Industri Furniture adalah industri yang mengolah bahan baku atau bahan setengah jadi dari kayu, rotan, dan bahan baku alami lainnya menjadi produk barang jadi furniture yang mempunyai nilai tambah dan manfaat yang lebih tinggi. Industri furniture di Indonesia tersebar hampir di seluruh provinsi, dengan sentra-sentra yang cukup besar yang terletak di Jepara, Cirebon, Sukoharjo, Surakarta, Klaten, Pasuruan, Gresik, Sidoarjo, Jabodetabek, dan lain sebagainya.
Secara umum, industri pengolahan kayu dibagi menjadi dua kelompok, antara lain kelompok industri pengolahan kayu hulu dan kelompok industri pengolahan kayu hilir. Kelompok industri pengolahan kayu hulu merupakan industri pengolahan kayu primer yaitu industri yang mengolah kayu bulat atau log menjadi berbagai sortimen kayu. Disisi lain, kelompok industri pengolahan kayu hilir merupakan industri yang menghasilkan beragam produk kayu diantaranya dowel, moulding, pintu, jendela, wood-flooring, dan sejenisnya. Terdapat beberapa negara tujuan ekspor utama industri furniture Indonesia, antara lain Amerika, negara-negara di Eropa dan Jepang.
Kita sebagai negara produsen furniture, memiliki potensi yang begitu besar dalam pasar ekspor. Bagaimana potensinya? Yuk kita bahas di artikel Bedah Kasus ini.
Baca Juga: UKM Bisa Siap Ekspor dengan Kenali 8 Hal ini
sumber : indonesiaeximbank.go.id
Ekspor Furniture ke Amerika
Tahukan Sahabat Wirausaha, bahwa Indonesia adalah negara pengekspor furniture terbesar ke 8 untuk Amerika Serikat? Total ekspor furniture Indonesia ke Amerika Serikat pada tahun 2019 bahkan tercatat mencapai US $ 1,04 miliar atau setara dengan Rp 14,718 triliun. Menariknya lagi, di tengah pandemi Covid 19, ekspor produk furniture periode Januari hingga Mei 2020 justru meningkat secara signifikan sebesar 5,13 persen, yang awalnya US $ 384,82 juta atau setara dengan Rp 5,445 triliun menjadi US $ 582,11 juta atau setara dengan 8,238 triliun.
sumber : jepara world
Terdapat beberapa negara bagian di Amerika Serikat yang tercatat mengimpor furniture dengan nilai besar, seperti Pantai Barat Amerika Serikat dimana pada periode Januari hingga Mei 2020 berhasil mencapai US $ 366,21 juta atau setara dengan Rp 5,182 triliun. Nilai ini melonjak sebesar 72,15 persen dibandingkan periode yang sama di tahun sebelumnya yang hanya sebesar US $ 212,72 juta atau setara dengan Rp 3,010 triliun. Wilayah-wilayah Pantai Barat Amerika Serikat tersebut, antara lain Arkansas (456 persen), Montana (216 persen), dan New Mexico (213 persen). Saat ini konsentrasi ekspor furniture dari Indonesia ke wilayah Pantai Barat Amerika Serikat adalah ke California sebesar US $ 212,97 juta atau setara dengan Rp 3,013 triliun, Georgia sebesar US $ 38,07 juta atau setara dengan Rp 539 triliun, dan Texas sebesar US $ 37,04 juta atau setara dengan Rp 524 triliun.
Baca Juga: Potensi Ekspor Produk Kopi
Dilansir dari ekonomi.bisnis.com, saat ini Kementerian Perindustrian telah menandatangani perjanjian kerja sama dengan lima lembaga dan organisasi untuk mengerek ekspor furniture, khususnya di sektor industri kecil menengah. Lima pemangku kepentingan terkait itu meliputi Kementerian Perdagangan, Kementerian Pariwisata dan Ekonom Kreatif, Dewan Kerajinan Nasional (Dekranas), Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI), serta Yayasan Business and Export Development Organization.
