Kalau mendengar kata teh, hal yang muncul pertama kali di benak kita adalah sejenis minuman yang terbuat dari daun teh yang sudah dikeringkan. Aroma khas yang harum dan menenangkan ketika meneguknya merupakan daya tarik minuman satu ini. Tanaman teh yang biasa dibudidayakan di wilayah dataran tinggi itu memang sudah dikenal secara meluas di kalangan masyarakat Indonesia sebagai bahan baku minuman sehari-hari.
Namun, apa jadinya ketika minuman teh hangat yang biasa kita konsumsi itu berbahan baku bunga kering?
Menggunakan bunga sebagai bahan baku minuman memang belum terbiasa dilakukan oleh masyarakat. Padahal kebiasaan mengonsumsi minuman dari edible flower atau bunga yang aman dikonsumsi lazim dilakukan para kakek dan nenek moyang kita sejak dahulu karena memiliki banyak manfaat bagi kesehatan.
Inilah yang menginspirasi Nita Rochimah sebagai pendiri dari Swarga Tea & Co., untuk mengenalkan keanekaragaman hayati Indonesia dengan memproduksi teh berbahan dasar edible flower khas nusantara.
Berawal dari Masalah Pencernaan
Tidak akan ada habisnya menceritakan kekayaan alam Indonesia, terutama sumber daya hayati yang dimilikinya. Sebagai negara tropis, Indonesia menempati urutan kedua setelah Brazil terkait dengan keanekaragaman flora. Tercatat ada 14.000 – 18.500 spesies tumbuhan endemik asli Indonesia dan tidak ada di negara lain. Sumber daya alam hayati yang melimpah ini merupakan potensi alam yang patut diperhitungkan dan tentunya membuka peluang bisnis untuk mengolahnya menjadi produk yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat.
Inilah yang menginspirasi Nita Rochimah dan teman-temannya untuk mendirikan Swarga Tea Kekaguman terhadap sumber daya alam hayati dan keinginan untuk mengenalkan khasiatnya kepada masyarakat merupakan alasan yang melatari lahirnya produk Swarga. Nita memang sudah cukup akrab dengan edible flower atau jenis bunga yang aman dikonsumsi secara langsung. Ia rutin mengonsumsi bunga telang sebagai minuman untuk mengatasi masalah pencernaan.
Baca Juga: 3 Langkah Pemanfaatan Data Untuk Mengambil Keputusan Bisnis
Beberapa tahun sebelum mendirikan Swarga, Nita memang sempat mengalami masalah pencernaan yang cukup mengkhawatirkan. Ia sudah mencoba pengobatan ke sana ke mari tetapi belum juga menemukan yang cocok. Sampai pada suatu ketika ada seorang teman dari Insititut Pertanian Bogor yang menyarankannya untuk mengonsumsi minuman bunga telang yang menurut hasil riset memiliki khasiat untuk mengobati masalah pada pencernaan.
Nita mengikuti saran tersebut dan mulai rutin mengonsumsi minuman bunga telang. Cara membuatnya cukup mudah seperti menyeduh teh yaitu dengan cara merendam bunga telang yang masih segar dan sudah dicuci bersih dengan air hangat selama beberapa menit. Jika air sudah terlihat kebiruan karena nutrisi pada bunga telang telah terurai, airnya bisa langsung diminum.
Baca Juga: Menentukan Unique Selling Proposition
Setahun rutin mengonsumsi minuman bunga telang, masalah pencernaan yang dialami Nita semakin berkurang, bahkan ia jarang merasakan ada keluhan. Sejak kesehatannya semakin membaik, Nita bertekad untuk mengenalkan manfaat edible flower kepada masyarakat Indonesia dengan mengolahnya menjadi suatu produk. Ia mempelajari cara mengolah edible flower menjadi produk tahan lama yaitu dengan cara dikeringkan dan dikemas dalam wadah tertutup seperti teh.
Pada 2018, Nita bersama dua orang sahabatnya resmi mendirikan Swarga Tea & Co. dengan produk utama teh berbahan dasar edible flower dan rempah-rempah. Di antara jenis produknya ada bunga telang, rosella, bunga sepatu, wedang uwuh, dan sebagainya dimana total varian produknya mencapai 13 jenis. Untuk mengedukasi konsumen tentang khasiat masing-masing bunga dan rempah, Swarga menambahkan informasi kegunaannya bagi kesehatan di setiap media promosi.
