
Halo, Sahabat Wirausaha!
Setiap akhir tahun, suasana bisnis di Indonesia berubah seperti memiliki energinya sendiri. Jalanan terasa lebih ramai, pusat perbelanjaan dipenuhi pembeli, toko online kebanjiran notifikasi, dan usaha kuliner sering kewalahan melayani pesanan. Pelaku UMKM merasakan hal ini sebagai musim yang “mengalirkan rezeki lebih deras dibanding bulan-bulan lainnya”. Namun di balik itu semua, terdapat alasan yang jauh lebih dalam dan kompleks. Perubahan perilaku konsumen Indonesia hari ini—yang lebih digital, lebih terhubung, dan lebih emosional—membuat momen akhir tahun berkembang menjadi sebuah fenomena sosial-ekonomi yang sangat signifikan.
Untuk memahami mengapa akhir tahun menjadi musim emas bagi UMKM, kita perlu melihat pergerakan konsumen Indonesia bukan hanya dari sisi data ekonomi, tetapi juga dari sisi budaya, psikologis, dan teknologi. Ketika seluruh faktor ini bekerja bersama, hasilnya adalah lonjakan konsumsi yang hampir selalu berulang setiap tahun.
Akhir Tahun Sebagai “Musim Pengampunan Emosional” Konsumen
Ada sesuatu yang menarik tentang Desember. Banyak orang merasa menjadi versi yang lebih ringan, lebih bahagia, dan lebih permisif dalam hal pengeluaran. Meta dalam laporan Holiday Season Insights 2024 menunjukkan bahwa mayoritas konsumen Indonesia merasa akhir tahun adalah periode ketika mereka “lebih berhak memanjakan diri”. Ini bukan sekadar belanja impulsif, melainkan respons emosional yang muncul dari rasa pencapaian, kelelahan yang ingin ditebus, dan keinginan menutup tahun dengan perasaan cukup.
Psikologi konsumen menjelaskan fenomena ini melalui konsep self-reward. Ketika seseorang merasa telah bekerja keras sepanjang tahun, otak menciptakan ruang pembenaran untuk membeli hal-hal yang sifatnya memberi kenyamanan atau kegembiraan. Teori ini sejalan dengan temuan Dhar dan Wertenbroch mengenai kecenderungan konsumen memilih produk hedonis ketika berada dalam kondisi emosional positif. Itulah mengapa produk-produk seperti lilin aromaterapi, kue premium, hampers buatan tangan, atau perawatan diri laku keras menjelang akhir tahun.
UMKM yang mampu menawarkan pengalaman emosional—melalui kemasan cantik, pesan personal, atau varian edisi khusus—sering menjadi pemenang dari gelombang konsumsi yang digerakkan oleh emosi ini.
Baca juga: Strategi Bisnis Menghadapi Perubahan Pola Konsumsi Pada Penurunan Kelas Menengah
Budaya Indonesia yang Komunal Mendorong Pembelian dalam Skala Lebih Besar
Akhir tahun selalu identik dengan perayaan dan kebersamaan. Dalam budaya kolektivis seperti Indonesia, tradisi berkumpul menjadi momen penting yang tidak hanya mempertemukan keluarga, tetapi juga memperbesar konsumsi. Setiap pertemuan membutuhkan makanan, hadiah, dekorasi, pakaian baru, dan berbagai produk lain yang mendukung suasana perayaan.
Hofstede Insights 2024 kembali menegaskan bahwa Indonesia memiliki skor kolektivisme tinggi, yang artinya keputusan konsumsi sering dilakukan tidak secara individual, tetapi dalam konteks sosial. Ketika sebuah keluarga memutuskan untuk mengadakan acara akhir tahun, seluruh anggota turut berkontribusi dalam bentuk pembelian. Hal sederhana seperti membawa kue untuk acara keluarga bisa menggerakkan permintaan produk UMKM secara signifikan.
