Kebudayaan lokal –baik itu bahasa, guyonan lokal, kerajinan, hingga kuliner—adalah salah satu produk terseksi yang pernah dimiliki Indonesia. Sudah sejak lama, anak-anak muda kreatif yang terinspirasi budaya lokal memilih untuk mengadopsi unsur-unsur tersebut ke dalam produk-produk mereka. Salah satu yang bertahan hingga sekarang adalah brand Dagadu, sebuah usaha desain kreatif yang memproduksi kaos oblong, tote bag, t-shirt, dan merchandise asli Yogyakarta.
Selama 27 tahun belakangan, Dagadu berhasil bertahan dan menjadi salah satu ikon budaya serta oleh-oleh dari Yogyakarta. Bagaimana perjalanan Dagadu dalam dalam membangun brand berbasis kebudayaan lokal? Seberapa besar pangsa pasarnya? Dan bagaimana cara Dagadu turut melestarikan budaya serta menggaet UMKM bekerjasama?
Kapan ke Jogja Lagi?
Dagadu didirikan oleh 23 mahasiswa UGM pada tahun 1994 di Yogyakarta. Agra Locita, Marketing & Brand Development PT. Aseli Dagadu Djokdja, menceritakan bahwa pada awalnya Dagadu merupakan sebuah project yang mereka buat untuk memenuhi tugas kuliah. Namun, karena dianggap unik dan menarik, kemudian menjadi perusahaan dan menjelma salah satu oleh-oleh khas Yogyakarta. Arti dari Dagadu sendiri adalah matamu dalam hanacaraka.
Dilansir dari Kompas.com, posisi Dagadu yang kuat di Yogyakarta, dimanfaatkan untuk membuat kampanye yang sifatnya positif. Beberapa waktu yang lalu, Dagadu sempat membangun slogan “Kapan Ke Jogja Lagi?” yang menjadi ramai diperbincangkan di media sosial. Hal ini termasuk salah satu teknik pemasaran yang dicetuskan oleh tim kreatif Dagadu. Tak hanya mengkampanyekan produk, slogan ini juga turut mengampanyekan pariwisata Yogyakarta kepada turis lokal.
Selama berkarya, Dagadu memiliki 3 nilai yang harus selalu dianut, yaitu smart, smile, dan djokdja. “Untuk membuat produk, harus pintar, menyenangkan, dan berbicara soal djokdja, local wisdom,” ujar Agra. Desain dan gaya produk Dagadu banyak berkembang dan berubah selama 27 tahun ini, namun selalu mengikuti tren dan selera pasar. Dagadu sendiri sangat menekankan asosiasi mereka Kota Yogyakarta. Di awal, konsumen punya pemahaman bahwa Dagadu adalah oleh-oleh, meskipun sebenarnya Dagadu lebih berfungsi sebagai wadah budaya tempat seniman menuangkan ide mereka.
Baca Juga: Tips Melakukan Riset Pasar Bagi UMKM
Di dalam tim Dagadu, ada macam-macam orang dengan berbagai latar belakang keahlian. Ada yang dari fotografi, seni ilustrasi, arsitektur, dan lain-lain. “Kami mempekerjakan mereka yang mampu berpikir kreatif dan inovatif. Yang dihasilkan tidak hanya produk merchandising,” ujar Agra. Dengan rata-rata karyawan yang adalah pekerja kreatif alias seniman, Dagadu juga seringkali menjual desain. Beberapa brand lokal dan luar negeri, seperti Yamaha, Bayangon (Bayer), dan Asepso sudah pernah bekerja sama dengan mereka. Tak ketinggalan, beberapa destinasi pariwisata di Indonesia juga menggaet Dagadu dalam membuatkan logo untuk program-program wisata yang kemudian digunakan pula untuk merchandise mereka. Terakhir, Dagadu juga pernah membuat proyek tarian kontemporer, bersama dengan koreografer dari Yogyakarta.
Hingga saat ini, Dagadu sudah mengembangkan sebanyak 6 brand, yaitu Dagadu Djokdja, DGD by Dagadu, DAGADU Bocah, MALIOBOROMAN, PAS (Pesenan Aseli) DAGADU, dan HIRUK PIKUK. Dalam mendesain, tim Dagadu selalu melihat dan mengamati peta pasar dan mencermati arus utama. “ Kami selalu meluncurkan produk-produk yang sifatnya alternatif, melawan arus,” ujar Agra.
Yogyatourium : Wadah Seniman dan Komunitas Kreatif Yogyakarta
Di luar semua proyek seninya, Dagadu juga mendirikan ruang kreatif bernama Yogyatourium. “Tempat ini kamu isi dengan seniman, komunitas, dan pekerja kreatif lain yang ada di Yogyakarta,” jelas Agra. Menurutnya, Yogyatourium lahir dari misi sosial Dagadu untuk menampung pekerja seni yang belum memiliki tempat untuk berkegiatan dan mengembangkan bisnis kreatif di Yogyakarta.
