“Untuk dapat terus menjaga tingkat penjualannya, pemilik bisnis harus mampu memperhatikan proses regenerasi dari bisnis yang dimilikinya. Hal ini dikarenakan keberlangsungan usaha milik keluarga akan dipengaruhi oleh kemampuan dari generasi selanjutnya untuk mengatur dan melanjutkan bisnis.” (Danang Satrio, 2017)

Selain mendapatkan keuntungan, salah satu faktor penting dalam menjalankan usaha adalah mempertahankan bisnis. Perlu diperhatikan bahwa tidak semua bisnis yang mendapatkan keuntungan dapat bertahan dalam jangka waktu panjang. Ketidakmampuan mengambil keputusan dalam melakukan ekspansi dapat saja terjadi sehingga dapat membuat bisnis dalam kondisi yang sulit. Salah satu penyebab terjadinya pengambilan keputusan bisnis yang kurang tepat adalah dikarenakan pergantian kepemilikan usaha. Kondisi ini disampaikan dalam salah Kajian Tingkat Kesuksesan Generasi Pertama dalam Kegiatan Usaha yang dilakukan oleh Dekeng Setyo Budiarto, Muhammad Agung Prabowo, Andrika Arum Sulistiowati dan Tutut Herawan. Penelitian ini mencoba mengkaji apakah terdapat perbedaan kesuksesan dari setiap generasi pemilik usaha.

Untuk melihat lebih jauh bagaimana kaitan generasi dan kesuksesan usaha, yuk kita lihat lebih jauh isi dari kajian tersebut.


Metodologi Kajian Hubungan Generasi Pertama dan Kesuksesan Usaha

Sebelum membahas lebih lanjut mengenai hasil kajian, metodologi menjadi hal yang perlu dipahami terlebih dahulu. Hal ini tidak terlepas dari proses untuk memastikan validitas dan kualitas dari kajian yang akan dilihat hasilnya. Beberapa aspek metodologi yang perlu dilihat adalah metode pengambilan data dan metode pengolahan data. 

Berkaitan dengan pengambilan data, kajian ini dilakukan dengan menggunakan data primer dari para pelaku UMKM di Yogyakarta. Responden yang digunakan adalah sebanyak 143 responden dari total 160 responden yang disebar. Dalam menentukan responden, kajian ini menggunakan 4 kriteria, yaitu UMKM yang berlokasi di Yogyakarta, bisnis milik keluarga, responden yang mengisi kuesioner adalah pemilik atau manajer serta bisnis tersebut masih bertahan hingga generasi ketiga.

Sedangkan dalam metode pengolahan data, metode yang digunakan adalah uji beda. Uji beda merupakan metode tes standar untuk menguji apakah terdapat perbedaan data yang signifikan antara satu variabel dengan variabel lainnya. Secara sederhana, pengujian ini dilakukan dengan membandingkan nilai rata-rata dari dua variabel tersebut dan melihat apakah terdapat perbedaan yang signifikan diantara keduanya. 

Baca Juga: Pakai Ecommerce dan Punya Orientasi Kewirausahaan Jadi Kunci Keberhasilan Bisnis? Simak Penjelasan Riset Ini!


Demografi Pelaku UMKM di Yogyakarta

Salah satu hasil yang dapat dilihat dari kajian ini adalah demografi pelaku UMKM di Yogyakarta. Pada aspek usia, pelaku UMKM di Yogyakarta memiliki persebaran usia yang cukup merata. Persentase untuk pelaku UMKM dengan usia kurang dari 25 tahun, 26 hingga 35 tahun, 36 hingga 45 tahun dan yang berusia lebih dari 45 tahun semuanya berada diantara 20% hingga 30%. Angka tersebut menunjukkan bahwa pelaku UMKM di Yogyakarta tidak didominasi secara khusus oleh segmen usia tertentu. 

Perbedaan juga tidak terlihat mencolok apabila melihat demografi responden berdasarkan jenis kelamin. Proporsi antara pelaku UMKM di Yogyakarta ada pada angka 60:40 dimana pelaku UMKM laki-laki sedikit lebih banyak dibanding dengan perempuan. Hal ini sejalan dengan beberapa kajian pada tingkat nasional yang menunjukkan bahwa persentase pelaku UMKM di Indonesia 60% didominasi oleh perempuan.

Apabila dilihat dari tingkat pendidikan, barulah terlihat perbedaan yang mencolok. Sebanyak 83% pelaku UMKM memiliki pendidikan SMA ke bawah. Sedangkan hanya 37 dari 143 pelaku UMKM yang memiliki ijazah pada jenjang perkuliahan. Latar belakang pendidikan ini dapat menjadi sebuah tantangan ketika akan melakukan peningkatan kapasitas usaha.