Kolaborasi tersebut dituangkan dalam bentuk perjanjian kerja sama (PKS) tentang program Aku Siap Ekspor. Sekretaris Jenderal Kemenperin Dody Widodo mengatakan kolaborasi enam institusi ini dalam rangka memberikan peningkatan kapasitas berupa pelatihan dan pendampingan, serta pembukaan akses pasar kepada pelaku UKM/IKM yang bergerak di sektor home decoration, dengan jumlah peserta yang telah terkurasi sebanyak 114 IKM.
Baca Juga: Potensi Ekspor Suplemen Kesehatan Herbal (Jamu)
Ekspor Furniture ke Kanada
Industri furniture Indonesia memiliki pasar yang prospektif ke Kanada, namun sejauh ini masih terkendala kelangkaan kontainer dan harga kontainer yang meningkat 10 kali lipat di masa pandemi. Sinthusan Sivagnanam, CEO Avanica Corporation--perusahaan Kanada yang memiliki investasi di sektor produksi wooden furniture di Jepara, Solo dan Yogyakarta, mengatakan wooden furniture akan menjadi salah satu produk yang booming di pasar Kanada maupun AS setelah pandemi Covid-19 mereda. "Meski potensinya besar, ekspor furniture Indonesia masih dihadapkan pada sejumlah tantangan, termasuk kelangkaan kontainer dan harga container yang meningkat 10 kali lipat di masa pandemi," ujarnya seperti dikutip dalam keterangan pers KJRI Toronto, Sabtu (12/6/2021).
sumber : Kemlu.go.id
Permasalahan ini perlu menjadi perhatian pemerintah mengingat implikasinya yang besar terhadap kinerja ekspor produk Indonesia. Lebih jauh, permasalahan ini bahkan telah memperlambat produktivitas para pengrajin mebel.
Baca Juga: Potensi Ekspor Rempah-Rempah di Pasar Eropa
Kepada KJRI Toronto, CEO Avanica Inc. menyampaikan harapan kiranya Pemerintah Indonesia dapat membantu mengatasi kelangkaan kontainer sehingga target Avanica Inc. untuk mengekspor produk furniture sebanyak 60 kontainer per bulan dapat tercapai. Sejak pertengahan 2020, Avanica Inc. hanya berhasil mengekspor 24 kontainer. Lebih jauh, pada dasarnya angka ini jauh dibawah target yang diharapkan. Oleh karena itu, permasalahan kelangkaan kontainer ini perlu menjadi perhatian Pemerintah Indonesia.
Statistics Canada mencatat bahwa pada 2020 ekspor furniture Indonesia ke Kanada meningkat sekitar 21,4 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Sementara pada Triwulan I 2021, ekspor produk tersebut meningkat sebesar 49,4 persen dibandingkan periode yang sama di tahun 2020.
Baca Juga: Potensi Ekspor Makanan Olahan Kemasan Dari Indonesia
Ekspor Furniture ke Jerman
Indonesia mengoptimalkan peluang ekspor produk furniture ke Jerman dengan mengikuti pameran internasional Spoga+Gafa 2019 yang berlangsung pada tanggal 1-3 September tahun 2019 lalu di Kölnmesse, kota Cologne. Konjen Indonesia untuk Frankfurt Toferry P. Soetikno mengatakan pada kesempatan tersebut, Konjen RI Frankfurt mengunjungi pameran untuk memberikan dukungan kepada 18 perusahaan Indonesia yang berpartisipasi. ”Pameran tahunan Spoga+Gafa merupakan kesempatan yang sangat baik untuk mempromosikan produk furniture Indonesia, tidak hanya untuk pasar Jerman, tetapi juga pasar dunia dari berbagai negara, baik dari daratan Eropa maupun Amerika bahkan Timur Tengah. Produk furnitur Indonesia berpotensi untuk menjadi market leader di dunia,“ ujar Toferry P. Soetikno dalam siaran pers, Kamis (5/9/2019).
