Apa Itu Averaging Down Pernah nggak, kamu beli saham atau aset investasi lain, lalu ternyata harganya malah turun? Bukannya panik, ada sebagian investor yang justru beli lagi di harga yang lebih murah. “Lho, malah beli lagi? Emang nggak rugi?” Nah, strategi ini dikenal dengan nama averaging down. Meski terdengar berani—atau bahkan nekad—strategi ini punya dasar pemikiran tersendiri. Tapi, apakah cocok buat semua investor? Terutama pelaku UMKM atau investor pemula?

Yuk, kita bahas lengkap dalam edisi Kamus Bisnis kali ini: apa itu averaging down, bagaimana cara kerjanya, kapan sebaiknya digunakan, dan apa saja resikonya.


Apa Itu Averaging Down

Secara sederhana, Averaging Down adalah strategi membeli kembali aset (misalnya saham, kripto, atau reksa dana) saat harganya turun dari harga beli sebelumnya. Tujuannya? Untuk menurunkan harga rata-rata beli.

Misalnya, kamu beli saham XYZ di harga Rp1.000 sebanyak 100 lot. Lalu harga turun ke Rp800 dan kamu kembali membeli 100 lot. Nantinya, harga rata-rata pembelianmu menjadi:

(Rp1.000 + Rp800) ÷ 2 = Rp900 per lot

Artinya, dengan strategi ini, kamu hanya perlu harga naik kembali ke Rp900 untuk balik modal, bukan ke Rp1.000 lagi.

Baca Juga: Apa Itu Short Position? Strategi 'Pinjam Dulu, Jual Duluan' yang Bikin Penasaran


Asal-Usul Strategi Averaging Down

Strategi averaging down sebenarnya sudah dikenal sejak lama di dunia investasi, terutama saham. Banyak investor legendaris seperti Warren Buffett pernah menyatakan bahwa pasar saham seringkali bersifat irrational in the short term, but rational in the long run. Artinya, penurunan harga belum tentu mencerminkan nilai sebenarnya dari perusahaan.

Dari sinilah kemudian muncul strategi averaging down, yaitu membeli saat pasar “salah harga” dengan harapan harga akan kembali mencerminkan fundamental.


Apa Itu Averaging Down: Antara Logika dan Harapan

Nah, sekarang kita gali lebih dalam apa itu averaging down dari sisi logika keuangan. Strategi ini bisa jadi masuk akal diterapkan jika:

  1. Aset atau saham yang dibeli memiliki fundamental yang kuat.
  2. Penurunan harga disebabkan sentimen pasar sementara, bukan karena kinerja bisnis yang buruk.
  3. Investor memiliki modal tambahan untuk menambah kepemilikan.
  4. Investor mampu mengelola emosi dan sabar menunggu harga pulih.

Tapi, strategi ini bisa jadi berbahaya kalau digunakan tanpa analisis. Karena bisa saja harga terus turun dan turun lagi.


Contoh Kasus Dalam Dunia Nyata

1. Kasus Positif

Investor A membeli saham PT Bank Digital XYZ di harga Rp1.000. Setelah turun ke Rp700 karena sentimen negatif sektor teknologi, dia yakin fundamental perusahaan masih solid. Dia membeli lagi, lalu saham kembali naik ke Rp1.100. Dengan harga rata-rata beli di Rp850, ia berhasil cuan.

2. Kasus Negatif

Investor B membeli saham emiten tekstil yang mengalami masalah utang. Harga turun dari Rp1.000 ke Rp400. Karena ingin “balik modal”, ia beli lagi. Namun, perusahaan akhirnya bangkrut. Nilai saham anjlok ke Rp50. Rugi makin besar.

Dari dua kasus ini, terlihat bahwa averaging down bisa berhasil hanya jika dilakukan pada aset yang tepat.

Gabung jadi Member ukmindonesia.id buat update terus info seputar UMKM dan peluang usaha!


Averaging Down untuk Investor UMKM: Haruskah Dicoba?

Banyak pelaku UMKM kini mulai merambah investasi sebagai bagian dari diversifikasi penghasilan. Tapi apakah averaging down cocok untuk investor pemula atau UMKM? Ada beberapa hal yang perlu kamu pertimbangkan, seperti:

Keuntungan Averaging Down

  1. Harga rata-rata beli lebih murah → peluang break even lebih cepat.
  2. Psikologis lebih tenang jika yakin dengan investasi jangka panjang.
  3. Dapat memanfaatkan momen panic selling saat pasar panik.

Risiko Averaging Down

  1. Menambah posisi di aset yang bermasalah → memperbesar kerugian.
  2. Overconfidence → merasa paling tahu, padahal tanpa analisis objektif.
  3. Kehabisan modal untuk average down lagi → margin error makin tipis.

Untuk pelaku UMKM yang masih belajar investasi, averaging down sebaiknya dilakukan dengan sangat hati-hati. Lebih baik fokus pada edukasi dan strategi yang konservatif terlebih dahulu.


Data dan Studi tentang Averaging Down

Menurut data dari Morningstar (2023), investor individu cenderung mengalami loss aversion, yaitu lebih takut rugi daripada semangat mencari untung. Strategi seperti averaging down kadang jadi “pelarian” agar terasa seperti mengurangi rugi. Tapi tanpa dasar analisis, ini justru bisa menjebak.

