Minimum Viable Product - Sahabat Wirausaha, banyak dari kita berasumsi merasa percaya diri bahwa produk kita akan disukai oleh konsumen dan laris di pasar. Namun, sering kali kita menghabiskan banyak waktu, tenaga, dan uang untuk mengembangkan produk hanya untuk melihatnya gagal karena tidak sesuai dengan kebutuhan konsumen.

Pebisnis bisa menghindari kesalahan ini dengan membuat Minimum Viable Product untuk membantu mengeksplorasi produk dan fitur baru dengan pengguna nyata dengan mengeluarkan usaha seminimal untuk dapat memecahkan masalah konsumen awal.

Konsep ini wajib dilakukan sebelum peluncuran produk untuk memahami apa yang berhasil dan tidak dari ide bisnis sebelum dikembangkan untuk semua pengguna.


Apa itu Minimum Viable Product (MVP)?

Sumber: decode

Secara sederhana, MVP bukanlah produk akhir, melainkan sebuah proses untuk belajar dengan usaha ‘seminimal mungkin atau versi paling dasar’, yang dibuat secepat mungkin dan semurah mungkin namun tetap memungkinkan tim untuk mendapatkan wawasan yang berharga untuk pengembangan produk.

Proses ini melibatkan eksperimen dan perbaikan berulang, yang bertujuan untuk memecahkan masalah pelanggan untuk menguji ide baru dan mengukur reaksi konsumen terhadap solusi atau fitur yang mungkin ditawarkan.

Jika dilakukan dengan benar, proses Minimum Viable Product akan membantu pebisnis menciptakan produk yang benar-benar disukai pelanggan dan sukses di pasar.

Pebisnis dapat memprioritaskan fitur-fiturnya dengan cara seperti gunakan Prinsip Pareto 80/20: 

Fokuskan pada 20% fitur yang akan memberikan 80% manfaat besar pada pengguna dan tentukan fitur minimum: pilih fitur-fitur paling dasar yang diperlukan agar produk bisa berfungsi dengan baik, sehingga pengembangan dan pengujian bisa dilakukan lebih cepat.

Baca Juga: Mengenal Design Thinking, Strategi untuk Menciptakan Produk yang Disukai Pengguna


Pentingnya MVP  pada Bisnis

Lantas, apa pentingnya Minimum Viable Product sebagai validasi pasar untuk bisnis? Mari cari tau lebih jauh pada penjelasan di bawah ini!

1. Mengurangi Resiko

Sumber: coreteka

Menurut laporan dari CB Insight, 42% pebisnis pemula gagal karena tidak adanya ‘kebutuhan pasar’. MVP mengurangi risiko ini dengan memvalidasi kecocokan produk dengan pasar sejak awal proses pengembangan dengan menguji hipotesis dan menjawab pertanyaan bisnis.

2. Efisiensi Biaya dan Waktu

Biaya pengembangan yang lebih rendah. Berdasarkan laporan functionize, memperbaiki kesalahan perangkat lunak setelah produk dirilis bisa hingga 100 kali lebih mahal dibandingkan memperbaikinya selama fase desain. 

Dengan pendekatan Minimum Viable Product yang bertahap dan berulang, pebisnis dapat mengurangi biaya perbaikan karena masalah bisa diidentifikasi dan diperbaiki lebih awal.

Waktu ke pasar menjadi lebih cepat. Berdasarkan laporan McKinsey, menunjukkan bahwa pengembangan produk tradisional memerlukan waktu rata-rata 15 bulan. MVP, yang fokus pada fitur-fitur penting, mempercepat proses peluncuran produk, sehingga bisnis dapat merespon perubahan pasar lebih cepat.


Jenis - Jenis MVP

Terdapat pendekatan yang umum dapat digunakan untuk menguji Minimum Viable Product, diantaranya:

1. Membangun Audiens

Mengumpulkan minat konsumen terhadap produk kita menjadi satu wadah, misalnya ‘membuat website’ yang berisi detail informasi produk, manfaat, perbandingan keunggulan antara kita dengan kompetitor, sediakan kolom untuk menangkap email, atau mengambil lebih banyak informasi lebih baik.