Pameran Internasional Spoga+Gafa
sumber : ekonomi.bisnis.com
Baca Juga: Potensi Ekspor Minyak Atsiri (Essential Oil) Indonesia
Menurutnya, produk-produk mebel yang ditawarkan oleh peserta Indonesia mempunyai desain dan kualitas yang bagus yang dapat memenuhi selera masyarakat Eropa dan internasional. Selain dari Jerman, para pengunjung yang menghadiri pameran dan membeli produk Indonesia berasal dari Inggris, Spanyol, Italia, Norwegia, Swedia, hingga Amerika Latin. Beberapa pengusaha furniture Indonesia yang berpartisipasi dalam pameran tersebut menyebutkan bahwa pesaing berat Indonesia dalam bidang furniture adalah pengusaha-pengusaha dari Vietnam. Strategi yang mereka gunakan adalah harga yang lebih rendah.
Namun, para pengusaha Indonesia tetap optimis bahwa pasar Eropa terutama Jerman tetap berorientasi pada kualitas daripada harga. “Kami yakin bahwa para buyer lebih banyak yang mengutamakan kualitas produk yang benar-benar bagus untuk membangun kepercayaan jangka panjang,“ ujar salah satu pengusaha peserta pameran bernama Khoe Sugijanto dari PT. Antex Jaya Exim. Belum lama ini, Indonesia juga mengantongi peluang ekspor furnitur ke Amerika Serikat snilai US$500.000 melalui pergelaran Pameran Las Vegas Market 2019.
Baca Juga: Potensi Ekspor Produk Kesehatan
Partisipasi Indonesia dalam ajang tersebut digagas oleh Indonesian Trade Promotion Center (ITPC) Chicago dan Los Angeles dan 3 eksportir Indonesia, yaitu PT. Evoline Furniture Industry (www.goldenfurniture.co.id), Kasih Coop (www.kasihcoop.com), dan Black Brew Bridge (www.blackbrewbridge.com). Mereka memamerkan produk-produknya di Paviliun Indonesia yang terletak di booth C13-0703 dan P1- 2060 dengan tema Indonesian Furniture; Sustainability, Craftsmanship, Quality. Kepala ITPC Chicago Billy Anugrah mengatakan pasar AS merupakan pasar yang sangat prospektif untuk produk furniture. “Selama 5 hari pameran, Paviliun Indonesia mendapatkan respons yang sangat positif. Kami menerima inquiry dari 50 buyer potensial yang merupakan pelaku grosir dan peritel dengan potensi transaksi US$500.000," paparnya.
Pameran Las Vegas Market menampilkan lebih dari 4.000 produk furniture, produk dekorasi rumah, kerajinan tangan, dan industri sejenis lainnya. Tahun ini, Indonesia menargetkan pertumbuhan ekspor nonmigas sebesar 8% atau meningkat dari US$162,8 miliar pada 2018 menjadi US$175,8 miliar pada 2019. Untuk itu, pemerintah terus berupaya mendorong ekspor enam sektor utama yaitu furniture dan produk kayu, makanan dan minuman, tekstil dan produk tekstil, produk otomotif, produk elektronik, serta produk kimia dengan tetap mempromosikan seluruh industri di Indonesia.
Baca Juga: Potensi Ekspor Produk Tekstil Kreatif
Syarat Ekspor Furniture
Sesuai ketentuan pemerintah, izin ekspor furniture tentunya harus mempunyai izin khusus. Hal ini pula yang menjadi salah satu kendala untuk pengrajin kecil dan trader, yaitu izin yang harus mereka urus sebelum barang barang tersebut diekspor ke pelanggan di luar negeri. Beragam dokumen yang dibutuhkan untuk mengurus surat izin ekspor furniture, antara lain:
- Akta Notaris Perusahaan.