Sementara itu, studi dari J.P. Morgan Asset Management menunjukkan bahwa investor yang melakukan pembelian secara bertahap saat pasar turun (dollar-cost averaging) bisa memiliki risiko lebih rendah dibanding investor yang masuk sekaligus. Namun, mereka juga menegaskan pentingnya melakukan investasi pada aset yang memang berkualitas.

Baca Juga: Apa Itu Long Position? Strategi Jitu Beli Aset dan Raup Untung di Masa Depan


Kapan Waktu Terbaik Melakukan Averaging Down?

Setelah tahu apa itu averaging down, sekarang pertanyaannya: kapan waktu yang pas buat menjalankan strategi ini?

Karena averaging down itu ibarat beli barang diskon, kita juga harus tahu kapan diskonnya benar-benar menguntungkan—bukan karena barangnya sudah rusak. Nah, berikut ini beberapa kondisi yang bisa jadi pertimbangan:

1. Kondisi Pasar Sedang Turun, Tapi Perusahaan Tetap Bagus

Kalau kamu lihat harga saham atau aset yang kamu punya turun, jangan langsung panik. Cek dulu, apakah penurunan ini karena situasi pasar secara umum (misalnya karena isu ekonomi global), atau karena masalah serius di perusahaannya?

Kalau ternyata bisnis perusahaan masih sehat, laba masih naik, dan manajemennya kredibel, bisa jadi ini cuma momen “diskon sementara”. Di sinilah averaging down bisa masuk. Kamu beli lagi di harga lebih murah, dengan keyakinan harga akan pulih seiring waktu.

Contoh: Pasar saham turun karena suku bunga naik, tapi perusahaan tetap untung besar. Kamu bisa memanfaatkan momen ini untuk melakukan strategi average down.

2. Kamu Punya Dana Cadangan Yang Siap Dipakai Untuk Investasi

Averaging down itu butuh tambahan modal. Jadi pastikan kamu masih punya dana cadangan yang nggak mengganggu kebutuhan pokok atau operasional bisnis jika kamu merupakan pelaku UMKM.

Jika dana yang kamu pakai buat average down justru mengganggu keuangan sehari-hari, lebih baik jangan. Investasi itu harus pakai uang dingin. Hindari menggunakan uang belanja atau uang sewa toko yang sifatnya vital dalam operasional bisnis.

Tips: Sisihkan dana investasi secara teratur, supaya kamu siap saat ada kesempatan beli di harga rendah.

3. Sudah Melakukan Analisis, Bukan Cuma Ikut-Ikutan

Banyak orang yang beli lagi waktu harga turun karena takut ketinggalan atau karena dengar “kata teman” atau grup saham. Ini bahaya. Sebelum melakukan averaging down, kamu harus punya alasan yang jelas—bukan cuma karena “harga murah”.

Pastikan kamu tahu apa yang sedang kamu beli: bagaimana kinerjanya, industrinya, apakah ada prospek jangka panjangnya?

Cara gampang: Coba jawab pertanyaan ini ke diri sendiri: “Apakah kamu benar-benar yakin dengan investasi ini jika ada kemungkinan harga naik esok hari?”. Jika jawabannya “nggak yakin”, berarti belum waktunya kamu melakukan average down.

Baca Juga: Apa Itu Short Selling? Strategi Untung Saat Saham Turun Drastis

4. Investasimu Sudah Terdiversifikasi

Averaging down kadang bisa bikin kita terlalu fokus di satu aset aja. Padahal, prinsip dasar investasi yang sehat adalah diversifikasi, yaitu pastikan jangan taruh semua telur di satu keranjang. Jika kamu sudah punya portofolio yang seimbang (misalnya, kombinasi saham, reksadana, emas, dan tabungan), maka averaging down bisa jadi pilihan buat memperbaiki posisi di salah satu aset tanpa mengorbankan semuanya.

Namun, jika semua dana cuma ditaruh di satu saham atau satu aset, lalu kamu melakukan average down terus menerus saat harganya turun, risikonya bisa besar banget. Lebih baik, cek lagi portofolio bisnismu. Jangan terlalu cinta sama satu aset ya!

Jadi, meskipun kamu sudah paham apa itu averaging down, ingat bahwa strategi ini bukan untuk semua kondisi. Ibaratnya, kamu boleh beli barang saat diskon, tapi jangan asal ambil tanpa melihat kualitas dan kebutuhan. Bijaklah mengelola modal dan jangan pernah mengorbankan keuangan pribadi atau bisnis demi mengejar harga murah.

Jika tulisan ini bermanfaat, silahkan di share ke rekan-rekan Sahabat Wirausaha. Follow juga Instagram @ukmindonesia.id untuk update terus informasi seputar UMKM. 

Referensi:

  1. Morningstar. (2023). Investor Behavior in Volatile Markets: Patterns of Loss Aversion. https://www.morningstar.com
  2. J.P. Morgan Asset Management. (2022). Guide to the Markets - Behavioral Finance Edition. https://am.jpmorgan.com
  3. Investopedia. (2024). Averaging Down Definition. https://www.investopedia.com/terms/a/averagingdown.asp
  4. Kompas.com. (2023). “Strategi Averaging Down, Kapan Tepat Digunakan?” https://www.kompas.com
  5. Bareksa. (2023). “Averaging Down atau Cut Loss? Ini yang Harus Dipilih Investor Pemula.” https://www.bareksa.com