Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, kinerja ekspor Indonesia di bulan Mei 2022 mengalami peningkatan dibandingkan dengan bulan dan periode yang sama pada tahun sebelumnya. Secara kumulatif, nilai ekspor Indonesia sampai Mei 2022 tercatat sebesar US$ 114,97 miliar, dan mengalami pertumbuhan sebesar 36,34 persen (BPS, Mei 2022). China, India, dan Amerika Serikat masih menjadi negara tujuan ekspor terbesar bagi komoditas unggulan dari Indonesia, di mana kontribusinya mencapai 44,49 persen. Sementara sisanya adalah pasar ASEAN dan beberapa negara Uni Eropa. Hal ini menunjukkan bahwa jangkauan ekspor produk Indonesia dapat dikatakan masih terbatas, karena hanya terkonsentrasi pada pasar-pasar tradisional saja, yakni pasar ekspor konvensional yang sudah biasa menjadi tujuan ekspor produk Indonesia.
Mengapa Indonesia tidak mengepakkan sayap ekspor ke negara-negara non-tradisional, seperti negara-negara Timur Tengah, Afrika, dan masih banyak yang lainnya? Secara global, terdapat sebanyak 241 negara dan teritori yang diakui Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), namun yang tercatat sebagai anggotanya ada sebanyak 195 negara. Sayangnya, saat ini ekspor Indonesia masih terfokus pada 8 negara saja, yakni China, Amerika Serikat, Jepang, India, Malaysia, Singapura, Korea Selatan, dan Taiwan (dataindonesia.id). Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia masih memiliki peluang besar untuk memperluas jangkauan ekspornya ke negara-negara non-tradisional. Nah, tinggal bagaimana para pelaku usaha termasuk Sahabat Wirausaha meningkatkan standar mutu sehingga produk-produk kita layak bersaing dan mampu merebut pasar dalam lingkup perdagangan global. Selain itu, tentu juga dibutuhkan dukungan pemerintah yang menyediakan fasilitas dan melakukan kesepakatan dagang untuk membuka pasar ekspor baru yang potensial untuk dituju. Memang mana saja sih negara-negara tujuan ekspor yang bisa menjadi pasar non-tradisional bagi produk-produk Indonesia, dan apa saja potensinya? Yuk, simak bedah bisnis kali ini yang akan membedah tentang pasar non-tradisional yang potensial untuk Sahabat Wirausaha tuju.
Baca
Juga: Apa itu Kegiatan Ekspor?
UKM yang Lebih Kompetitif Berpotensi Menembus Pasar Ekspor
Peluang ekspor Indonesia saat ini memang masih didominasi oleh perusahaan-perusahaan skala besar dan multinasional, yang memang secara sumber daya memiliki kemampuan untuk maju ke kancah pasar global. Meski demikian, bukan berarti bisnis UKM tidak berkesempatan sama sekali untuk ikut berpartisipasi dalam kegiatan ekspor dan memberi kontribusi positif terhadap kinerja ekspor Indonesia. Bahkan, Kementerian Perdagangan terus berusaha membantu para pelaku UKM agar bisa menembus pasar ekspor, baik tradisional maupun non-tradisional.
Saat ini mungkin keterlibatan UKM dalam kegiatan ekspor lebih banyak sebagai ‘figuran’ yang mendukung produksi perusahaan-perusahaan skala besar. Namun ke depannya, UKM didorong untuk meningkatkan kualitas dan performa produknya sehingga layak dan kompetitif untuk diedarkan ke pasar global. Sahabat Wirausaha harus optimis bahwa pelaku UKM tidak hanya mampu menjual produknya ke pasar domestik saja, tetapi juga ke pasar internasional, bersaing dengan produk-produk perusahaan-perusahaan skala besar dari berbagai negara. Apabila hal ini terwujud, sudah pasti akan menginspirasi dan mencambuk pelaku UKM lainnya untuk terus meningkatkan kualitas produk dan kapasitas produksi agar bisa memenuhi kebutuhan pasar internasional.