Setelah itu, pebisnis bisa mengukur data berapa banyak registrasi, dan wait lister (daftar tunggu). Berdasarkan angka data tersebut, kita bisa memanfaatkan MVP sebagai kepastian bahwa banyak pelanggan yang tertarik membeli atau meminta pendanaan ke investor.

2. Pre-order / Pre-sales

Melibatkan pengambilan pre-order atau crowdfunding untuk mengumpulkan dana untuk proyek kreatif pebisnis sebelum produk sepenuhnya dibangun untuk menghasilkan minat dan dukungan.

Sumber: Zame

Misalnya Zame Furniture Indonesia memulai bisnisnya dengan konsep pre-order, di mana mereka memproduksi furnitur berdasarkan pesanan dari pelanggan. Model bisnis ini memungkinkan Zame untuk mengelola biaya produksi dengan lebih efektif, karena mereka hanya memproduksi barang sesuai dengan permintaan. 

Dengan pendekatan ini, Zame awalnya tidak memiliki kantor atau gudang produksi. Mereka hanya menawarkan produk melalui gambar dan satu contoh mebel yang pernah dibuat, yang dipajang di rumah pribadi. 

Seiring dengan meningkatnya permintaan konsumen, bisnis Zame berkembang hingga mampu membangun gudang produksi sendiri.

Baca Juga: 7 Tips Meningkatkan Kreativitas untuk Pelaku UMKM Agar Dapat Terus Berinovasi

3. The Fake ‘Door’

Produk yang tidak berfungsi bisa diklik oleh pengguna untuk menunjukkan minat mereka. Misalnya, Restoran menyediakan salah satu menu yang terlihat ada di lembaran atau aplikasi, tetapi sebenarnya tidak ada. 

Konsumen melihat menu makanan di aplikasi, tapi saat kita coba pesan, muncul pesan bahwa makanan itu belum tersedia. Tujuan dari ini adalah untuk mengukur seberapa banyak orang yang tertarik dengan makanan tersebut. 

Jika banyak yang mencoba memesan, berarti ada minat yang tinggi dan restoran akan membuat menu tersebut tersedia.

3. 'Wizard of Oz'

Terlihat seperti aplikasi biasa, tetapi sebenarnya dijalankan oleh manusia, bukan otomatisasi. Misalnya, pebisnis memiliki restoran yang ingin mencoba menawarkan paket langganan makanan mingguan. 

Pebisnis membuat halaman web sederhana yang menunjukkan berbagai paket langganan dan harga. Ketika pelanggan mendaftar, kamu secara manual menyiapkan dan mengantarkan makanan kepada mereka. 

Berdasarkan minat dan umpan balik pelanggan, kamu bisa memutuskan apakah akan mengembangkan sistem langganan ini secara lebih serius.

4. Video Penjelasan

Sumber: fourweekmba

Lebih menarik daripada membaca teks dan dapat mempercepat pendaftaran. Misalnya, pebisnis membuat video atau demo menjelaskan produk kita dapat membantu permasalahan yang dihadapi konsumen bisa berupa visualisasi gambar atau produk MVP awal, contohnya Tesla.

5. MVP Satu Fungsi

menyelesaikan satu masalah yang dihadapi pengguna dan menjadi dasar untuk pertumbuhan dan skalabilitas. Misalnya Gojek.

Sumber: Gerakan 1000

Gojek awalnya beroperasi hanya menggunakan layanan telepon untuk menghubungkan pengemudi dengan pelanggan. Beralih ke Versi 1.0 melalui aplikasi dasar yang mempertemukan pengemudi dengan penumpang. 

