Motif mendirikan usaha ternyata tidak selalu untuk mendapatkan keuntungan, ada orang-orang yang mendirikan suatu usaha justru karena ingin memecahkan masalah-masalah sosial yang ada disekitarnya, yang selanjutnya kita sebut dengan Social Entrepreneurship.

Perlukah UKM untuk belajar dan menerapkan social entrepreneurship ini? Apa manfaatnya bagi bisnis kita? Apakah bisa social entrepreneur mendapatkan keuntungan? Mari kita telaah bersama dalam topik ini.


Definisi

Social Entrepreneurship atau Kewirausahaan Sosial adalah suatu cara atau pendekatan untuk menyelesaikan masalah sosial melalui strategi bisnis. Orang yang menjalankan suatu bisnis sosial disebut social entrepreneur atau wirausaha sosial.

Kewirausahaan atau bisnis sosial menggabungkan penerapan bisnis konvensional dan lembaga sosial. Bisnis konvensional melakukan jual beli barang atau jasa kepada konsumen untuk mendapatkan keuntungan, sedangkan lembaga sosial menangani permasalahan sosial atas dasar kemanusiaan. Bisnis sosial menggabungkan tujuan keduanya yaitu mencari keuntungan sambil menangani masalah sosial.

Tidak semua bisnis yang melakukan kegiatan sosial dinamakan bisnis sosial. Pada bisnis sosial, proses bisnis menjadi satu kesatuan dengan aktivitas sosialnya, tidak berdiri masing-masing. Jadi, kalau ada usaha yang secara rutin menyisihkan keuntungannya untuk menyantuni fakir miskin atau menyalurkan bantuan kepada lembaga sosial lebih tepat disebut sebagai tanggung jawab sosial perusahaan atau Corporate Social Responsibility (CSR), bukan bisnis sosial.


Karakteristik Bisnis Sosial

Untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas, ada lima karakteristik bisnis sosial sehingga kita mudah menentukan perbedaannya. Ulasan mengenai hal ini dapat kita baca lebih lanjut di Buku Profit Untuk Misi Sosial. Adapun ringkasannya sebagai berikut :

  1. Lahir dari sebuah misi untuk memecahkan masalah sosial dan memberikan dampak sosial. Yang dimaksud masalah sosial dalam konteks ini adalah adanya keterbatasan yang dialami sekelompok masyarakat marginal untuk mendapatkan akses terhadap pasar dan pelayanan tertentu. Kategori masyarakat marginal yang dimaksud yaitu masyarakat miskin, penyandang disabilitas, anak jalanan, orang dengan HIV/AIDS, mantan narapidana, dan sebagainya. Bisnis sosial ditujukan untuk memecahkan masalah sosial yang dihadapi kelompok marginal tersebut.
  2. Adanya aktivitas pemberdayaan kepada penerima manfaat. Bisnis sosial memberikan pendampingan yang berkelanjutan kepada penerima manfaat hingga terjadi transformasi atau perubahan struktural bagi kehidupan penerima manfaat, seperti mengalami perkembangan pola pikir, edukasi, dan peningkatan keterampilan.
  3. Beroperasi sesuai prinsip dan etika bisnis. Bisnis sosial mempraktikkan etika bisnis kepada pemasok, penerima manfaat, dan konsumen, serta bertanggung jawab terhadap dampak yang ditimbulkan dari aktivitas bisnis tersebut. Selain itu, bisnis sosial juga harus terbuka dan transparan terhadap operasional kegiatan bisnis dan pemberdayaannya.
  4. Reinvestasi pada misi sosial. Ada komitmen dari bisnis sosial untuk reinvestasi mayoritas laba atau surplus organisasi untuk perluasan dampak sosialnya.
  5. Berorientasi berkelanjutan. Sebuah bisnis sosial harus memiliki orientasi berkelanjutan sebagai sebuah organisasi, baik pada SDM dan keuangannya.

Dari kelimanya, karakteristik paling menonjol dari sebuah bisnis sosial adalah adanya kegiatan pemberdayaan kelompok marginal dan reinvestasi pada misi sosial.