Baca Juga: Potensi UMKM Purbalingga Menembus
Pasar Ekspor
Produk UKM yang berkualitas dan kompetitif memiliki kans lebih besar untuk menembus pasar ekspor. Tak bisa dipungkiri bahwa perusahaan-perusahaan saling berpacu mengembangkan produk untuk memenangkan persaingan. Persaingan ini tentu saja tidak hanya berlaku bagi sesama pebisnis lokal saja, tetapi juga interlokal bahkan hingga lintas negara. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan menguatkan dan meningkatkan kinerja internal perusahaan melalui penerapan ISO (The International Standard of Organization). Nah, UKM yang berhasil mengantongi sertifikat ISO berarti telah memenuhi standar internasional mulai dari operasional bisnis hingga output yang dihasilkan.
Strategi Mendongkrak Nilai Ekspor di Pasar Non-Tradisional
Setelah mengalami keterpurukan akibat pandemi Covid-19 kurang lebih selama 2 tahun, kita patut berlega hati karena perekonomian kita mulai bangkit dan menggeliat, khususnya kegiatan ekspor. Meski dirasa belum maksimal, namun adanya peningkatan nilai ekspor dari tahun sebelumnya menunjukkan bahwa kinerja ekspor kita bergerak secara positif. Nah, untuk lebih mengoptimalkan dan memaksimalkan nilai ekspor Indonesia, pemerintah dalam hal ini adalah Kementerian Perdagangan dituntut untuk lebih aktif dalam membuka kran-kran ekspor ke lebih banyak pasar, terutama pasar non-tradisional. Nilai ekspor ke pasar non-tradisional mungkin saja tidak sebesar pasar tradisional, namun pasar non-tradisional sangat potensial untuk disasar guna memasarkan produk-produk berkualitas dari Indonesia. Adapun data ekspor Indonesia selama tahun 2022 sebagai berikut.
Bulan | Nilai Ekspor (US$) | Berat Ekspor (Kg) |
Januari | 19.173.699.043,36 | 27.176.531.455,73 |
Februari | 20.472.894.279,18 | 44.630.366.469,31 |
Maret | 26.497.477.726,13 | 61.009.058.930,60 |
April | 27.322.284.675,60 | 55.744.554.534,32 |
Dari beragam jenis produk yang diekspor, produk kategori bahan bakar mineral, minyak mineral dan produk sulingannya memiliki nilai ekspor tertinggi yang mencapai US$ 6,70 miliar. Di peringkat kedua terdapat produk kategori lemak dan minyak hewani dengan nilai ekspor sebesar US$ 2,99 miliar. Sementara untuk produk konveksi yang termasuk dalam kategori alas kaki, pakaian, rajutan juga diminati oleh pasar internasional dengan nilai ekspor rata-rata sebesar US$ 588 juta. Produk lain yang turut meramaikan pasar ekspor di antaranya kopi, teh, rempah-rempah, susu, telur, madu, sayuran, olahan daging, kerajinan, wol, kapas, serat tekstil, dan masih banyak lagi yang lainnya.
Baca Juga: Roa Judes, Menduniakan Sambal Khas Manado
Data di atas menunjukkan bahwa Indonesia memiliki potensi yang begitu besar dengan beragam jenis produk yang dapat dipasarkan ke luar negeri. Terkait dengan hal tersebut, Kementerian Perdagangan berusaha mendorong pemulihan ekonomi nasional dengan menerapkan strategi ekspor berikut ini (Kemenkeu.go.id).
1. Memelihara pasar ekspor dan produk utama
Pasar ekspor tradisional yang ada saat ini penting untuk dijaga dan dipelihara karena memiliki kontribusi yang cukup besar. Dari 10 negara utama tujuan ekspor, berhasil menyumbang sebesar 70 persen dari total ekspor Indonesia. Pun sama halnya dengan produk ekspor utama yang menjadi unggulan Indonesia, mulai dari kelapa sawit, batu bara, besi dan baja, karet, kopi, teh, dan kakao, hingga alas kaki. Produk unggulan tersebut tercatat memberikan kontribusi sebesar 60 persen dari total ekspor Indonesia. Jika pasar ekspor tradisional ini stabil bahkan mengalami peningkatan permintaan, maka Indonesia bisa memperluas jangkauan pasar ke negara-negara dengan permintaan terhadap produk unggulan Indonesia masih rendah atau bahkan belum ada sama sekali (PPEI, Kemendag).