Data terbaru BPS 2024 menunjukkan peningkatan pengeluaran rumah tangga pada kuartal keempat untuk kategori makanan jadi, pakaian, dan hadiah. Angka ini menguatkan gambaran bahwa konsumsi akhir tahun bukan hanya terjadi karena diskon atau promosi, tetapi karena kebudayaan yang menempatkan perayaan sebagai bagian dari identitas sosial.
Bonus, THR, dan Persepsi “Uang Tambahan” Membuat Konsumen Lebih Berani
Setiap akhir tahun, jutaan pekerja menerima bonus tahunan, insentif penutupan target, atau THR musiman. Uang tambahan ini memiliki efek psikologis tersendiri. Menurut Richard Thaler dalam teori mental accounting, uang bonus tidak dianggap sebagai bagian dari penghasilan rutin yang harus dijaga, melainkan sebagai “uang hadiah” yang boleh digunakan lebih bebas. Inilah sebabnya konsumen yang biasanya berhati-hati menjadi jauh lebih longgar dalam mengambil keputusan belanja.
Bank Indonesia melalui Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) juga melaporkan kenaikan optimism masyarakat pada Triwulan IV 2024. Optimisme ini berbanding lurus dengan peningkatan konsumsi. Ketika seseorang merasa kondisi finansialnya aman, ia cenderung lebih berani membelanjakan uang untuk hal-hal non-esensial.
Konsumen pun mulai membeli barang premium yang selama ini ditunda: parfum lokal kualitas tinggi, produk dekorasi rumah, hampers bernilai tinggi, hingga layanan makanan spesial. UMKM yang menawarkan produk dengan kualitas baik dan tampilan menarik sering menikmati keuntungan paling besar dari fenomena ini.
Baca juga: 8 Mindset Pengusaha Sukses: Pola Pikir yang Harus Dimiliki untuk Meraih Kesuksesan
Keinginan Menyambut Tahun Baru Membentuk Pola Konsumsi Baru
Tahun baru adalah simbol awal. Banyak konsumen Indonesia menjadikan pergantian tahun sebagai momen untuk “mengatur ulang” hidup mereka. Pola ini menciptakan konsumsi yang berbeda dibanding bulan-bulan lain. Planner, jurnal produktivitas, peralatan olahraga, perlengkapan memasak, dekorasi rumah, hingga peralatan usaha rumahan sering mengalami kenaikan permintaan pada akhir tahun.
Riset McKinsey 2024 menunjukkan bahwa 46% konsumen Indonesia membeli produk yang mereka kategorikan sebagai “investasi pribadi” di bulan November–Desember. Ini menunjukkan bahwa pembelian akhir tahun tidak hanya bersifat konsumtif, tetapi juga merupakan bagian dari persiapan memasuki fase baru kehidupan.
Bagi UMKM, momentum ini menjadi kesempatan untuk mengemas produk sebagai bagian dari resolusi Tahun Baru: alat masak untuk hidup sehat, buku catatan untuk merencanakan usaha, atau bahkan produk dekorasi sederhana untuk memperbaiki suasana rumah.
Lonjakan Mobilitas Akhir Tahun Menghidupkan UMKM Kuliner Daerah
Selain konsumsi yang terjadi di rumah dan toko, akhir tahun juga mendorong mobilitas yang sangat tinggi. Liburan sekolah, kunjungan keluarga, dan wisata singkat membuat masyarakat bepergian ke berbagai daerah di Indonesia. Data BPS 2024 menunjukkan peningkatan signifikan perjalanan domestik pada Desember.
Dalam konteks ini, UMKM daerah merasakan dampak paling nyata. Produk oleh-oleh seperti sambal kemasan, keripik lokal, kue tradisional, dan minuman literan mengalami peningkatan permintaan. Mobilitas juga mendorong konsumsi camilan praktis untuk perjalanan. Bahkan jasa jastip—yang memanfaatkan mobilitas orang lain—menjadi salah satu peluang usaha musiman yang berkembang pesat.