Versi 2.0 menambahkan layanan seperti GoFood dan GoSend. Versi 3.0 memperluas ekosistemnya dengan berbagai layanan lain, termasuk pembayaran digital. 

Hingga saat ini, Gojek terus berkembang menjadi super-app dengan fitur lengkap yang mencakup berbagai kebutuhan sehari-hari.

Baca Juga: Cara Mendorong Kreativitas Dalam Berbisnis


Membangun Produk Terbaik: 3 Langkah Mudah untuk Membuat MVP

Sebelum langsung membuatnya, pebisnis perlu coba pikirkan untuk membuat MVP agar produk tepat sasaran. Berikut ini cara mudah membuat MVP dalam 3 langkah:

1. Kenali Konsumen Awal

Sumber: Joe Kinsela

Menurut Steve Blank, seorang konsultan bisnis, pelanggan awal yang sangat antusias disebut earlyvangelists, yang tidak hanya siap mengadopsi produk baru tetapi juga bersedia memberikan umpan balik yang berharga. 

Mereka adalah individu atau perusahaan yang memiliki masalah yang signifikan dan mendesak, dan mereka melihat produk pebisnis sebagai solusi potensial sebelum produk tersebut benar-benar matang.

Ada lima karakteristik utama dari seorang earlyvangelist:

  • Masalah atau kebutuhan yang mendesak, mereka memiliki masalah yang sangat nyata dan mendesak yang perlu segera dipecahkan.
  • Kesadaran akan masalah, mereka sadar akan masalah tersebut dan sedang aktif mencari solusi untuk mengatasinya.
  • Mencari solusi, mereka sudah mencoba mencari solusi sendiri atau menggunakan alternatif yang ada tetapi belum puas.
  • Memiliki visi untuk solusi, mereka dapat melihat bagaimana produk pebisnis bisa menjadi solusi untuk masalah mereka, meskipun produk tersebut masih dalam tahap awal.
  • Memiliki anggaran, mereka bersedia menginvestasikan waktu, uang, dan sumber daya untuk menggunakan dan mengembangkan solusi pebisnis karena mereka melihat nilai jangka panjangnya.

Earlyvangelists sangat berharga dalam pengembangan produk karena mereka tidak hanya menjadi pengguna pertama tetapi juga menjadi mitra dalam menyempurnakan produk melalui umpan balik dan dukungan mereka.

2. Membuat Hipotesis

Untuk mengetahui kebutuhan pelanggan dan menghindari tidak laku produk di pasar. Pebisnis perlu membuat hipotesis. Hipotesis adalah asumsi atau prediksi awal tentang bagaimana produk atau solusi yang dikembangkan akan memenuhi kebutuhan dan keinginan pelanggan.

Pertanyaan-pertanyaan penting yang perlu dijawab selama proses MVP meliputi:

  • Apakah pelanggan kita benar-benar memiliki masalah ini?
  • Apa yang mereka lakukan saat ini untuk menyelesaikan masalah mereka?
  • Di mana mereka akan menggunakan solusi tersebut?
  • Apa yang diharapkan pelanggan kita dari solusi ini?
  • Apa yang mereka pedulikan dalam sebuah solusi?

Menggunakan hipotesis ini, pebisnis dapat merancang MVP yang dirancang untuk menguji dan memvalidasi asumsi-asumsi tersebut dengan cepat dan efisien.

Sumber: Joe Kinsela

Pebisnis juga bisa menggunakan alternatif Metode Agile adalah pendekatan pengembangan produk yang iteratif dan fleksibel, di mana produk dikembangkan secara bertahap melalui siklus-siklus pendek yang disebut sprint.

3. Lakukan Eksperimen Terukur

Sumber: generatenu

Dalam proses build-measure-learn tradisional, langkah pertama biasanya adalah membangun atau membuat produk sebelum mengukur dan mempelajari hasilnya. 

Namun, dalam proses MVP, kita memulai dengan belajar dulu. Product Kata, yang digunakan oleh Toyota dalam proses manufakturnya, adalah cara yang efektif untuk membuat produk dan solusi yang lebih baik.

