Dalam perjalanan usaha yang berkaitan dengan proses produksi, ada kalanya produk yang dihasilkan tidak sesuai dengan yang direncanakan. Misalkan saja, ada gagal produksi atau reject yang membuat produk tidak dapat lolos QC ke tahap selanjutnya yaitu penjualan.
Salah satu faktor yang bisa menjadi penyebab berkurangnya profit atau laba perusahaan adalah tingginya produk reject yang terjadi dalam proses produksi. Oleh karena itu tingginya persentase produk reject selalu menjadi isu hangat yang sering di bahas dalam internal meeting di perusahaan.
Sahabat Wirausaha harus siap menerima kondisi apapun dalam proses produksi termasuk reject, sekaligus menyiapkan solusi terbaik jika hal serupa terjadi lagi.
Apa Yang Dimaksud Dengan Produk Reject?
Menurut (Philip Kotler, 2017), produk adalah segala sesuatu yang dapat ditawarkan ke suatu pasar untuk memenuhi kebutuhan atau keinginan konsumen. Produk reject yaitu produk yang kondisinya rusak, atau tidak memenuhi standar mutu yang sudah ditetapkan, dan tidak dapat diperbaiki secara ekonomi menjadi produk yang baik.
Walaupun hasil produksi tidak bisa digunakan, karena produk tersebut tidak sesuai kualitas standar yang telah ditetapkan atau karena alasan lainnya seperti dari segi kualitas produk, namun hasil produk tersebut masih bisa diolah kembali.
Hasil produk yang reject secara bahasa bisa diartikan bahwa hasil produk tersebut mengalami kegagalan seperti :
- Hasil produk tersebut mengalami kerusakan atau cacat.
- Hasil produk tersebut tidak sesuai dengan spesifikasi produk.
- Hasil produk tersebut mempunyai komposisi bahan yang tidak sesuai.
- Hasil produk tersebut mengalami perubahan bentuk, perubahan warna atau perubahan karakteristik.
Jika terjadi hasil produk yang reject maka produk tersebut akan disimpan, dipisahkan dan dijadwalkan kembali untuk dapat diolah dan diproses produksi kembali atau disebut reuse.
Kategori Reject
Ada dua macam kategori reject yang harus dipahami oleh para pelaku usaha, yaitu :
- Reject Incoming
- Reject Produksi
Kedua jenis reject ini memiliki cara penanganan yang berbeda satu sama lainnya.
1. Reject incoming
Reject incoming adalah reject yang terjadi bukan disebabkan karena proses produksi melainkan disebabkan oleh vendor atau suplier. Reject incoming adalah reject yang bisa dimintakan penggantinya kepada vendor atau suplier barang tersebut. Dalam beberapa kasus, ada suplier yang minta dipotong langsung dari tagihan mereka (deduction), namun ada juga yang mengirimkan barang penggantinya sesuai dengan junlah reject yang diklaim kepada mereka sehingga tidak perlu memotong tagihan mereka.
Reject incoming ini sebenarnya bisa dideteksi sejak awal kedatangan barang, yakni ketika dilakukan inspeksi (pengecekan ) kualitas barang oleh QC Incoming.
Baca Juga : Closed Loop Marketing
Jika di temukan sejumlah reject sesuai dengan metode sampling AQL QC, maka status barang akan ditahan oleh QC dan akan dibuatkan laporan untuk diteruskan ke suplier. Selama proses tersebut, maka barang tidak boleh dipakai sebelum ada keputusan dari suplier.
Dalam kasus reject incoming ini, suplier biasanya akan segera merespon laporan yang dikirimkan kepada mereka dan akan segera memutuskan apa yang harus dilakukan. Ada beberapa opsi yang biasanya mereka tawarkan diantaranya :
- Barang tersebut dikembalikan kepada mereka (retur)
- Barang tersebut disortir (dengan catatan biaya sortir dilakukan tunai kepada mereka), pencatatan jumlah barang yang tidak dapat dipakai, kemudian mereka akan mengirimkan penggantinya sejumlah reject yang tercatat tersebut.
- Barang tersebut dilakukan scrap (dalam kasus barang tersebut tidak sesuai spesifikasi) dan mereka tidak mau dikembalikan karena ongkos kirimnya jauh lebih mahal dari harga barang yang reject tersebut.
Selain reject incoming kedatangan barang, ada juga reject incoming yang terjadi ketika barang tersebut dicek oleh operator dan QC produksi sebelum barang yang dikirim dari gudang di pakai untuk proses produksi. Kasus ini terjadi ketika pada saat pengecekan kualitas barang saat kedatangannya tidak terdeteksi oleh QC incoming. Artinya ketika mereka melakukan random sampling memang tidak ditemukan reject tersebut.
Reject incoming yang seperti ini juga bisa diklaim kepada suplier untuk dimintakan barang pengganti setelah terlebih dahulu dibuatkan laporan. Ini dilakukan, agar metode pengecekan yang dipakai oleh quality incoming adalah random sampling berdasarkan AQL dan bukan metode pengecekan 100%, sehingga sangat mungkin hal tersebut bisa terjadi.
2. Reject produksi
Reject produksi adalah reject yang terjadi karena diakibatkan oleh proses produksi. Reject jenis inilah yang bisa menjadi penyebab berkurangnya keuntungan perusahaan, karena reject ini tidak bisa melakukan klaim kepada suplier dan harus di tanggung oleh perusahaan.
Semakin tinggi persentase reject yang terjadi karena proses produksi maka akan semakin besar pula keuntungan perusahaan akan berkurang. Kerugian akibat reject produksi ini bisa menjadi berlipat - lipat nilainya ketika barang yang reject tersebut sudah terlanjur dirakit dengan wujud setengah jadi.
Karena barang atau komponen lain yang tidak reject mau tidak mau ikut menjadi reject karena sudah terpasang dalam satu set dengan barang atau komponen yang reject tersebut.
Baca Juga : Efisiensi Sumber Daya untuk Meningkatkan Produktivitas dengan 7M
Kerugian Akibat Reject Produksi Antara Lain :
- Tertundanya pengiriman barang ke pelanggan akibat tidak bisa diselesaikannya order dari pelanggan tersebut.
- Biaya kerja ulang yang harus ditanggung oleh perusahaan dalam wujud biaya tenaga kerja, biaya bahan pendukung, biaya listrik dan sebagainya.
Dengan adanya kerugian tersebut, maka tidak mengherankan jika monitoring terhadap reject produksi ini harus menjadi perhatian ekstra bagi perusahaan. Evaluasi dan perbaikan harus dilakukan secara terus - menerus dan berkesinambungan agar penyebab reject tersebut bisa teratasi dan persentase reject produksi bisa ditekan hingga ke level yang serendah mungkin.
Setelah mengetahui lebih jauh mengenai reject, Sahabat Wirausaha dapat mengantisipasi situasi tersebut dengan meningkatkan pengawasan kualitas dalam proses produksi baik dari faktor internal maupun eksternal. Selalu jaga semangat mengawal usaha, ya, Sahabat Wirausaha semua!
Baca Juga : Pemetaan Proses Produksi Dalam Usaha
Jika merasa artikel ini bermanfaat, yuk bantu sebarkan ke teman-teman Anda. Jangan lupa untuk like, share, dan berikan komentar pada artikel ini ya Sahabat Wirausaha.
Link :