Angkringan Korea – Di tengah derasnya arus budaya populer Korea Selatan yang mengglobal, Indonesia menjadi salah satu negara dengan penetrasi budaya Korea paling masif di Asia Tenggara. Tak hanya berdampak pada dunia hiburan seperti K-Pop dan K-Drama, fenomena ini juga merambah gaya hidup dan kuliner. Salah satu bentuk adaptasi paling unik yang kini menjamur adalah kehadiran Bisnis Angkringan Korea, sebuah model usaha kuliner yang memadukan konsep tradisional angkringan khas Jawa dengan sentuhan street food Korea yang ikonik.
Bagaimana fenomena ini bisa tumbuh subur? Apa yang membuatnya begitu menjanjikan dari sisi bisnis? Dan siapa pemain utama di balik gelombang ini? Artikel ini akan membedah fenomena tersebut secara mendalam dan berbasis data.
Awal Mula: Ketika Hallyu Menyentuh Lidah Orang Indonesia
Hallyu atau Korean Wave mulai membanjiri Indonesia sejak awal 2010-an. Menurut riset dari Korean Foundation for International Culture Exchange (KOFICE), Indonesia berada di peringkat lima besar dunia dalam jumlah penggemar K-Pop. Tak heran jika dalam satu dekade terakhir, budaya Korea menjelma jadi gaya hidup yang sangat digemari, terutama oleh generasi milenial dan Gen Z. Pasalnya, laporan dari YouGov pada tahun 2024 menyebutkan bahwa lebih dari 60% Gen Z Indonesia tertarik mencoba kuliner Korea, dengan persepsi "kekinian", "lezat", dan "visual menarik".
Fenomena ini turut mengangkat pamor kuliner Korsel. Makanan seperti tteokbokki (kue beras pedas), odeng (kue ikan)), ramyeon, dan hotteok (panekuk manis) mulai diperkenalkan melalui drama dan reality show Korsel, sebelum akhirnya hadir secara fisik di restoran dan festival kuliner Indonesia. Kombinasi antara pengaruh visual dari K-Drama dan tren sosial media mendorong anak-anak muda Indonesia tidak hanya sebagai konsumen, tetapi juga pelaku bisnis kuliner Korea dalam format lokal yang lebih terjangkau.
Baca Juga: 10 Ide Bisnis Kuliner Unik & Viral di Tahun 2026
Angkringan Korea: Gaya Baru Nongkrong yang Naik Daun
Salah satu gaya penyajian kuliner Korea yang unik di Indonesia adalah angkringan Korea, sebuah konsep yang memadukan warung kaki lima ala pojangmacha Korea dengan kehangatan dan harga terjangkau khas angkringan tradisional Indonesia.
Konsep ini mulai muncul sekitar tahun 2021–2022, saat pandemi mendorong masyarakat untuk mencari bentuk usaha baru yang fleksibel dan berbasis komunitas. Dari sinilah muncul kreativitas para pelaku usaha yang memadukan elemen budaya Korea dengan konsep kuliner jalanan lokal.
"Bisnis Angkringan Korea mengisi ceruk pasar yang belum banyak disentuh: makanan Korea dengan harga kaki lima dan vibes nongkrong kekinian. Ini bukan cuma soal makanan, tapi juga soal pengalaman," ungkap Ivan Eka, pakar marketing kuliner dari Universitas Padjadjaran, dalam sebuah webinar kuliner pada 2023.
Sementara itu, sebuah artikel di Lemon8 oleh food blogger @yukmakan.bynadia juga mengabarkan bahwa di Bandung, menu angkringan Korea seperti tteokbokki dan odeng dijual mulai dari Rp10.000 hingga Rp20.000, menjadikannya terjangkau bagi pelajar dan mahasiswa. Konsep ini kemudian menyebar ke berbagai kota seperti Jakarta, Bogor, Solo, dan Purwokerto.
Topoci Indonesia: Pemain Utama yang Menyulap Street Food jadi Franchise
Di balik menjamurnya bisnis angkringan Korea di berbagai kota Indonesia, Topoci Indonesia muncul sebagai pionir yang paling dikenal. Merek ini tak hanya menjual makanan khas Korea dengan harga merakyat, tapi juga membuka peluang bisnis yang terukur melalui sistem waralaba atau kemitraan.
