Belakangan ini, terdapat banyak pemberitaan mengenai buruknya kondisi masyarakat kelas menengah. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah masyarakat kelas menengah pada tahun 2019 adalah 57,33 juta orang. Sedangkan pada tahun 2024, jumlah masyarakat kelas menengah tersisa 47,85 juta orang. Penurunan ini disertai juga dengan peningkatan kelompok rentan terhadap kemiskinan menjadi 137,5 juta orang.

Hal ini menjadi sebuah indikasi bahwa terdapat penurunan kelas dari masyarakat Indonesia. Dengan kondisi tersebut, Sahabat Wirausaha mungkin perlu melakukan penyesuaian terkait bisnis yang dijalankan. Masyarakat kelas menengah sendiri merupakan kelas ekonomi dengan peringkat ketiga terbanyak dan cenderung memiliki pendapatan yang layak. Oleh karena itu, penting bagi Sahabat Wirausaha untuk melakukan penyesuaian strategi bisnis atas kondisi ini.


Perubahan Pola Konsumsi dari Masyarakat Kelas Menengah

Beberapa ekonom mengatakan bahwa penurunan kelas menengah ini menjadi indikasi terjadinya perlambatan kondisi ekonomi di Indonesia. Perlambatan ini dapat terlihat dari deflasi yang terjadi selama 5 bulan berturut-turut semenjak bulan Mei hingga September 2024. Berdasarkan data dari BPS (2024), deflasi dalam 5 bulan terakhir telah mencapai angka 0,33 persen. Perlambatan ini merupakan kondisi terburuk semenjak krisis ekonomi tahun 1998.

Terjadinya perlambatan ekonomi dan penurunan kelas menengah ini tidak terlepas dari kesulitan mencari pekerjaan dan tingginya beban yang harus ditanggung oleh kalangan menengah. Berdasarkan Growth Incidence Curve dari LPEM UI (2023), masyarakat kelas menengah mengalami penurunan pendapatan per kapita (per orang) yang cukup besar, ketika kelompok miskin dan kelompok terkaya justru cenderung mengalami peningkatan pendapatan selama periode kedua Presiden Joko Widodo.

Tekanan yang dialami oleh kelas menengah ini yang kemudian mengubah pola konsumsi yang dapat dilihat dari data inflasi. Inflasi sendiri dapat menjadi tiga kategori, yaitu inflasi inti, inflasi barang yang diatur pemerintah dan inflasi barang bergejolak. Berdasarkan data BPS pada tabel 1, dapat terlihat bahwa inflasi inti sebenarnya mengalami peningkatan. Sebaliknya, penurunan justru terjadi pada produk barang bergejolak.

Baca Juga: Promosi Bisnis Dengan AI dan Metaverse, Bagaimana Caranya?

Perhitungan barang bergejolak ini sendiri didominasi oleh harga bahan pangan yang sensitif terhadap momentum atau musim tertentu. Meskipun begitu, definisi harga bangan pangan sebenarnya bisa lebih luas dibandingkan hal tersebut. Berdasarkan analisis terhadap data tersebut, Sahabat Wirausaha kemudian dapat mengambil beberapa kesimpulan dan strategi dalam menargetkan pasar kelas menengah.

Bulan

Inflasi Umum

Inflasi Inti

Inflasi Harga Pemerintah

Inflasi Bergejolak

September

-0,12

0,16

-0,04

-1,34

Agustus

-0,03

0,20

0,23

-1,24

Juli

-0,18

0,18

0,11

-1,92

Juni

-0,08

0,10

0,12

-0,98

Mei

-0,03

0,17

-0,13

-0,69

April

0,25

0,29

0,62

-0,31

Maret

0,52

0,23

0,08

2,16

Februari

0,37

0,14

0,15

1,53

Januari

0,04

0,20

-0,48

0,01

Tabel 1. Inflasi Umum, Inti, Harga Yang Diatur Pemerintah, dan Barang Bergejolak Nasional 2024
Sumber: BPS (2024)

Beberapa Penyesuaian Strategi Terhadap Perubahan Pola Konsumsi Kelas Menengah

1. Melakukan Produksi Kebutuhan Pokok

Berdasarkan data inflasi di atas, dapat terlihat bahwa produk pokok yang tergambar pada inflasi inti masih terus mengalami peningkatan. Ini menjadi sebuah indikasi bahwa produk-produk yang berkaitan dengan kebutuhan pokok masih memiliki daya beli yang cukup baik. Peningkatan ini sendiri sebenarnya adalah suatu hal yang wajar mengingat peran bahan pokok sebagai kebutuhan dasar manusia.