2. Fokus pada UKM berorientasi ekspor
Jika takut untuk mencoba menembus pasar ekspor, kapan UKM bisa naik kelas? Pertanyaan ini seharusnya menjadi motivasi bagi Sahabat Wirausaha untuk lebih berani bersaing di kancah internasional, mengambil keputusan besar dan juga risiko. Bicara tentang risiko, memang tak semua pelaku usaha punya nyali, karena ini berhubungan dengan masa depan bisnis yang dijalankan, akankah mereguk sukses atau justru terperosok dalam jurang kegagalan.
Sebenarnya risiko bisa diminimalisir apabila Sahabat Wirausaha memiliki kesiapan dan kecakapan dalam melihat peluang pasar. Selain itu, aktif dalam mencari informasi dan berpartisipasi dalam setiap event dagang internasional, tentu akan sangat bermanfaat, tak hanya menambah ilmu pengetahuan dan wawasan, tetapi juga memperluas networking. Hal ini sejalan dengan strategi Kementerian Perdagangan yang menjalankan program 1.500 UKM ekspor. Program ini menyasar para pelaku UKM yang telah memiliki produk tapi belum menembus pasar ekspor. Dorongan ini diberikan kepada pelaku UKM pemula, terutama anak-anak muda agar berminat dan secara serius mengembangkan produk agar bisa menjangkau pasar ekspor.
Baca Juga: Potensi Ekspor Produk Kopi
Meski memiliki keterbatasan, namun bukan berarti UKM tidak memiliki kontribusi sama sekali pada kinerja ekspor Indonesia. Dari data Kementerian Perdagangan, UKM yang telah menembus pasar ekspor sebanyak 12 ribu atau 83 persen dari total eksportir nasional. Namun sayangnya, kontribusi yang diberikan tergolong masih rendah, hanya 4 persen dari total ekspor nasional.
3. Melakukan penetrasi pasar non-tradisional
Meski tak menjanjikan tingkat permintaan yang tinggi, bukan berarti pasar non-tradisional tidak penting, sehingga layak diabaikan. Pasar non-tradisional justru sangat potensial untuk dijadikan sebagai tujuan ekspor. Masuk ke pasar baru yang dirasa masih asing untuk memasarkan produk-produk unggulan dalam negeri Indonesia memang tidak mudah. Selain keseriusan dan komitmen yang tinggi, juga dibutuhkan keberanian untuk membuat perjanjian-perjanjian dagang yang saling menguntungkan.
Untuk melakukan penetrasi pasar non-tradisional, kita harus memahami betul peran dari emerging market, yaitu negara-negara berkembang yang mengalami pertumbuhan ekonomi cepat, industrialisasi, dan modernisasi secara cepat. Umumnya emerging market dicirikan dengan populasi muda dan berkembangnya kelas menengah dalam struktur masyarakatnya. Contohnya seperti Turkiye, Meksiko, Brazil, dan lainnya. Negara-negara emerging market ini berkontribusi besar pada perekonomian dunia, mencapai 71 persen, di mana 51 persennya ada di kawasan Asia. Sebab itu, emerging market sangat potensial untuk menjadi tujuan ekspor karena ekonominya terus bertumbuh. Dengan menjalin kerja sama dan perjanjian dagang, kita berpeluang untuk memasarkan produk-produk unggulan dalam negeri ke negara-negara non-tradisional.
Baca Juga: Potensi Ekspor Produk Teh
4. Memanfaatkan perjanjian dagang
Indonesia telah memiliki pasar tradisional sebagai tujuan ekspor. Artinya, Indonesia telah menjalin kesepakatan dagang dengan banyak negara. Hal ini sekaligus menunjukkan bahwa produk-produk unggulan Indonesia dapat diterima dan bersaing dengan produk dari negara lain di pasar global.