Saat pandemi melanda Indonesia, salah satu yang dilakukan Dagadu adalah memberi dukungan penuh kepada UMKM yang terdampak. Lewat Yogyatourium sebagai wadah, mereka mengkreasikan produk dari UMKM lokal, yang kemudian diolah untuk dijual di gerai-gerai Dagadu. Tak ketinggalan, produk mereka juga turut dipasarkan lewat sosial media dan online shop Dagadu.
Baca Juga: Menentukan Unique Selling Proposition
“Kami juga melakukan kerjasama dengan pendampingan komunitas UMKM, berbasis di wilayah heritage Indonesia,” tutu Agra. Pendampingan ini merupakan program UNESCO yang menggunakan dana bantuan dari City Foundation dan bekerjasama dengan komunitas Kita Muda Kreatif. Produk-produk hasil program tersebut kemudian dijual di Dagadu Djokdja, dari daerah Klaten, Yogyakarta, Toba, Bali, Lombok dan daerah-daerah dampingan UNESCO lainnya. Tidak hanya mendukung pariwisata yang tengah terpuruk lantaran pandemi, program ini juga mengangkat produk-produk UMKM lokal.
Mengembangkan Pasar Kreatif Ala Dagadu
Menurut Agra, Dagadu sangat beruntung bisa memulai dan berkembang di Yogyakarta. Masyarakat Jogja sangat terbuka dan senang dengan produk Dagadu. Hal ini juga bisa terjadi lantaran kreativitas dan usaha keras dari tim Dagadu sendiri, dalam membuat plesetan-plesetan yang terdengar unik namun tetap lucu di produk-produk awal mereka. “Semua ini pas dengan pasarnya yang adalah orang Jogja,” jelas Agra. Menurutnya, hal inilah yang paling penting dalam mengembangkan bisnis kreatif yang berangkat dari budaya lokal : kita harus bisa membaca pasar.
Meskipun tim Dagadu sudah yakin bahwa desain yang mereka buat memang bagus, namun tetap harus dilihat lagi, apakah desain seperti ini bisa dipahami dan nyambung dengan target pelanggan mereka. “Jadi, kami para desainer dan marketing punya sebuah forum yang membahas hal ini, menggunakan database, kami lihat,” jelas Agra. Database yang ia dan teman-temannya jadikan acuan adalah yang memuat data desain seperti apa sajakah yang pernah dikeluarkan Dagadu, banyolan seperti apa yang pernah mereka tempatkan di produk, dan seperti apa saja respon pasar saat produk-produk ini keluar. Semua data ini akan masuk ke pertimbangan apakah suatu desain akan diloloskan ke tahap produksi atau tidak.
Baca Juga: Membedah Penggunaan Analisis SWOT pada UKM
Tidak jarang, Dagadu juga mengeluarkan produk yang temanya bertepatan dengan hari-hari penting, seperti Lebaran, Natal, Nyepi, hingga Hari Kemerdekaan dan Hari Pahlawan. Lewat database, mereka bisa tahu bahwa mengeluarkan produk di hari-hari tersebut bisa mengundang minat turis dari segi pariwisata. Dalam membangun pasar, Dagadu didukung oleh banyak otak kreatif. Jika di awal berdiri, ide –ide produk hanya dipikirkan oleh para pendiri, sekarang Dagadu memiliki tim kreatif sendiri yang menelurkan banyak inovasi. Namun, mereka tetap memperhatikan tren.
Prinsipnya menurut Agra, semua produk kreatif itu akan bisa dijual, selama kita memahami kemauan konsumen dan tren pasar. “Kalau misalnya desainer atau seniman itu suka idealis ya, kalau menurut mereka atau kritik seni bagus, ya berarti akan laku. Itu yang ada dalam pikiran mereka. Padahal belum tentu,” jelas Agra. Pada akhirnya, semua akan tergantung pada bagaimana kita memahami apa yang konsumen mau. Sebab, inilah juga yang menentukan laku-tidaknya produk kita di pasaran.
Atau, jika memang desainer benar-benar yakin apa yang dibuatnya bagus, namun tidak komersial, maka kita yang harus meyakinkan pasar bahwa produk ini memang bagus. Caranya? Kita bisa bantu mereka melihat bagaimana bagusnya produk tersebut. Tim Dagadu biasanya meyakinkan konsumen dengan menambahkan tag kecil pada produk untuk menjelaskan maksud desain yang tercetak. “Misalnya, ada desain atau ilustrasi bagus, atau kata-kata lucu, kami tambahkan tag kecil di dalam kaos untuk menjelaskan maksud desainnya apa,” ujar Agra. Selain itu, mereka juga menjelaskan di sosial media, sehingga konsumen bisa paham. Lewat pemahaman akan konteksnya, minat konsumen bisa saja tertarik sehingga mereka membelinya.