- SIUP, NPWP, Keterangan Domisili, AMDAL/IPAL untuk izin limbah pada kegiatan produksi, tifikat K3 (izin khusus yang memiliki karyawan lebih dari 25 orang)
- API-U-P, NIK serta dokumen lain yang mendukung terjadinya proses ekspor serta aktivitas sebuah perusahaan furniture
- ETPIK: Eksportir Terdaftar Produk Industri Kayu dari Kemendag
- ETR: Eksportir Terdaftar Produk Rotan dari Kemendag
- SVLK: Sertifikasi Verifikasi Legalitas Kayu dari Kemenhut
- Phytosanitary (persyaratan wajib eksportir untuk negara tertentu)
- Fumigasi (persyaratan wajib eksportir untuk negara tertentu)
- FSC dan lain lain
Baca Juga: Standar yang Wajib Dipenuhi dalam Ekspor
sumber : ekonomi.bisnis.com
Tentang Sertifikasi Verifikasi Legalitas Kayu
SVLK atau sering disebut juga sebagai sistem, standard, maupun sertifikasi terkait Verifikasi Legalitas Kayu. Fungsi dari sertifikasi ini adalah untuk memastikan produk kayu dan bahan bakunya diperoleh atau berasal dari sumber yang asal-usulnya dan pengelolaannya memenuhi aspek legalitas. Kayu disebut legal bila asal-usul kayu, izin penebangan, sistem dan prosedur penebangan, pengangkutan, pengolahan, dan perdagangan atau pemindahtanganannya dapat dibuktikan memenuhi semua persyaratan legal yang berlaku. SVLK disusun bersama oleh sejumlah pihak atau yang disebut dengan parapihak. SVLK memuat standar, kriteria, indikator, verifier, metode verifikasi, dan norma penilaian yang disepakati parapihak.
Baca Juga: Standar yang Umum Dibutuhkan Pembeli Ekspor
sumber : kompasiana.com
Pemerintah RI menerapkan SVLK untuk memastikan agar semua produk kayu yang beredar dan diperdagangkan di Indonesia memiliki status legalitas yang meyakinkan. Dengan SVLK, konsumen di luar negeri pun tak perlu lagi meragukan legalitas kayu yang berasal dari Indonesia. Dengan SVLK, para petani dari hutan rakyat dan masyarakat adat dapat menaikkan posisi tawar dan tak perlu risau hasil kayunya diragukan keabsahannya ketika mengangkut kayu untuk dijual. Para produsen mebel yakin akan legalitas sumber bahan baku kayunya sehingga lebih mudah meyakinkan para pembelinya di luar negeri. Indonesia memberlakukan langkah bertahap dalam penerapan SVLK. Ini sebagai langkah awal yang harus menunjukkan sertifikat legalitas sebelum menuju ke sertifikat pengelolaan hutan lestari (sustainability).
Baca Juga: Standar yang Khusus untuk Unggul dalam Ekspor
Lebih jauh, pemberlakuan SVLK dilakukan untuk memberikan kepastian legalitas produk kayu Indonesia pada pasar global. Upaya ini diharapkan dapat meningkatkan daya saing produk perkayuan Indonesia, mengurangi praktek illegal logging dan perdagangan ilegal. Lebih dari itu, SVLK juga menyiratkan komitmen dalam upaya serius dan konsisten memperbaiki tata kelola kepemerintahan kehutanan Indonesia. SVLK memiliki prinsip-prinsip perbaikan tata kelola lebih baik (governance), keterwakilan para pihak dalam pengembangan sistem maupun pemantauan (representativeness) serta transparansi (transparent) yaitu sistem terbuka untuk diawasi oleh semua pihak.
Pemerintah di beberapa negara importir memberlakukan peraturan untuk membuktikan legalitas produk kayu yang beredar, termasuk yang berasal dari impor, di masing-masing negara. Sebagai contoh, Pemerintah Amerika Serikat (AS) memberlakukan Lacey Act, Uni Eropa (EU) dengan Timber Regulation, Australia dengan Illegal Logging Prohibition Act, dan Jepang dengan Green Konyuho (GoHo Wood).