Perjanjian dagang yang telah terjalin dengan beberapa negara tradisional selama ini sebenarnya memberikan poin plus bagi Indonesia, karena dapat dimanfaatkan untuk memperluas akses pasar secara terintegrasi. Tak hanya itu, perjanjian dagang juga mampu menaikkan posisi tawar Indonesia di pasar internasional. Posisi strategis dan hubungan yang baik dengan negara-negara di kawasan Asia Tenggara juga dapat dimanfaatkan untuk memperluas jangkauan ekspor ke pasar non-tradisional.
Dalam upaya memanfaatkan perjanjian dagang, perwakilan perdagangan seperti Atase Perdagangan atau Indonesian Trade Promotion Center harus gencar melakukan sosialisasi seputar kebijakan perdagangan Indonesia. Peran dari perwakilan perdagangan di luar negeri dalam penyelenggaraan berbagai kegiatan seperti penyuluhan bisnis, pendampingan buyer, dan penjajakan kesepakatan dagang (business matching) sangat dibutuhkan. Bahkan tahun ini, Kementerian Perdagangan akan mengakselerasi penyelesaian berbagai perjanjian perdagangan yang sedang berlangsung terkait dengan pemulihan perdagangan luar negeri, seperti Indonesia – European (Union Comprehensive Economic Partnership Agreement/CEPA), Indonesia – Turkiye CEPA, Indonesia – Pakistan (Trade in Goods Agreement/TIGA), ASEAN Economic Community (AEC), dan Indonesia – Bangladesh (Preferential Trade Agreement/PTA).
Baca Juga: Potensi Ekspor Produk Seafood
Pasar Non-Tradisional yang Potensial Sebagai Tujuan Ekspor Bagi Bisnis UKM
Tak bisa dipungkiri bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia melambat beberapa tahun terakhir ini. Akibatnya, neraca perdagangan mengalami defisit, karena nilai ekspor cenderung lebih kecil dibandingkan dengan nilai impornya. Untuk membangkitkan perekonomian nasional, pemerintah dituntut untuk memaksimalkan kinerja ekspor. Selain mengekspor produk-produk unggulan ke pasar tradisional, melakukan intensifikasi ekspor ke negara-negara tujuan non-tradisional menjadi salah satu strategi untuk meningkatkan nilai ekspor Indonesia. Terkait dengan hal itu, pemerintah mendorong pelaku UKM untuk mampu menyediakan kebutuhan-kebutuhan negara non-tradisional.
Indonesia dapat menyasar negara yang membutuhkan produk-produk unggulan Indonesia seperti pangan olahan, konveksi atau busana, kopi, dan lain sebagainya. Banyak negara tujuan ekspor non-tradisional yang memiliki potensi ekonomi yang bagus dan terus bertumbuh secara positif. Sebut saja negara-negara di Afrika seperti Kenya, Mozambik, Tanzania, juga negara-negara di Timur Tengah seperti Uni Emirat Arab. Selain mengalami pertumbuhan jumlah penduduk kelas menengah, negara-negara tersebut juga memiliki kondisi perekonomian yang cukup stabil dalam beberapa tahun ke belakang. Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dan daya beli masyarakatnya, tingkat kebutuhan akan produk-produk tertentu juga akan mengalami peningkatan. Nah, hal ini tentu menjadi peluang bagi Sahabat Wirausaha untuk memasarkan produk unggulannya ke pasar internasional. Negara mana saja yang potensial menjadi pasar non-tradisional dan apa saja potensinya? Berikut ini daftarnya.
Baca Juga: Peluang Pasar Produk Mainan Anak
- Uni Emirat Arab
Kementerian Perdagangan telah menjalin negosiasi dagang dalam Persetujuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia – Uni Emiirat Arab. Perjanjian dagang ini tentu saja berpotensi memperlebar ekspor ke sejumlah negara non-tradisional di jazirah Arab yang relatif sulit dijangkau pasar internasional.