Sumber: melissaperri

Kerangka kerja ini terdiri dari:

  • Memahami dan mendefinisikan tujuan pebisnis. Untuk pebisnis pemula, ini seringkali adalah memperoleh pelanggan baru.
  • Apa yang dilakukan pengguna saat ini? Bagaimana mereka menyelesaikan masalah mereka? Apa kondisi saat ini dari produk kita terkait dengan tujuan tersebut?
  • Apa tujuan kecil pertama yang harus dicapai? Pecah tujuan besar menjadi bagian-bagian kecil yang berurutan. Tentukan hal pertama yang perlu dipelajari.

Jalankan eksperimen untuk mendapatkan pembelajaran. Jarang sekali proses MVP melibatkan hanya satu eksperimen. Lebih mungkin untuk menjalankan eksperimen terfokus pada satu variabel, mendapatkan pembelajaran melalui eksperimen, dan kemudian menjalankan eksperimen lainnya. 

Mengembangkan produk dan solusi sering kali merupakan hasil dari berbagai eksperimen iteratif (pengulangan).

Baca Juga: Sudah Tahu? Begini Cara Menggunakan ChatGPT Untuk Pemasaran Bagi UMKM

4. Rekomendasi Buku 

Sumber: Joe Kinsela

Ada beberapa sumber belajar bagi pebisnis, dengan memahami lebih dalam lagi tentang membuat produk melalui referensi buku diantaranya:

The four steps to the epiphany karya Steve Blank, the startup owner’s manual by Steve Blank dan Bob Dorf, the lean startup karya Eric Ries, dan The Innovator Dilemma karya Clayton M. Christensen.

MVP adalah versi awal dari produk baru yang memungkinkan tim untuk mengumpulkan pembelajaran yang divalidasi tentang pelanggan dengan usaha minimal. MVP membentuk dasar dari dari menekankan siklus Build, Measure, Learn untuk menyempurnakan produk melalui iterasi (penyempurnaan).

Dalam mengembangkan produk, penting untuk menghindari beberapa kesalahan umum. Pertama, pastikan untuk berbicara dengan cukup banyak pelanggan yang tepat, karena ini akan memberikan wawasan yang akurat. Jangan biarkan bias konfirmasi mengubah hasil yang diperoleh dari riset atau umpan balik.

Selain itu, jangan terlalu cepat membangun produk; pastikan untuk fokus pada elemen "Minimum" dalam MVP (Minimum Viable Product). Penting juga untuk tidak melakukan pivot (mengubah) terlalu awal atau terlalu terlambat, karena ini bisa mempengaruhi arah pengembangan produk. 

Pengelolaan waktu dalam setiap tahap pengembangan perlu diperhatikan agar proses tetap efisien. Terakhir, jangan terlalu tertutup dengan ide-ide, karena keterbukaan bisa memberikan masukan yang berharga.

Jika tulisan ini bermanfaat, silahkan di share ke rekan-rekan Sahabat Wirausaha. Follow juga Instagram @ukmindonesia.id untuk update terus informasi seputar UMKM. 

Referensi:

  1. https://www.youtube.com/watch?v=efU9W9Rm4RU
  2. https://www.youtube.com/watch?v=UmyPEMUlWcg
  3. https://leanstartup.co/resources/articles/what-is-an-mvp/#:~:text=First%2C%20a%20definition%3A%20the%20minimum,still%20allow%20them%20to%20learn.
  4. https://blog.9cv9.com/what-is-a-minimum-viable-product-mvp-and-how-to-build-it/
  5. https://entrepreneurship.hbs.edu/Documents/Session%20Summary/HBSRockMVPDevelopment.pdf
  6. https://www.slideshare.net/slideshow/testing-key-hypothesis-with-your-mvp-250972262/250972262#19
  7. https://fourweekmba.com/minimum-viable-product/