Sahabat Wirausaha, nama Dodi Zulkifli sepertinya sudah tidak asing lagi di telinga kita. Master branding yang satu ini memang gemar sekali berbagi ilmu tentang membangun brand melalui channel Youtube-nya. Pada artikel kali ini, kita akan sharing salah satu rahasia konsumen loyal dari Dodi Zulkifli.
Konsumen yang menyukai produk dan jasa kita akan terus menggunakan brand kita dibandingkan brand lainnya yang sejenis. Konsumen yang loyal akan membantu bisnis kita untuk tumbuh dalam jangka panjang, sebab ia akan membeli produk kita beberapa kali dan merekomendasikan dengan senang hati kepada konsumen lainnya. Di sisi lain, perusahaan juga dapat bekerja secara efisien karena mengurangi biaya pemasaran yang besar untuk menarik pelanggan baru.
Membangun loyalitas konsumen menjadi tantangan tersendiri bagi kita, karena dibutuhkan upaya dan strategi yang tepat dalam mendesain produk dan merancang pelayanan yang konsumen sukai. Bagaimana membangun loyalitas itu? Mari kita simak tipsnya.
Memahami Brand
Sahabat Wirausaha, apa yang Anda pikirkan ketika mendengar brand sepatu Nike? Sepatu atlet, sepatu olahraga, sporty, awet berkualitas, keren dan berkelas mungkin beberapa gambaran tentang brand Nike yang terlintas di kepala kita.
Namun Ada juga yang mengartikan brand sebagai logo, tagline, lagi, dan warna. Ada juga yang mengartikan brand sebagai produk dan layanan yang diberikan. Lantas apa sebenarnya brand?
Mari kita samakan persepsi kita terlebih dahulu mengenai brand. Menurut Asosiasi Pemasaran Amerika, brand adalah nama, istilah, tanda, simbol, desain, atau kombinasi dari semua itu yang dapat digunakan untuk mengenali produk dan jasa kita, dan untuk membedakan produk dan jasa tersebut dari yang lain.
Definisi itu disederhankan oleh seorang Master Brand Indonesia, Subiakto. Brand adalah nama dan makna. Kalau diasosiasikan dengan contoh sepatu Nike tadi, bisa disimpulkan bahwa Nike adalah nama, sedangkan identitas sepatu atlet, sepatu olahraga, sporty, awet berkualitas, keren dan berkelas merupakan makna yang melekat pada brand tersebut.
Tiga Langkah Membangun Brand
Untuk membangun suatu brand, ada tiga langkah strategi branding yang perlu dilakukan yaitu Brand Blueprint, Brand Delivery, dan Brand Evaluation. Yang perlu diperhatikan, ketiga hal ini merupakan kesatuan dan saling terhubung, tanpa melakukan salah satunya maka startegi branding tidak akan berjalan efektif.
1. Brand Blueprint
Blueprint adalah panduan atau prinsip yang melatari suatu brand. Dengan adanya blueprint, kita bisa merencanakan bagaimana brand kita ingin terlihat di mata konsumen. Membuat Brand Blueprint merupakan tahap awal yang perlu kita lakukan untuk membangun suatu brand.
Ibarat membangun rumah, kita perlu sebuah rencana arsitektur supaya kita punya gambaran rumah itu akan menjadi seperti apa nantinya. Bagaimana konsep arsitekturnya, berapa jumlah lantai yang akan dibangun, berapa luas tanah yang akan digunakan sebagai halaman, dan sebagainya. Tanpa rencana arsitektur yang matang, rumah yang dibangun bisa tidak menarik hasilnya. Demikian juga jika suatu brand tidak punya rencana, maka brand itu tidak terlihat konsisten dan tidak jelas maknanya bagi konsumen.
Makna yang melekat dari suatu brand dibangun pada tahapan Brand Blueprint. Apa kesan yang ingin kita sampaikan kepada konsumen ketika menggunakan produk kita?