Bisnis Sosial di Indonesia

Perkembangan bisnis sosial di Indonesia kini semakin positif. Peran dari berbagai pihak, baik pemerintah, universitas, lembaga non-pemerintah, perbankan, dan media dalam menciptakan ekosistem bagi bisnis sosial dengan memberikan dukungan moril dan materil sangat berarti bagi pertumbuhan bisnis dan dampak sosialnya.

Dikutip dari DBS, bisnis sosial memiliki beberapa tipe antara lain : bisnis sosial berbasis komunitas, bisnis sosial nirlaba, bisnis sosial gabungan, dan bisnis sosial berorientasi laba. Keempat tipe bisnis sosial ini yang umumnya ditemukan di Indonesia.

1. Bisnis Sosial Berbasis Komunitas (Community Based Social Enterprise)

Tipe bisnis sosial ini berorientasi pada pemenuhan kebutuhan komunitasnya sendiri. Contoh penerapan bisnis sosial berbasis komunitas dapat ditemukan pada koperasi, salah satunya pada Koperasi Masyarakat Tunanetra (Komastra) yang mencari keuntungan melalui kegiatan koperasi dimana semua anggota koperasinya merupakan penyandang tunanetra.

2. Bisnis Sosial Nirlaba (Not-for Profit Social Enterprise)

Motivasi bisnis sosial ini umumnya mengatasi persoalan pada masyarakat dengan ruang lingkup yang lebih luas sehingga pengelolaan bisnisnya lebih profesional dengan mempekerjakan tenaga kerja yang kompeten. Model bisnis sosial ini dapat kita temukan pada Greeneration Indonesia, sebuah NGO yang memiliki misi untuk menggerakkan manusia untuk berperilaku ramah lingkungan. Greeneration melakukan kampanye mengenai perilaku ramah lingkungan dan menyediakan produk-produk pendukung gaya ramah lingkungan. Melalui penjualan produk, Greeneration memperoleh keuntungan yang kemudian disalurkan kembali untuk membiayai kampanye perilaku ramah lingkungan kepada publik.

3. Bisnis Sosial Gabungan (Hybrid Social Enterprise)

Bentuk bisnis ini umumnya memiliki sumber dana yang beragam, ada yang diperoleh dari dana sosial, semi-komersial, hingga komersial. Penerapan tipe bisnis sosial ini dapat kita lihat pada Yayasan Cinta Anak Bangsa (YCAB). Penerima manfaat program YCAB bervariasi mulai dari anak-anak, remaja, hingga ibu rumah tangga. Sebagai bisnis sosial bertipe hybrid, YCAB memperoleh pendapatan dari penjualan produk hasil unit bisnis, donatur, dan pemberi hibah.

4. Bisnis Sosial Berorientasi Laba

Bisnis sosial tipe ini berorientasi pada pembangunan, pertumbuhan, dan kelancaran operasional perusahaan agar dapat sepenuhnya mandiri tanpa bergantung pada bantuan pihak lain. Tipe bisnis sosial ini dapat kita lihat PT. Kampung Kearifan Indonesia (Javara). Javara melakukan aktivitas bisnis dengan memberdayakan para petani untuk mengangkat dan mempromosikan produk pertanian lokal.


Bisnis sosial menawarkan konsep inovatif dalam penyelesaian masalah-masalah sosial melalui aktivitas pemberdayaan dan reinvestasi sosial. Pelaku usaha dapat menambahkan model bisnis sosial sebagai pilihan alternatif jika tertarik membangun bisnis dengan konsep pemberdayaan masyarakat untuk mengatasi berbagai persoalan sosial.

Terlebih lagi, jika kita menjalankan bisnis dengan adanya tujuan atau purpose untuk hal sosial, itu akan menambah daya juang kita sebagai entrepreneur. Ingat, sebaik-baiknya bisnis adalah yang bermanfaat untuk masyarakat banyak. Semoga teman-teman dapat terinspirasi untuk mengembangkan kewirausahaan sosial dalam bisnisnya.


Annisa Anastasya, Website Content Manager ukmindonesia.id