Selanjutnya penelitian ini menunjukkan demografi dari responden berdasarkan dua variabel penting berkaitan dengan penelitian, yaitu generasi dan lama usaha. Pada variabel generasi, terlihat bahwa sebanyak 61% dari pelaku usaha adalah generasi pertama. Sedangkan, 27% dari responden adalah generasi kedua dan sisanya adalah generasi ketiga. Sedangkan apabila dilihat dari lama usaha, 65% responden baru memiliki usaha kurang dari 15 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa mayoritas responden masih memiliki usaha dalam jangka waktu yang belum terlalu lama dan masih berada pada generasi pertama.

Dengan melihat demografi tersebut, dapat terlihat kondisi dari pelaku UMKM di Yogyakarta yang menjadi responden dari penelitian ini. Perlu diperhatikan bahwa populasi penelitian ini berfokus pada pelaku UMKM di daerah Yogyakarta dan bukan pada tingkat nasional. Meskipun begitu, beberapa data demografi pelaku UMKM tersebut memiliki kemiripan dengan data di tingkat nasional.


Tingkat Kesuksesan dan Generasi dari Pemilik Bisnis

Dalam memahami hasil kajian ini, diperlukan definisi terlebih dahulu berkaitan dengan indikator dari tingkat kesuksesan itu sendiri. Pada kajian ini, tingkat kesuksesan tersebut diukur melalui asesmen individu dengan 4 indikator pernyataan. Pernyataan pertama menyatakan bahwa terdapat peningkatan penjualan dibandingkan pada tahun sebelumnya. Selanjutnya, pernyataan kedua mengatakan bahwa kreativitas pelaku UMKM lebih baik dari dengan kompetitornya. Pernyataan ketiga mengatakan bahwa respon konsumen positif terhadap kegiatan penjualan. Pernyataan terakhir mengatakan bahwa pelaku UMKM merasa puas dengan pelaku bisnis

Berdasarkan keempat pertanyaan tersebut, responden kemudian memberikan penilaian terhadap setiap pertanyaan tersebut. Apabila responden sangat menyetujui pernyataan tersebut, maka mereka dapat memberikan nilai 7, sedangkan apabila tidak setuju dapat memberikan nilai 1. Responden juga dapat memberikan nilai diantara kedua nilai tersebut sesuai dengan tingkat kesetujuan yang mereka miliki.

Baca Juga: Mengenal Wirausaha - Pengertian, Tujuan, Peran, Manfaat

Setelah semua responden menjawab kuesioner tersebut, penelitian ini kemudian menghitung nilai rata-rata jawaban dari setiap pertanyaan. Rata-rata ini dihitung berdasarkan generasi yang menjalankan bisnis tersebut. Tabel 2 menunjukkan hasil rata-rata dari setiap pernyataan dari setiap generasi yang ada. Pada setiap pernyataan tersebut, generasi pertama selalu memberikan nilai yang lebih tinggi dibandingkan generasi kedua dan generasi ketiga. Hasil ini menunjukkan bahwa generasi pertama memiliki tingkat kesuksesan yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan generasi kedua dan generasi ketiga.

Selain melihat nilai rata-rata, hasil uji ANOVA yang ditampilkan pada tabel 2 juga menunjukkan signifikansi dari perbedaan tersebut. Pada pertanyaan pertama, dapat terlihat nilai p-value dari pengujian yang dilakukan adalah 0,104, dimana nilai ini berada di bawah tingkat signifikansi 5%. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan antara generasi pertama, kedua dan ketiga dalam melihat pertumbuhan usaha dibandingkan tahun sebelumnya. Sedangkan pada pertanyaan kedua, ketiga dan keempat nilai p-value berturut-turut adalah 0,002, 0,010 dan 0,000 dimana ketiga nilai tersebut berada di bawal nilai signifikansi 5%. Hasil ini menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antara generasi pertama, kedua dan ketiga dalam melihat ketiga indikator kesuksesan tersebut. 

Apabila dikaitkan dengan nilai rata-rata dari setiap variabel tersebut, maka dapat terlihat bahwa yang lebih awal secara signifikan memiliki tingkat kesuksesan yang lebih tinggi pada beberapa indikator. Pada indikator kesuksesan dibandingkan kompetitor, generasi pertama secara signifikan merasa lebih baik dibandingkan generasi kedua dan generasi kedua merasa lebih baik jika dibandingkan generasi ketiga. Hal serupa juga terjadi pada indikator kesuksesan berupa kepuasan konsumen dan kepuasan individu atas bisnis yang dijalankan. Sedangkan dalam hal pertumbuhan usaha, tidak terjadi perbedaan antara generasi yang lebih awal dengan generasi setelahnya.