Mobilitas menciptakan pasar baru di luar konsumen lokal, membuka kesempatan bagi UMKM untuk mengenalkan produknya kepada audiens yang lebih luas.
Dominasi Konten dan Live Commerce Mengubah Cara Konsumen Berbelanja
Salah satu perubahan paling besar dalam beberapa tahun terakhir adalah pergeseran orientasi belanja konsumen dari “mencari produk” menjadi “terpancing konten”. Laporan e-Conomy SEA 2024 menunjukkan bahwa lebih dari 60% pembelian akhir tahun di Indonesia dipengaruhi oleh konten digital—baik berupa ulasan kreator, video pendek, live commerce, maupun rekomendasi pengguna.
Ditambah lagi dengan pertumbuhan TikTok Shop (sebelum integrasinya dengan Tokopedia), konsumen menjadi sangat responsif terhadap video live, promosi real-time, dan penawaran singkat. WhatsApp Business juga semakin populer sebagai kanal pemesanan cepat untuk UMKM. Konsumen merasa lebih dekat dan lebih percaya ketika dapat berinteraksi langsung melalui pesan.
Digitalisasi ini mempercepat proses pengambilan keputusan. Seseorang melihat video brownies premium dengan kemasan cantik, merasa cocok untuk hampers, lalu langsung memesan. Proses yang dulu memakan waktu beberapa hari kini hanya terjadi dalam hitungan menit.
UMKM yang mampu bercerita melalui konten—foto yang menggugah, video singkat yang emosional, atau narasi perjalanan usaha—sering memenangkan pasar tanpa harus bersaing harga.
Baca juga: Cara Menata Pola Kebiasaan Keuangan Sehat agar Bisa Mencapai Berbagai Tujuan Finansial Besar
Akhir Tahun Sebagai Perpaduan Emosi, Budaya, Ekonomi, dan Teknologi
Ketika seluruh faktor ini disatukan, kita mendapatkan gambaran bahwa konsumsi akhir tahun bukanlah fenomena sederhana. Ia adalah hasil dari pertemuan antara emosi positif, budaya keluarga, bonus finansial, mobilitas tinggi, dan arus konten yang intens. Semua ini menciptakan momentum yang sangat kuat bagi UMKM.
Namun untuk benar-benar memanfaatkan musim emas ini, UMKM perlu memahami bahwa konsumen akhir tahun bukan hanya “membeli barang”, tetapi sedang memenuhi kebutuhan emosional, sosial, dan simbolik mereka. Pelaku usaha yang mampu menawarkan pengalaman—bukan sekadar produk—akan selalu menjadi yang paling diingat.
Jika artikel ini bermanfaat, mohon berkenan bantu kami sebarkan pengetahuan dengan membagikan tautan artikelnya, ya!
Bagi Sahabat Wirausaha yang ingin bergabung dengan Komunitas UMKM di bawah naungan kami di UKMIndonesia.id - yuk gabung dan daftar jadi anggota komunitas kami di ukmindonesia.id/registrasi. Berkomunitas bisa bantu kita lebih siap untuk naik kelas!
Referensi:
- Google, Temasek & Bain & Company. e-Conomy Southeast Asia Report, 2024.
- Meta. Southeast Asia Holiday Season Insights, 2024.
- NielsenIQ Indonesia. Connected Consumer Report, 2024–2025.
- McKinsey & Company. SEA Consumer Pulse, 2024.
- Badan Pusat Statistik (BPS). Pengeluaran Rumah Tangga dan Mobilitas Domestik, 2024.
- Bank Indonesia. Indeks Keyakinan Konsumen Triwulan IV, 2024.
- Thaler, R. (1985). Mental Accounting and Consumer Choice.
- Dhar, R. & Wertenbroch, K. (2000). Consumer Choice Between Hedonic and Utilitarian Goods.
- Hofstede Insights. Indonesia Cultural Dimensions Update, 2024.