Sebuah nama menimbulkan kesan tersendiri di hati dan pikiran konsumen. Misalnya, ada jasa foto kopi yang menggunakan brand Larashati untuk membangun jasa fotokopi dengan layanannya ramah. Nah, untuk membangun jasa fotokopi yang ingin menimbulkan kesan itu, maka kita perlu memetakan rational value (alasan rasional) dan emotional value (alasan emosional) dari konsumen yang akan menggunakan jasa kita.
Rational value merupakan alasan rasional yang melatari konsumen menggunakan jasa foto kopi misalnya pelayanan fotokopi cepat, harga bersaing, dan pengerjaan rapi. Alasan rasional ini sifatnya mendasar dan umum, konsumen pun bisa menemukannya di jasa fotokopi lain. Sedangkan emotional value adalah alasan yang melibatkan pertimbangan emosional konsumen mengapa tertarik menggunakan jasa kita, misalnya pelayanannya ramah, ruangan nyaman, dan tempat parkir aman.
2. Brand Delivery
Agar makna yang ada dalam Brand Blueprint bisa disampaikan kepada konsumen, maka kita perlu menurunkannya pada Brand Delivery. Kalau brand blueprint adalah konsep dan perencanannya, brand delivery adalah langkah yang harus direalisasikan agar makna brand bisa tersampaikan kepada konsumen.
Untuk mendelivery pesan bahwa Larashati adalah sebuah jasa fotokopi yang murah, maka perlu dibuat spanduk atau banner yang menunjukkan nama Larashati dan tagline yang senada dengan itu. Contohnya Larashati, Mengutamakan Layanan. Dengan begitu, konsumen bisa menangkap pesan jika fotokopi tersebut mengutamakan layanan yang memuaskan kepada konsumennya.
Brand Delivery juga mencakup proof atau bukti, yang artinya brand perlu membuktikan apa yang ia janjikan kepada konsumen. Harus seimbang antara janji dan bukti. Jangan sampai kita terlalu banyak janji tapi tidak diiringi dengan memberikan bukti, hal ini bisa mengecewakan konsumen.
Sebagai contoh, ada online shop yang pakai nama Candy. Pemilik ingin agar online shop ini dikenal sebagai online shop yang memberi respon cepat kepada konsumen. Toko Candy lalu membuat iklan dan tagline di berbagai media sosial Direspon Sebelum Anda Berkedip. Namun ternyata tidak terbukti. Ada konsumen yang chat, tapi baru dibalas seminggu kemudian. Ini kasus ketika brand terlalu berlebihan memberikan janji.
Branding Bukan Hanya Janji tapi juga bukti. Jika kita mampu memberikan bukti sesuai janji, kita akan lebih imun terhadap kompetitor. Contoh kasus, waktu itu ada seorang yang konsultasi kepada Dodi tentang bagaimana mengatasi kompetitor baru yang kasih janji bombastis terhadap konsumen sehingga membuat konsumen lebih tertarik. Coba kita perhatikan, apakah kompetitor itu hanya bisa berjanji tapi tidak bisa membuktikan? Nanti kalau tidak bisa membuktikan janji, konsumen pun akan tahu sendiri.
Kalau konsumen awalnya memutuskan mencoba produk kompetitor karena punya ekspektasi tertentu, tetapi setelah menggunakan produknya ternyata tidak memenuhi ekspektasi sesuai janjinya, konsumen bisa komplain dan kasih testimoni buruk terhadap brand sehingga bisa membuat bisnisnya hancur. Jadi kalau suatu brand hanya bisa berjanji tapi tidak bisa buktikan, maka tunggu saja usahanya ditinggalkan konsumen.
Waktu melakukan perjalanan haji, Dodi menggunakan jasa sebuah brand perjalanan haji dan umroh di Kota Semarang. Waktu itu dia sempat bertanya kepada peserta umroh lainnya berapa kali mereka sudah melakukan perjalanan umroh melalui agen perjalanan ini. Dari jawabannya, rata-rata peserta sudah 4-5 kali melakukan umroh.