Melihat Perbedaan Kesuksesan Antar Generasi secara Parsial 

Pada metode ANOVA sebelumnya, pengujian dilakukan menggunakan metode joint probability dimana pengujian signifikansi dilakukan secara berbarengan antara generasi pertama, kedua dan ketiga. Dengan kondisi tersebut, metode ini tidak bisa melakukan pengujian satu persatu antara generasi pertama dan kedua, pertama dan ketiga serta generasi kedua dan ketiga. Padahal, pengujian dapat memberikan penjelasan tambahan mengenai hubungan tingkat kesuksesan antar generasi.

Dengan pertimbangan tersebut, kajian ini mencoba mengembangkan pengujian dengan metode Bonferroni. Hasil pengujian ini dapat dilihat pada tabel 3, dimana terdapat beberapa signifikansi pada indikator pernyatan kedua, ketiga dan keempat. Sedangkan pada indikator pernyataan pertama, tidak terdapat signifikansi dari pengujian Bonferroni pada pengujian setiap generasi.

Pada pengujian antara generasi pertama dan generasi kedua, terdapat dua pernyataan yang menunjukkan adanya signifikansi perbedaan, yaitu pernyataan kedua dengan p-value 0,021 dan pernyataan keempat dengan p-value 0,005. Hasil ini menunjukkan bahwa generasi pertama memiliki nilai yang lebih tinggi dalam menilai kemampuan kreativitas bisnis mereka dibandingkan kompetitor dibandingkan usaha yang dijalankan oleh generasi kedua. Generasi pertama juga memiliki tingkat kepuasan terhadap bisnis yang lebih tinggi dibandingkan dengan generasi kedua.

Baca Juga: 5 Manfaat Pentingnya Digitalisasi Bagi UMKM, Mana yang Kamu Rasakan?

Selanjutnya pada pengujian kedua antara generasi pertama dan generasi ketiga, hanya pernyataan pertama saja yang tidak menunjukkan signifikansi perbedaan dengan nilai p-value 0,149. Hasil ini menunjukkan bahwa generasi pertama merasa tingkat kreativitas mereka lebih baik dari kompetitor mereka dibandingkan generasi ketiga. Sama seperti sebelumnya, generasi pertama juga merasa bahwa mereka memiliki kepuasan terhadap bisnisnya lebih tinggi dibandingkan generasi ketiga. Selain kedua hal tersebut, generasi pertama juga menilai mereka mampu mendapatkan kepuasan konsumen lebih baik dibandingkan apa yang dirasakan oleh generasi ketiga.

Hal yang menarik dapat dilihat pada perbedaan pengaruh antara generasi kedua dan generasi ketiga. Pada hasil pengujian tersebut, tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara kedua generasi tersebut. Dengan kata lain, keduanya memiliki persepsi yang serupa terhadap kesuksesan bisnis mereka. 

Berdasarkan hasil penelitian tersebut, dapat disimpulkan bahwa generasi pertama memiliki peran penting dalam kesuksesan suatu usaha. Hal ini tidak terlepas dari peran mereka sebagai pendiri dari bisnis tersebut. Dengan hasil penelitian tersebut, para pemilik usaha sebenarnya dapat berfokus untuk mentransfer motivasi dan pengetahuan mengenai bisnisnya kepada generasi kedua. Hal ini dikarenakan generasi kedua merupakan titik rawan dimana motivasi berkaitan dengan bisnis mulai menurun. Meskipun begitu, penelitian ini juga tidak bisa menyimpulkan apakah proses transfer motivasi dan pengetahuan dari generasi kedua ke generasi ketiga menjadi tidak penting. Hal ini dikarenakan, proses transfer generasi pertama kepada generasi kedua harus dapat diulangi diantara generasi berikutnya.

Jadi, para pelaku UMKM harus memikirkan jauh ke depan. Tidak hanya saat menjalankan bisnis ini saja tetapi bagaimana prosesnya bisa dilanjutkan oleh generasi berikutnya. Hal ini akan menjadi penting untuk menjaga keberlanjutan usaha mereka.

Jika merasa artikel ini bermanfaat, yuk bantu sebarkan ke teman-teman Anda. Jangan lupa untuk like, share, dan berikan komentar pada artikel ini ya Sahabat Wirausaha.