Meskipun begitu, Sahabat Wirausaha perlu memperhatikan dengan baik definisi produk pokok ini. Kebutuhan pokok secara umum dapat dikategorikan oleh kebutuhan pangan, sandang dan papan. Akan tetapi, tidak semua anggota dari ketiga kategori tersebut masuk dalam kebutuhan pokok yang menjadi bagian dari inflasi inti.

Sebagai contoh, kebutuhan pakaian keagamaan mungkin tidak cocok jika diklasifikasikan sebagai kebutuhan pokok. Hal ini dikarenakan kebutuhan tersebut tidak muncul sepanjang tahun dan hanya meningkat konsumsinya menjelang perayaan keagamaan. Hal ini juga yang kemudian membuat inflasi inti justru mengeluarkan industri pangan dari komponen penyusunan inflasi inti.

Sahabat Wirausaha mungkin lantas bertanya mengenai definisi yang tepat dari kebutuhan pokok pada kasus ini. Pada dasarnya, kebutuhan pokok adalah kebutuhan dasar yang perlu dimiliki. Pada produk pangan misalnya, beberapa produk yang masuk pada kebutuhan pokok adalah komoditas bahan baku seperti beras, cabai, bumbu, minyak goreng dan produk sejenis.

Bahan baku tersebut akan cenderung tetap memiliki permintaan konsumen yang sama mengingat kebutuhannya yang cenderung konstan. Sedangkan beberapa produk makanan seperti makanan ringan dan olahan mungkin mengalami kondisi yang berbeda dimana dapat terjadi penurunan harga yang ditandai dengan deflasi pada kategori barang bergejolak.

Dengan gambaran di atas, Sahabat Wirausaha dapat mencoba memfokuskan produk pada kategori barang pokok. Strategi melakukan penyesuaian pada masyarakat kelas menengah ini dapat kita lihat pada gerai McDonald. Pada awal penetrasi McDonald di Indonesia, perusahaan tersebut menjual produk unggulan berupa beberapa makanan khas Amerika Serikat seperti hamburger dan kentang goreng. Jenis makanan tersebut sendiri bagi masyarakat Indonesia bukan termasuk kebutuhan pokok.

Akan tetapi dengan keinginan McDonald Indonesia untuk mampu menyentuh masyarakat kelas menengah, mereka mulai mengangkat produk nasi sebagai salah satu menu utama mereka. Strategi ini membuat konsumen tidak kemudian melihat McDonald sebagai tempat berkumpul atau mengonsumsi makanan ringan saja, tetapi juga sebagai tempat pemenuhan kebutuhan pokok, yaitu mengonsumsi produk nasi.

Hal ini akan menjadi sangat relevan bagi Sahabat Wirausaha yang mungkin memiliki beberapa produk. Sebagai contoh, apabila Sahabat Wirausaha memiliki produk makanan kebab dan makan nasi goreng, maka Sahabat Wirausaha dapat lebih fokus pada produk makanan nasi goreng. Hal ini tidak terlepas dari kebutuhan nasi goreng yang relatif lebih pokok jika dibandingkan kebab sebagai makanan ringan.

Gabung jadi Member ukmindonesia.id buat update terus info seputar UMKM dan peluang usaha!

2. Membuat Produk yang Universal dan Multifungsi

Salah satu dampak penurunan daya beli konsumen kelas menengah adalah kuantitas pembelian yang lebih rendah. Hal ini tidak terlepas dari menurunnya jumlah uang yang dimiliki oleh konsumen untuk kegiatan belanja. Sebagai contoh, konsumen yang biasanya ketika berkunjung ke suatu toko baju akan membeli dua hingga tiga pasang pakaian, kini hanya memiliki anggaran untuk membeli satu pasang pakaian. Pola tersebut dapat membuat pendapatan bisnis pakaian Sahabat Wirausaha mengalami penurunan.

Akan tetapi, dampak terhadap bisnis Sahabat Wirausaha tidak berhenti di situ. Dengan keterbatasan yang dimiliki oleh kelas menengah tersebut, mereka akan mencoba memenuhi standar sebelumnya dengan keterbatasan anggaran yang tersedia. Kembali pada kasus pembelian pakaian, ketika konsumen membeli tiga pasang pakaian sebelum terjadi penurunan daya beli, mereka dapat membeli untuk beberapa kepentingan yang berbeda, seperti dua pasang pakaian untuk keperluan sehari-hari dan satu pasang pakaian untuk keperluan formal.

Akan tetapi, ketika mereka hanya bisa membeli satu pasang pakaian saja, maka mereka akan mencari sebuah opsi pakaian yang mampu digunakan layaknya tiga pakaian yang sebelumnya dibeli. Konsumen ini akan mencoba membeli pakaian semi formal yang dapat digunakan untuk kebutuhan sehari-hari, tetapi juga mampu menjadi opsi untuk kebutuhan formal.