Salah satu peserta haji bercerita kepada Dodi jika ia sudah mencoba beberapa brand jasa perjalanan umroh. Di perjalanan pertama ia pakai brand yang sekarang, di perjalanan kedua ia coba brand A, dan di perjalanan ketiga ia coba brand B. Namun di perjalanan keempat, dia balik lagi pakai brand yang sekarang. Dan ketika memutuskan ingin berangkat haji, peserta itu tidak mau coba-coba ke brand lainnya, ia memilih brand yang sekarang.
Kemudian Dodi bertanya kenapa ia kembali pakai brand yang sekarang. Menurut peserta perjalanan haji itu, ia tertarik coba brand lainnya karena iklannya sungguh menarik, janjinya menggiurkan. Namun setelah ia merasakan perjalanan dengan brand A dan B, janjinya tidak sesuai. Akhirnya peserta perjalanan itu tidak memilih brand lainnya, ia memilih brand sekarang untuk perjalanan hajinya.
Dari sini kita bisa simpulkan, agar konsumen loyal, kita harus bisa berikan bukti lebih besar daripada janji sehingga konsumen puas menggunakan produk kita.
3. Brand Evaluation
Selain dua hal tersebut, step terakhir adalah Brand Evaluation. Tahap ini kerap dilupakan padahal juga penting. Di tahap ini, kita mengevaluasi sudah sejauh mana brand dibangun.
Dalam perjalanannya, Jasa Fotokopi Larashati yang tadi diceritakan di awal menurun penjualannya. Ketika penjualan menurun, kita perlu lakukan Brand Evaluation dan mencari tahu penyebabnya. Kita bisa tanya ke konsumen apakah ada pelayanan yang kurang atau ada masalah lainnya.
Seringkali ketika omset usaha menurun, kita buru-buru mengkambinghitamkan bagian sales dan marketing. Padahal belum tentu kesalahannya disitu. Kita bisa lihat dari kondisi pasar, bagaimana dengan usaha di tempat lainnya? Apakah sepi juga? Kalau ternyata tempat kita sepi dan tempat lain ramai berarti masalahnya ada pada usaha kita.
Setelah dievaluasi dengan meminta feedback konsumen, pelanggan yang sepi disebabkan karena ada tukang parkir yang menyebalkan. Sebenarnya tukang parkir itu sudah digaji oleh pemilik fotokopi, di halaman parkir juga sudah ditempel tulisan parkir gratis. Namun karena tukang parkirnya tidak amanah, tulisan parkir gratis ditutupi sehingga konsumen tidak bisa lihat, tukang parkir tetap menarik uang dari konsumen yang fotokopi. Tentu tidak masuk akal kalau fotokopinya bayar Rp 500, tetapi parkirnya harus bayar Rp 1.000. Inilah yang menyebabkan konsumen memilih fotokopi lainnya. Dari kisah ini, masalahnya ada di bagian operasional usaha sehingga menegur atau mengganti tukang parkir adalah solusi yang harus dilakukan.
Dengan memperoleh feedback dari konsumen, kita dapat menemukan akar masalah yang ada pada bisnis kita dengan mudah dan melakukan tindakan tepat untuk mengatasinya.
Itulah tips membuat konsumen loyal dari Master Branding, Dodi Zulkifli. Pastikan bahwa produk dan jasa kita memberikan bukti yang lebih besar daripada janji untuk menyenangkan hati konsumen. Dengan begitu konsumen akan memperoleh pengalaman memuaskan saat menggunakan produk dan jasa kita.
Jika ingin menyaksikan video lengkapnya, Sahabat Wirausaha bisa menyaksikan langsung di link berikut Strategi Branding : Konsumen Loyal. Semoga dengan menerapkan strategi branding, usaha kita bisa naik kelas!