Baca Juga: Manfaat dan Kebijakan Pemberdayaan Perempuan Bagi Usaha
Menjadi Mitra BUMN, Memberi Kesempatan Swarga Melesat Tumbuh
Swarga Tea mendapat sambutan positif dari berbagai pihak. Di tahun keduanya, ada sebuah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang tertarik dengan produk Swarga. Pihak BUMN menawarkan Swarga untuk bergabung menjadi mitra binaannya.
Bergabung menjadi mitra BUMN memberi Swarga kesempatan yang semakin besar untuk tumbuh dan berkembang. Pihak BUMN memberikan segala hal yang dibutuhkan Swarga untuk naik kelas, mulai dari memberikan pelatihan, membantu mendapatkan izin usaha, hingga menawarkan akses pasar.
Baca Juga: Peran Rumah BUMN Bagi UMKM
Swarga memperoleh pelatihan yang dibutuhkan untuk pengembangan usaha seperti pelatihan keuangan, digital, dan pemasaran. Bagaimanapun, agar usaha bisa naik kelas, hal pertama yang harus ditingkatkan adalah kemampuan dan kapasitas dari pengelola bisnisnya terlebih dahulu.
Ketika awal mula bergabung, pihak BUMN juga menawari Swarga mendapatkan beberapa perizinan yang dirasa penting untuk mengembangkan bisnis. Dengan memiliki izin edar dan sertifikasi produk, Swarga akan lebih mudah meyakinkan dan membangun kepercayaan konsumen. Pada 2019 lalu, pihak BUMN memfasilitasi Swarga untuk memperoleh izin edar dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan Hazard Analytical Critical Control Point (HACCP).
Baca Juga: Fitur Tokopedia Yang Jarang Diketahui Pelapak
Swarga juga ditawari untuk ikut serta dalam program ekspor. Setelah lolos proses kurasi dan ikut serta dalam pameran, Swarga mendapat tawaran untuk mengekspor produknya ke Bangladesh dari seorang buyer. Di tahun yang sama, Swarga mengirim produknya ke Bangladesh, menembus pasar dunia untuk pertama kalinya. Produk Swarga sampai saat ini dijual secara resmi di The Swiss Arabian Supermarket yang berlokasi di Chittagong, Bangladesh.
Sempat Terpuruk di Masa Pandemi
Tidak selalu bisnis berjalan mulus. Kadang pasang, kadang surut. Tahun 2020 ketika awal pandemi, Swarga mendapat ujian yang cukup berat. Swarga secara rutin mengirim produk ke Bangladesh sesuai permintaan buyer. Suatu hari, ketika perizinan ekspor hampir selesai diurus, pandemi Covid-19 semakin meluas dan mengharuskan setiap negara membatasi interaksi sosial warganya.
Hampir semua negara memberlakukan aturan lockdown, baik membatasi pergerakan orang maupun barang, termasuk Negara Bangladesh yang menjadi lokasi tujuan ekspor produk Swarga. Nita mendapat informasi jika pengiriman barang tidak bisa dilanjutkan karena aturan tersebut.
Baca Juga: Perspektif Gender Dari Hasil Survei Pedagang Online Selama Pandemi COVID-19
Saat itu adalah masa-masa terberat bagi Swarga karena pendapatan bisnis menurun drastis. Terlebih sebagian besar modal usaha telah habis terpakai untuk memenuhi pesanan ekspor. Toko offline Swarga yang beroperasi di beberapa mall pun sempat tutup sementara waktu karena aturan pembatasan sosial yang berlaku.
Tidak ada penjualan, tidak ada pendapatan. Sementara produk-produk yang rencananya kemarin akan berangkat ekspor masih menumpuk di gudang. Usaha apa lagi yang akan Swarga lakukan?
Rencana Tuhan lebih baik dari rencana kita, keyakinan itu yang mendorong Nita dan teman-temannya untuk terus maju dan tidak menyerah dengan keadaan. Swarga memanfaatkan platform online untuk memasarkan produk kepada para konsumen, baik melalui media sosial maupun marketplace.
Baca Juga: Tips Menjalani Bisnis di Tengah Pandemi Ala Tugu Bakery
Tak terduga, Swarga perlahan menerima cukup banyak pesanan melalui platform online. Ternyata di waktu yang sama mayoritas konsumen mulai beradaptasi dan merubah pola konsumsi baru yaitu dengan melakukan belanja online.