Dalam menghadapi kondisi tersebut, Sahabat Wirausaha dapat menciptakan sebuah produk yang lebih universal. Hal ini dapat membuat konsumen memiliki produk yang multifungsi untuk berbagai tujuan. Strategi ini sendiri telah banyak digunakan oleh beberapa perusahaan pakaian, salah satunya Executive.

Sebagai sebuah produk lokal, Executive sebelumnya hanya berfokus pada pakaian formal bagi konsumennya. Meskipun begitu, desain pakaian yang dihasilkan oleh perusahaan cenderung bersifat umum sehingga tidak harus selalu digunakan oleh kalangan pekerja saja. Selain itu, belakangan Executive juga mulai menyentuh ranah kaos dan pakaian sehari-hari.

Strategi ini menjadi penting dikarenakan keterbatasan uang yang dimiliki oleh konsumen akan membuat mereka membatasi produk yang tidak multifungsi. Apabila Sahabat Wirausaha tidak melakukan penyesuaian, maka dikhawatirkan produk yang dimiliki akan ditinggalkan dan membuat perusahaan mengalami kerugian.

Baca Juga: Cause Marketing: Cara UMKM Bisa Meningkatkan Bisnis Sambil Mengubah Dunia

3. Meningkatkan Kualitas Produk Menjadi Lebih Baik

Seperti yang dibahas sebelumnya, penurunan daya beli kelas menengah akan menimbulkan beberapa dampak pada pola konsumsi, salah satunya adalah lebih selektif memilih produk. Masyarakat kelas menengah akan lebih ketat dalam menilai apakah suatu produk layak dibeli atau tidak. Mereka juga mungkin akan meningkatkan standar produk yang mereka ingin konsumsi. Sebagai contoh, pada beberapa cafe dengan interior dan desain yang baik, konsumen rela menghabiskan uangnya meskipun kualitas makanan yang dijual tidak cukup enak untuk dinikmati.

Akan tetapi, setelah terjadinya penurunan daya beli masyarakat, kelompok konsumen ini lebih memilih untuk mencari tempat yang tidak hanya dapat dijadikan sebagai tempat berfoto, tetapi juga memiliki hidangan yang dapat dinikmati.

Perubahan pola konsumen ini menuntut Sahabat Wirausaha harus mampu memberikan pelayanan secara maksimum. Pelayanan maksimum ini tidak harus selalu memberikan produk dengan kualitas mahal. Dalam buku Principle of Marketing yang ditulis oleh Kotler, strategi bisnis sendiri dapat dibagi menjadi efisiensi biaya dan diferensiasi. Pada strategi efisiensi biaya, maka Sahabat Wirausaha memberikan produk dengan harga termurah dan kualitas terbaik.

Kombinasi terbaik yang bisa dihasilkan dari strategi ini akan memberikan kepuasan bagi para konsumen. Sedangkan pada strategi diferensiasi maka Sahabat Wirausaha mencoba menawarkan produk terunik dan terbaik yang dapat dinikmati oleh konsumen. Kedua strategi ini memiliki pasarnya sendiri. Akan tetapi, pada akhirnya produk terbaik adalah produk yang bisa memberikan harga termurah dengan kualitas terbaik.

Nah, beberapa strategi di atas baiknya Sahabat Wirausaha mulai coba pikirkan. Tidak seluruh strategi tersebut perlu dipraktikkan bersama, tetapi tidak ada salahnya untuk mencoba menerapkan sedikit demi sedikit untuk menyesuaikan perubahan pasar. Semoga dengan penyesuaian tersebut, Sahabat Wirausaha dapat memanfaatkan tantangan ini menjadi sebuah peluang.

Jika tulisan ini bermanfaat, silahkan di share ke rekan-rekan Sahabat Wirausaha. Follow juga Instagram @ukmindonesia.id untuk update terus informasi seputar UMKM. 

Referensi:

  1. BPS (2024) Inflasi Umum, Inti, Harga Yang Diatur Pemerintah, dan Barang Bergejolak Inflasi Indonesia, 2009-2024 https://www.bps.go.id/id/statistics-table/1/OTA4IzE=/inflasi-umum--inti--harga-yang-diatur-pemerintah--dan-barang-bergejolak-inflasi-indonesia--2009-2024.html 
  2. Widadio, Nicky A., Singgih, Viriya. (2024) Nasib jadi kelas menengah di Indonesia – Banting tulang, makan tabungan, dan penuh kekhawatiran, https://www.bbc.com/indonesia/articles/cy4l3z2e8xro 
  3. Kotler, P., & Armstrong, G. Principles of Marketing (12th ed.). London Pearson Education Limited.