Baca Juga: Cara UMKM Menetapkan Target Usaha
DGD by Dagadu
Setelah sekian lama nyaman dengan respon antusias masyarakat Yogyakarta dan wisatawannya terhadap produk mereka, Dagadu memberanikan diri merambah ke daerah lain. Demi menjaga konsistensi, merk Dagadu setia pada prinsip bahwa produk lokalnya hanya dibuat dan dipasarkan di Yogyakarta. Untuk produk yang diproduksi dan dipasarkan di luar Kota Yogyakarta, Dagadu mengembangkan merek baru bernama DGD pada tahun 2017.
“Khusus DGD, inspirasinya bersumber dari kekayaan alam dan budaya di Indonesia, dari Sabang sampai Merauke. Jadi, tidak sebatas tentang Jogja,” papar Ahmad Noor Arief, pendiri PT. Aseli Dagadu Djokdja, yang dilansir dari Kompas.com. Melalui brand ini, Arief dan tim Dagadu berharap bisa mengembangkan varian produk yang lebih kaya dan luas tanpa menggeser posisi Dagadu Djokdja yang sudah identik dengan Yogyakarta.
Paket Touring Bersama Kita Muda Kreatif
Selama pandemi, niat Dagadu untuk bekerjasama dan membantu pihak-pihak yang terdampak tidak pernah surut. Salah satu cara yang mereka pilih adalah dengan menghadirkan paket wisata yang inovatif di Yogyakarta. Sejatinya, ini adalah program UNESCO dengan Kita Muda Kreatif, untuk membantu teman-teman UMKM di sekitar Borobudur. Paket wisata terbaru ini mengintegrasikan destinasi budaya dan usaha lokal yang ada di sekitar Candi Borobudur dan Candi Mendut. Jadi, selain mengunjungi tinggalan budaya, wisatawan juga diajak mengunjungi tempat pembuatan gula jawa dan rumah musisi gamelan senior, Pak Ijadi, yang kehilangan pekerjaannya sebagai seniman di hotel-hotel yang tidak lagi menampilkan musik gamelan.
“Paket-paket ini sebenarnya juga membuka peluang untuk mereka yang bekerja di bidang seni dan budaya,” ujar Agra. Menurutnya, kondisi pandemi ini tidak bisa dipastikan akan berlangsung berapa lama. Dan karenanya, banyak orang menjadi lupa berpikir positif. Padahal, selama UMKM bisa terus berkolaborasi, maka kita tidak akan sendirian dan menghadapinya bersama.
Mengajak Konsumen Membuat Desain Sendiri
Sejak tahun lalu, Dagadu tengah mengembangkan sebuah sistem penjualan baru yang menarik untuk anak muda. “Kami sedang berusaha mengembangkan aplikasi yang bisa digunakan di android dan website, di mana orang-orang bisa punya aplikasi Dagadu dan bisa mendesain lewat aplikasi tersebut,” jelas Agra. Desain ini kemudian akan bisa disimpan dan dicetakkan kaosnya oleh Dagadu lewat proses pemesanan digital. Nantinya, jika pembayaran sudah selesai, kaos akan langsung dikirim ke alamat penerima. Ini adalah salah satu inovasi baru, yang menurut Agra memang harus dilakukan demi mengikuti perkembangan zaman.
“Namun, kita tidak boleh lupa nilai-nilai utama yang ingin kita sampaikan ke orang-orang dan kenapa orang-orang harus mengenal dan membeli produk kita,” pungkas Agra.
Baca juga: Pola Struktur Organisasi bagi UMKM
Pengalaman bisnis Dagadu membuat kita sadar bahwa membangun sebuah brand dari budaya lokal bukanlah hal yang mustahil. Budaya dan seni lokal bisa terus dilestarikan, dengan menempatkannya pada media yang modern. Diharapkan, teman-teman UKM juga terinspirasi untuk tidak kenal lelah dalam berinovasi. Terutama di era pandemi, kala kita harus berani mencoba hal-hal yang tidak pernah kita lakukan sebelumnya demi bertahan. Sebab, sudah waktunya UKM Maju!
Menarik bukan cerita inspirasi ini? Yuk tonton video webinarnya “Mengembangkan Bisnis Budaya dan Pariwisata Untuk Kebanggan Bangsa”, yang dapat diakses melalui link berikut.
Jika merasa artikel ini bermanfaat, yuk bantu sebarkan ke teman-teman Anda. Jangan lupa untuk like, share, dan berikan komentar pada artikel ini ya Sahabat Wirausaha.