Didirikan pada tahun 2021 oleh Rangga Asmaya, Topoci awalnya beroperasi sebagai reseller produk frozen Korean street food. Namun, melihat antusiasme pasar yang besar,
Menurut KOL Specialist Topoci, Illa, kepada detikcom (31 Januari 2023), Topoci mulai merintis di bidang F&B kategori Korean Food sejak awal tahun 2020. “Mulanya produk didistribusikan dengan sistem kemasan untuk agen dan reseller, akhirnya owner memutuskan untuk membuka outlet pertama pada Agustus 2021 di daerah Antapani, Bandung,” ujarnya.
Sejak saat itu, Topoci mulai menawarkan skema kemitraan bisnis kuliner yang cukup terjangkau. Terdapat tiga paket utama yang ditawarkan:
- Paket Virtual Juragan: Rp 19,5 juta
- Paket Standar: ±Rp 27 juta
- Paket Sultan: Rp 37 juta
Harga paket ini sudah termasuk alat usaha lengkap, bahan baku awal, serta atribut dan pelatihan usaha yang disesuaikan dengan masing-masing paket. Salah satu daya tarik utamanya adalah sistem keuntungan 100% milik mitra, tanpa potongan bagi hasil oleh pusat. Artinya, semua hasil usaha menjadi milik mitra sepenuhnya.
Illa menambahkan, “Dengan menu yang digandrungi dan sangat terjangkau, Topoci memiliki perhitungan rata-rata HPP (harga pokok penjualan) 59–63% dan gross profit 41–37% dengan waste produk hanya 1%.”
Artinya, potensi keuntungan yang didapat cukup besar untuk ukuran bisnis kecil-menengah. Bahkan, mitra bisa mengantongi pendapatan mulai dari Rp 10 juta hingga Rp 110 juta per bulan, tergantung lokasi dan intensitas penjualan.
Skema bisnis yang sederhana namun menarik ini membuat Topoci berkembang cepat. Hingga pertengahan 2025, Topoci Indonesia telah memiliki lebih dari 115 mitra yang tersebar di berbagai kota. Selain gerai fisik, Topoci juga tetap mengandalkan strategi distribusi frozen food untuk pasar daring, termasuk reseller dan agen.
Strategi ini menjadikan Topoci bukan hanya merek makanan Korea biasa, tetapi juga memulai ekosistem bisnis yang menyasar pelaku UMKM pemula hingga pelaku kuliner skala kecil-menengah yang ingin naik kelas.
Gabung jadi Member ukmindonesia.id buat update terus info seputar UMKM dan peluang usaha!
Glokalisasi dan Adaptasi Lokal: Rahasia di Balik Penerimaan Pasar
Kesuksesan Bisnis Angkringan Korea tak lepas dari strategi glokalisasi, yaitu proses menggabungkan unsur global (kuliner Korea) dengan nilai dan preferensi lokal Indonesia. Studi yang ditulis dalam Jurnal Sosiologi Dialektika (2024) menyebutkan:
"melalui berbagai bentuk glocalization, Korean street food telah menjadi bagian tersendiri dalam ranah kuliner Indonesia… dengan mengadopsi konsep Halal dalam menyajikan street food Korea"
Contoh Nyata: Purwokerto sebagai Laboratorium Glokalisasi
Penelitian lapangan di kota Purwokerto (Jawa Tengah) dengan pendekatan studi kasus menunjukkan bagaimana penjual Korean street food berhasil melakukan adaptasi lokal:
- Penamaan Menu yang Disesuaikan
Menu-menu Korea seperti odeng atau tteokbokki diberi variasi nama lokal dengan kombinasi Korea dan Bahasa Indonesia, misalnya “Odeng Ayam Sambal Koreano” atau “Tteok Nasi Mercon”, yang menciptakan kesan unik sekaligus familiar bagi selera pasar lokal. - Halal sebagai Nilai Tambah Lokal
Mengingat mayoritas konsumen di Purwokerto adalah Muslim, penjual memberikan label halal secara eksplisit pada produk Korean street food. Ini terbukti meningkatkan kepercayaan konsumen serta memperluas daya tarik pasar secara signifikan - Penggunaan Bahan Lokal
Penjual juga memadukan bahan lokal dengan resep Korea. Misalnya, fish cake lokal dipakai sebagai pengganti odeng impor, tanpa mengubah rasa inti produk — sehingga biaya bisa diminimalkan dan tingkat waste tetap rendah. - Adaptasi Suasana & Konsep
Bentuk gerobak dan tempat makan sering dirancang menyerupai angkringan tradisional Jawa, lengkap dengan meja kursi sederhana dan lampu temaram—menghadirkan atmosfer nongkrong yang hangat, tanpa kehilangan nuansa street food Korea.