Perjanjian dagang I-AUE CEPA terjalin tak lepas dari hubungan kerja sama antar-negara yang relatif baik belakangan ini. Harapannya, perjanjian dagang ini mampu mendongkrak nilai ekspor dari kedua negara dari tahun-tahun sebelumnya. Pada tahun 2020, nilai ekspor Indonesia ke UEA mencapai US$ 1,24 miliar, sedangkan nilai impornya justru lebih besar senilai US$ 1,68 miliar. Hal ini menunjukkan bahwa nilai ekspor ke UEA masih bisa ditingkatkan, apabila pemerintah lebih fokus dalam mengenalkan dan memasarkan produk-produk unggulan Indonesia ke negara tersebut. Bahkan, kita bisa melipatgandakan nilai ekspor ke UEA, dengan memanfaatkan negara tersebut sebagai negara transit. Adapun komoditas yang potensial untuk diekspor ke UEA mencakup minyak sawit, perhiasan, tabung dan pipa besi, mobil dan kendaraan bermotor, serta kain tenun sintetis. Dari berbagai kebutuhan komoditas tersebut, Sahabat Wirausaha bisa mengambil peluang untuk berpartisipasi dalam pemenuhannya (m.bisnis.com).
- Afrika Selatan
Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Perdagangan menjajaki akses pasar ke negara-negara Afrika Selatan, mencakup Tanzania, Djibouti, Uganda, Mozambik, dan Kenya. Penjajakan ini sebagai upaya untuk membuka akses pasar ke negara-negara tujuan ekspor non-tradisional. Proses ini telah terealisasi melalui pertemuan bilateral dengan negara-negara di kawasan Afrika Selatan tersebut (Republika, 2019).
Baca Juga: Peluang Pasar Apparel
- Tanzania
Indonesia dengan Tanzania bersepakat untuk melakukan kajian guna mengidentifikasi potensi dan peluang serta tantangan perdagangan dan investasi dua arah. Akses pasar di negara ini difokuskan pada pulau Zanzibar, di mana pemerintah Tanzania berniat untuk mengimpor beras dan tekstil dari Indonesia. Tak hanya itu, otoritas setempat juga mengundang Indonesia untuk membangun sektor pariwisata. Sejauh ini, produk unggulan Indonesia yang telah diekspor ke Tanzania mencakup kepala sawit, busana wanita, kertas dan karton, serta mesin pengolahan mineral.
- Djibouti
Kesepakatan dagang dengan Djibouti dimulai dari proses joint feasibility study, yang akan digunakan sebagai dasar menentukan bentuk kerja sama dagang, apakah PTA, FTA, atau CEPA. Pasar non-tradisional Djibouti sebenarnya bukan merupakan pasar yang belum tersentuh produk Indonesia sama sekali. Indonesia telah melakukan ekspor ke negara ini pada tahun 2018 dengan nilai sebesar US$ 211,46 juta. Meski masih jauh dari harapan, namun justru pasar ini memiliki peluang yang sangat besar untuk meningkatkan perdagangan. Apalagi Djibouti merupakan salah satu anggota Common Market Eastern and Southern Africa (COMESA). Artinya, Djibouti bisa menjadi ‘pintu gerbang’ bagi Indonesia untuk menembus pasar-pasar non-tradisional lainnya di kawasan timur dan selatan Afrika. Negara ini membutuhkan berbagai produk untuk pembangunan infrastruktur. Selain itu, juga membutuhkan produk unggulan berupa sabun, minyak sawit, kertas dan karbon, buku tulis, dan margarin.
- Uganda
Bentuk kerja sama dagang antara Indonesia dengan Uganda adalah investasi di sektor sepatu kulit. Selain itu, Uganda juga mengundang Bank Syariah Indonesia untuk membuka cabang dan beroperasi di sana. Sementara untuk memfasilitas produk-produk unggulan dari Indonesia, otoritas negara ini meminta untuk disediakan help desk. Adapun produk yang dibutuhkan oleh pasar non-tradisional ini hampir sama dengan Tanzania dan Djibouti.