Baca Juga: Meningkatkan Daya Saing Ekspor dengan Mengkomunikasikan Prinsip ‘Sustainability’
Legalitas Produk Kayu di Amerika Serikat dan Uni Eropa
sumber : multi sumber
SVLK mulai berlaku pada Juni 2009 sejak Pemerintah RI menerbitkan Peraturan Menteri Kehutanan No. P.38/Menhut-II/2009 . Itu terjadi ketika Menteri Kehutanan pada saat itu, MS Kaban, menyetujui dan mengadopsi usulan parapihak menjadi mandatory Standar dan Pedoman Pelaksanaan Penilaian Kinerja Pengelolaan Hutan Lestari (PHPL) dan Verifikasi Legalitas Kayu (VLK). Dalam perjalanannya, SVLK terus disempurnakan dengan revisi P.38/Menhut-II/2009 menjadi Permenhut No. P.68/Menhut-II/2011 dan ditambah revisi Permenhut No. P.45/Menhut-II/2012 serta Permenhut No. P.42/Menhut-II/2013 . Tuntutan tentang legalitas produk dan bahan kayu sebenarnya bukan hal baru. SVLK hadir sebagai sebuah sistem yang bersifat wajib untuk memastikan dipenuhinya semua peraturan terkait dengan peredaran dan perdagangan kayu di Indonesia. Dan untuk perdagangan keluar/izin ekspor produk kayu salah satunya mensyaratkan penggunaan Dokumen V-Legal (Verified Legal), seperti disyaratkan pada Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 64/M-DAG/PER/2012
Baca Juga: Keberhasilan Ekspor Rorokenes Menggunakan Prinsip Sustainability
Program Aku Siap Ekspor
Aku Siap Ekspor merupakan program baru yang digagas, hasil kolaborasi antara Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf), Dewan Kerajinan Nasional (Dekranas), Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI), serta Business and Export Development Organization (BEDO), sebagai bentuk akselerasi ekspor untuk produk dekorasi rumah dan furnitur kecil. Lewat program Aku Siap Ekspor, UKM dan IKM dapat menyusun rencana pemasaran ekspor sesuai target pasar, sehingga bisa mendapat pembeli mancanegara, baik saat pameran maupun riset daring.
Program Aku Siap Ekspor
sumber : kontan.co.id
Baca Juga: Tren Ekspor-Impor (B2B) Indonesia dalam Era New Normal
Program Aku Siap Ekspor meliputi kegiatan workshop, webinar, pendampingan, diskusi, dan pameran yang berlangsung sampai 31 Desember 2022. Para tenaga pelatih dan pendamping berasal dari pemangku kepentingan yang terlibat agar para pelaku usaha mempunyai pengetahuan dan wawasan serta kesiapan untuk dapat memasuki pasar ekspor.
Kemenperin memiliki peran dan kewajiban antara lain mendukung penyelenggaraan kegiatan workshop, pelatihan, seminar, serta pendampingan untuk perusahaan terpilih pada Program Aku Siap Ekspor, serta mendukung promosi sektor home decoration dan furniture pada agenda promosi dan pemasaran Kemenperin di pasar internasional.
Bagaimana Sahabat Wirausaha, luar biasa bukan potensi ekspor furniture yang dapat kita optimalkan? Dalam hal ini, tentu ada beragam persyaratan yang harus Sahabat Wirausaha penuhi. Sahabat tenang saja, pemerintah juga tentu akan melakukan berbagai upaya dalam mendukung ekspor furniture tersebut, salah satunya melalui program Aku Siap Ekspor yang telah dijelaskan sebelumnya. Tetap semangat dan selamat bertumbuh ya Sahabat Wirausaha!
Baca Juga: Tips Sukses Ekspor Berdasarkan Hasil Penelitian
Nikita Puspita Ing Endit
Sumber referensi :
Kemlu.go.id. Ekspor Produk Furniture Indonesia ke Kanada oleh Avanica Incorporation