Mengapa Strategi Glokalisasi Ini Ampuh?
- Mengurangi Jarak Budaya
Konsumen merasa lebih dekat karena unsur lokal yang mudah dicerna dalam hal rasa, nama, dan penyajian. - Memenuhi Harapan Konsumen Muslim
Label halal menjadi faktor krusial yang mendongkrak minat beli dan loyalitas pelanggan. - Efisiensi Biaya dan Operasional
Bahan lokal dan konsep sederhana menjaga margin tetap tinggi (gross profit ~37–41%) dan meminimalkan waste produk (~1%) (menurut Jurnal Universitas Airlangga)
Pada konsep Bisnis Angkringan Korea, strategi glokalisasi ini bukan hanya lip-service, tapi terimplementasi nyata dalam menu, branding, operasional, hingga komunikasi pemasaran. Alhasil, mereka tak jadi sekadar viral, tapi juga diterima dan dipertahankan sebagai bagian dari gaya hidup urban lokal.
Baca Juga: 6 Tips Menjaga Konsistensi Kualitas Produk pada Bisnis Kuliner
Cuan atau Nggak? Menghitung Potensi Keuntungan Bisnis Angkringan Korea
Dari segi potensi cuan, Bisnis Angkringan Korea tergolong sangat menarik, terutama bagi pelaku UMKM pemula yang ingin merintis usaha dengan modal terukur. Berikut simulasi sederhana berdasarkan data dari Topoci:
- Modal awal: Rp27 juta (Paket Booth Standar)
- Rata-rata penjualan per hari: Rp1 juta (asumsi 50 porsi × Rp20.000)
- Pendapatan bulanan: Rp30 juta
- Estimasi biaya operasional bulanan: Rp16 juta (termasuk bahan baku, sewa, tenaga kerja)
- Laba kotor bulanan: ±Rp14 juta
- Balik modal: Dalam 2–3 bulan
Tentunya, keberhasilan tetap bergantung pada lokasi, promosi, dan konsistensi pelayanan. Namun secara umum, banyak mitra Topoci yang dilaporkan balik modal dalam waktu kurang dari 4 bulan– angka yang cukup impresif untuk bisnis skala kecil.
Fenomena bisnis Angkringan Korea adalah cerminan suksesnya adaptasi budaya global dalam konteks lokal. Ia tidak hanya menjual rasa, tetapi juga menjual pengalaman, identitas, dan gaya hidup. Di tengah ketatnya persaingan bisnis kuliner, konsep seperti ini berhasil menciptakan niche yang unik dan sulit ditiru oleh brand besar sekalipun.
Bagi para pelaku UMKM yang ingin memulai usaha dengan konsep yang kekinian tapi tetap bersahabat secara finansial, Bisnis Angkringan Korea patut dipertimbangkan. Tidak hanya karena potensi cuannya, tetapi juga karena bisnis ini mengajarkan bagaimana budaya, rasa, dan strategi bisa berpadu menjadi peluang.
Jika tulisan ini bermanfaat, silahkan di share ke rekan-rekan Sahabat Wirausaha. Follow juga Instagram @ukmindonesia.id untuk update terus informasi seputar UMKM.
Referensi:
- Detik Finance: https://finance.detik.com/solusiukm/d-6544328
- Hops.ID: https://www.hops.id/unik/29412727421
- Lemon8: https://www.lemon8-app.com/yukmakan.bynadia/
- ANTARA News: https://banten.antaranews.com/berita/338149
- ResearchGate: https://www.researchgate.net/publication/385060605
- FranchiseGlobal.com: https://www.franchiseglobal.com/
- https://www.researchgate.net/publication/385060605_Korean_street_food_in_contemporary_Indonesia_Glocalization_in_a_semi-medium_city