Baca Juga: Cara UMKM Menetapkan Target Usaha
- Mozambik
Indonesia menjalin kesepakatan dagang dengan Mozambik dalam program IM-PTA (Indonesia – Mozambique Preferential Trade Agreement). Kesepakatan dagang ini diharapkan mampu mendorong minat pelaku usaha untuk go global dan lebih kompetitif dengan memanfaatkan potensi pasar non-tradisional, khususnya di kawasan Afrika Selatan. Seiring dengan perkembangan ekspor di kawasan Afrika Sekatan, IM-PTA dapat memperluas akses pasar ekspor Indonesia ke Mozambik. Perlu Sahabat Wirausaha ketahui bahwa negara ini membutuhkan produk unggulan dari Indonesia berupa produk perikanan, buah-buahan, minyak kelapa sawit, margarin, karet, produk kertas, alas kaki, dan produk kain (Sindonews.com).
- Kenya
Kenya menjadi salah satu pasar non-tradisional yang potensial untuk menjadi tujuan ekspor. Kontribusi ekspor Indonesia ke negara ini bisa dibilang masih sangat rendah, yakni hanya 0,17 persen saja. Padahal negara ini memiliki tingkat populasi yang cukup tinggi sebanyak 49,7 juta jiwa, yang artinya potensi pasar di negara ini tergolong cukup besar.
Banyak produk unggulan Indonesia yang dibutuhkan oleh pasar Kenya. Sebut saja, diversifikasi produk sereal, garam dan sulfur, kimia anorganik, minyak atsiri dan resnoid, wewangian, kosmetik dan toiletries, serta alas kaki. Selain itu, kebutuhan akan minyak kelapa sawit dan turunannya di negara ini juga tergolong tinggi (Katadata.co.id). Bagaimana? Apakah Sahabat Wirausaha terpacu untuk menembus pasar non-tradisional di kawasan Afrika?
- Finlandia
Finlandia merupakan salah satu negara di kawasan Eropa yang belum menjadi target pasar ekspor Indonesia secara maksimal. Padahal, negara ini telah mengimpor sejumlah produk dari Indonesia, seperti asam stearat, bagian mesin kantor, alas kaki kulit dan kain, furnitur, kerajinan tangan (handycraft), buah-buahan, dan olahan kacang-kacangan.
Namun seiring dengan upaya pemulihan ekonomi Indonesia, Kementerian Perdagangan mengajak pelaku UKM untuk melirik potensi-potensi yang dapat digali di Finlandia. Hal ini didukung dengan kerja sama antara Kemendag dengan Findolainen Business Hub Ltd, yakni badan pelaksana untuk program Finnpartnership yang merupakan program kemitraan bisnis di bawah Kementerian Luar Negeri Finlandia. Kerja sama ini sekaligus memberi peluang bagi Indonesia untuk menjangkau negara-negara nordic seperti Swedia, Norwegia, dan Estonia.
Dalam menggali potensi pasar Finlandia, Sahabat Wirausaha perlu memahami karakteristik konsumen di negara tersebut, di mana mereka lebih mengedepankan kejujuran. Artinya, keputusan pembelian didasarkan pada kualitas produk. Faktor lain yang dipertimbangkan adalah keamanan, asal produk, dan citra merek. Konsumen di negara ini begitu tertarik dan lebih menghargai produk-produk ekologis yang tidak merusak lingkungan. Selain itu, mereka juga lebih menyukai kepraktisan, kesederhanaan, dan fungsional. Desain kemasan yang minimalis dengan informasi produk yang detail cenderung lebih diminati (Stabilitas, 2021).
- Aljazair
Aljazair merupakan salah satu negara di kawasan Afrika Utara. Namanya mungkin tidak asing di telinga Sahabat Wirausaha, namun sayangnya negara ini sama sekali belum tersentuh dengan produk-produk unggulan ekspor Indonesia. Padahal Aljazair sangat potensial untuk menjadi pasar non-tradisional tujuan ekspor. Produk-produk Indonesia yang masuk ke negara tersebut tidak langsung diimpor oleh otoritas negara terkait, tetapi justru dari negara-negara lain seperti Mesir dan Dubai. Hal ini disebabkan Indonesia belum memiliki kesepakatan dagang dengan Aljazair. Namun ke depannya, Indonesia akan menjalin kerja sama seiring dengan perkembangan diplomasi ekonomi yang semakin baik dengan negara tersebut (ObsessionNews.com).