Produk teh Swarga yang memiliki khasiat kesehatan semakin digemari konsumen, apalagi di masa pandemi saat ini ketika banyak orang yang mencari cara untuk memperkuat kualitas imun tubuh. Produk yang paling digemari konsumen adalah Sibanyu Biru atau teh bunga telang, yang jika diseduh dengan air mengeluarkan warna biru dan memiliki khasiat memperkuat sistem imun tubuh.
Memanfaatkan Keran Digital Untuk Pemasaran
Trend pasar saat ini memang berkembang ke arah digital. Selama pandemi, penjualan melalui platform digital, baik media sosial, website, dan marketplace dilaporkan mengalami kenaikan signifikan. Peluang inilah yang ditangkap Nita saat memasarkan produk-produk Swarga melalui platform digital. Menurutnya, selama pandemi, 60% produknya terjual melalui platform online sedangkan 40% melalui toko offline.
Baca Juga: Membedah Platform E-Commerce untuk UKM Ekspor
Swarga Tea & Co. memiliki toko offline di beberapa pusat perbelanjaan. Jika berkunjung ke sana, kita bisa menikmati teh secara langsung dalam kondisi hangat atau dingin dalam kemasan ready to drink dan membeli produk teh kering yang sudah di-packing dalam bentuk pouch. Namun selama pandemi, penjualan melalui toko offline tidaklah begitu efektif karena pengunjung masih sepi.
Itu sebabnya Swarga memberikan perhatian penuh dalam pemasaran online karena saluran pemasaran inilah yang menawarkan peluang paling menguntungkan di masa pandemi. Saat ini konsumen lebih suka belanja online karena praktis dan aman karena tidak perlu keluar rumah.
Baca Juga: 10 Tips Membuat Foto Konten yang Menarik untuk Produk Makanan
Swarga menawarkan produk kepada konsumen secara online melalui banyak platform seperti media sosial dan marketplace. Di platform marketplace sendiri, Swarga menawarkan produk melalui beberapa marketplace besar karena ingin memberi kemudahan kepada konsumen untuk mengakses produknya.
Kini permintaan produk semakin mengalami peningkatan, bisnis Swarga semakin membaik. Setiap bulan, Swarga memproduksi sekitar 2,500 pouch kemasan teh secara rutin untuk memenuhi permintaan konsumen dalam negeri. Kabar baiknya, seiring geliat perekonomian di setiap negara berangsur pulih, beberapa pekan lalu Swarga sempat menerima pesanan ekspor dari Kanada.
Baca juga: Tren dalam Instagram yang Penting Bagi Digital Marketing
Pandemi memang berdampak negatif bagi hampir semua bisnis yang beroperasi. Tidak hanya di Indonesia, tetapi juga seluruh perekonomian di dunia. Untuk bisa bertahan, kesabaran adalah kunci. Sabar bukan berarti hanya diam dan menunggu semua membaik dengan sendirinya. Sabar berarti memilih untuk tetap berusaha meskipun keadaan sedang sulit.
Kesabaran inilah yang bisa kita saksikan dari kisah Swarga. Bayangkan Swarga harus menghadapi kenyataan pahit ketika barangnya tidak jadi diekspor dan hampir semua toko offlinenya tutup karena pandemi. Ini adalah ujian yang berat. Apalagi Swarga memiliki tiga orang karyawan tetap yang harus digaji.
Baca Juga: Marketing Campaign, Seberapa Efektif Meningkatkan Penjualan?
Pandemi ini mendorong masyarakat untuk melakukan penyesuaian dengan merubah pola belanja. Kesabaran Swarga membuahkan hasil, karena beberapa saat setelah pandemi, konsumen mulai melakukan perubahan dengan melakukan belanja online. Beruntung Swarga sudah memulai penjualan online sejak awal pandemi sehingga konsumen sudah cukup mengenal produknya.
Semoga kisah Swarga menginspirasi kita semua untuk tidak mudah menyerah melewati masa-masa sulit dalam berbisnis. Jika ingin menyimak lebih lanjut, Anda bisa menyaksikan webinarnya di link berikut Bincang Bisnis.
Jika merasa artikel ini bermanfaat, yuk bantu sebarkan ke teman-teman Anda. Jangan lupa untuk like, share, dan berikan komentar pada artikel ini ya Sahabat Wirausaha.