggal di keranjang. Terbukti efektif, strategi ini berhasil mengurangi cart abandonment rate hingga 30% (SaleCycle, 2023).

Jadi, apa Itu User Behavior jika kita simpulkan? Ia adalah kompas yang menunjukkan arah tepat untuk mengembangkan bisnis di era digital. Dari tiga jenis perilaku utama, yaitu goal-driven, exploratory, hingga habitual, masing-masing memerlukan pendekatan berbeda.

Seperti kata Philip Kotler, "Pelanggan tidak peduli sehebat apa produkmu, yang mereka mau adalah solusi yang sesuai kebiasaan mereka." Mulailah dengan tools sederhana seperti Google Analytics, pelajari pola pelanggan kita dan terus sesuaikan strategi berdasarkan data nyata. Yuk, manfaatkan User Behavior untuk membawa bisnis kita ke level berikutnya!

Jika tulisan ini bermanfaat, silahkan di share ke rekan-rekan Sahabat Wirausaha. Follow juga Instagram @ukmindonesia.id untuk update terus informasi seputar UMKM. 

Referensi:

  1. American Psychological Association (2023). The Psychology of Digital Consumer Behavior.
  2. McKinsey Quarterly (2023). How Behavioral Data Boosts Sales.
  3. Netflix Annual Report (2023). The Power of Recommendation Algorithms.
  4. GDPR & PP No. 71 Tahun 2019 tentang Perlindungan Data Pribadi.