Baca Juga: Pendaftaran Nomor Induk Berusaha di OSS RBA 2021
Studi Kasus: Briket Arang Batok Kelapa Tembus Pasar Non-Tradisional
Siapa bilang bisnis UKM hanya bisa melayani permintaan dalam lingkup lokal dan domestik saja? Ketika produk UKM telah teruji kualitasnya, maka terbuka peluang untuk naik kelas bahkan go global menembus pasar internasional. Inilah yang berhasil dicapai oleh dua perusahaan berbasis UKM di kawasan Bogor, PT. Mahaquinn Energi Indonesia dan PT. Taiba Cococha Indonesia. Kedua perusahaan ini memperoleh pendampingan dari Kementerian Perdagangan melalui program Export Coaching Program (ECP) tahun 2021. Dari program pendampingan tersebut berhasil mencetak pelaku usaha dari kalangan UKM berorientasi ekspor.
Keberhasilan produk UKM menembus pasar internasional mampu menginspirasi pelaku usaha lain di seluruh Indonesia untuk mempercepat pemulihan ekonomi nasional. Hal ini ditunjukkan dengan jumlah pelaku ekspor yang semakin bertambah, meski di saat pandemi Covid-19 masih berlangsung. Dukungan dari pemerintah sendiri terus mengalir, yang ditunjukkan dengan adanya upaya untuk mendorong UKM Indonesia agar bisa menembus pasar global. Sebab itu, pelaku usaha dituntut untuk dapat memanfaatkan peluang yang ada sebaik mungkin.
Baca Juga: Mengenal Sertifikat Merek
Selain peningkatan kualitas produk, keberhasilan produk UKM menembus pasar internasional juga dipengaruhi oleh kondisi perekonomian dari negara yang menjadi tujuan ekspor. PT. Mahaquinn Energi Indonesia dan PT. Taiba Cococha Indonesia mengekspor produk unggulan yang sama, yaitu briket arang batok kelapa.
PT. Mahaquinn Energi Indonesia berhasil mengekspor produk briket arang batok kelapa sebanyak dua kontainer ke Yordania dalam waktu terpisah. Total nilai ekspor tersebut diperkirakan mencapai US$ 60 ribu. Sementara PT. Taiba Cococha Indonesia juga mengekspor produk briket arang batok kelapa dengan tujuan pasar Arab Saudi sebanyak dua kontainer dengan nilai transaksi sebesar US$ 60 ribu. Baik Yordania maupun Arab Saudi merupakan pasar non-tradisional di kawasan Timur Tengah yang akan terus didorong agar dapat ditingkatkan nilai ekspornya.
Komoditas ekspor tidak hanya dari pabrikan besar, tetapi bisa juga dari produk unggulan daerah. Sebagaimana kita ketahui bahwa Indonesia kaya akan produk unggulan daerah yang belum dikelola secara maksimal. Jika pun telah tembus pasar internasional, masih dalam produk mentah. Banyak sekali produk daerah yang memiliki potensi ekspor besar. Sebut saja kopi dan teh rempah dari Aceh, lemak dan minyak hewani atau nabati dari Kalimantan Tengah, bijih tembaga dan konsentrat dari Papua, serta masih banyak lagi yang lainnya seperti produk olahan makanan khas dari berbagai daerah di Indonesia.
Baca Juga: Siapa Bilang UKM Tidak Memerlukan Sertifikasi Halal?
Untuk menjajaki pasar-pasar non-tradisional guna mendongkrak nilai ekspor, pemerintah perlu melakukan riset pasar potensial dengan daya beli yang tinggi, memetakan pasar berdasarkan potensinya, dan mengklasifikasi produk apa saja yang diminati. Hal ini tentu harus ditindaklanjuti dengan meningkatkan kerja sama bilateral dengan negara-negara non-tradisional melalui kerangka kesepakatan dagang baik CEPA, FTA, atau PTA yang mampu memberikan keuntungan bagi kedua belah pihak, baik berupa penghapusan atau pengurangan hambatan bea masuk.
Jika merasa artikel ini bermanfaat, yuk bantu sebarkan ke teman-teman Anda. Jangan lupa untuk like, share, dan berikan komentar pada artikel ini ya Sahabat Wirausaha.