Keberadaan koperasi diharapkan akan menjadi solusi atas perekonomian nasional. Hal ini sejalan dengan tujuan dari koperasi yaitu untuk memberikan kesejahteraan anggotanya dan masyarakat. Namun, kenyataannya sepak terjang koperasi sampai saat ini masih dirasa kurang membanggakan.
Hingga pada tanggal 21 Oktober tahun 2021, Kementrian Koperasi dan UKM telah menerbitkan Peraturan Menteri Koperasi UKM No 8 tahun 2021 tentang Koperasi dengan Model Multipihak. Peraturan ini diprediksi akan menjadi jalan untuk tonggak baru dari model koperasi di Indonesia.
Baca Juga: Memilih Jenis Badan Usaha yang Sesuai dengan Kebutuhan dan Tujuan Bisnis
Sejarah Koperasi
Sumber: Fakultas Agama Islam
Menurut UU No 25 tahun 1992, koperasi merupakan sebuah badan usaha yang beranggotakan sekumpulan orang yang kegiatannya berlandaskan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi kerakyatan yang berasas kekeluargaan. Selaras dengan prinsip masyarakat Indonesia yang menjunjung tinggi kekeluargaan dan gotong royong. Oleh karenanya, tidak cukup sulit bagi koperasi untuk melebur dengan masyarakat Indonesia.
Sejarah menyebutkan bahwa gerakan koperasi ditemukan pada abad ke 18 di Inggris oleh Robert Owen. Gerakan ini muncul sebagai sebuah terobosan atas revolusi industri yang dinilai gagal untuk menyejahterakan masyarakat. Kemudian tercetuslah sebuah gerakan yang mengusung konsep kebersamaan dengan istilah cooperation.
Pada saat itu, Robert Owen memiliki sebuah pabrik dan berusaha membuat sistem untuk kesejahteraan karyawannya. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan memberikan bayaran yang cukup dan jam kerja yang tidak terlalu panjang.
Baca Juga: Jasa Virtual Office dan Pendirian Badan Usaha
Gerakan ini kemudian berkembang dan mulai diterapkan di berbagai negara, termasuk di Indonesia. Pada tahun 1896, Indonesia mulai mendirikan koperasi kredit yang bertujuan untuk meringankan beban rakyat yang terlilit hutang dengan cara memberikan kredit.
Koperasi ini didirikan oleh seorang Patih Purwokerto yang Bernama R. Aria Wiriatmadja. Latar belakang pendirian koperasi ini adalah karena maraknya praktik monopoli pada masa penjajahan yang merugikan rakyat hingga harus terjerat rentenir dan kerja paksa.
Koperasi di Indonesia
Sumber: Katadata
Data statistik mencatat bahwa pada tahun 2020, Indonesia memiliki 127.124 unit koperasi. Angka ini naik sebesar 3,31% dari tahun sebelumnya. Namun, jumlah ini masih dinilai kecil jika dibanding dengan tahun 2017. Pada tahun tersebut, Indonesia memiliki jumlah koperasi sebanyak 152.174 unit yang tersebar di seluruh daerah. Jumlah koperasi di tahun 2017 adalah yang tertinggi dibanding dengan tahun-tahun yang lainnya.
Penurunan jumlah ini dinilai dari keaktifan dan kegiatan koperasi yang juga ikut menurun. Dari keseluruhan jumlah koperasi yang ada, dihitung hanya sekitar 37% yang melakukan rapat anggota tahunan (RAT) secara rutin. Meskipun demikian, kegiatan koperasi juga ikut berkontribusi atas meningkatnya Produk Domestik Bruto (PDB) Nasional dari 1,71% pada tahun 2014 menjadi 4,48% pada tahun 2017, dan 5,1% di tahun 2019.
Sumber: KemenkopUKM
Pada data terbaru, Kementrian Koperasi dan UKM mencatat bahwa jumlah koperasi di akhir tahun 2021 adalah sebanyak 127.846 unit. Dengan jumlah anggota sebanyak 27.100.372 anggota. Namun, dari sekian banyak koperasi, tercatat hanya 47.506 koperasi yang aktif menjalankan rapat anggota tahunan (RAT) secara rutin. Adapun total Sisa Hasil Usaha (SHU) dari keseluruhan koperasi sebesar Rp 7,17 triliun, dengan volume usaha lebih dari RP 182 triliun.
Baca Juga: Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP)
Namun, perkembangan koperasi di Indonesia masih didominasi oleh koperasi simpan pinjam. Sedangkan pada koperasi sektor riil masih belum menghasilkan perkembangan yang cukup signifikan. Koperasi sektor riil yang masih bertahan adalah Koperasi Peternak dan Koperasi Tahu Tempe. Adapun koperasi konsumen keberadaannya masih bertahan meskipun harus bersaing dengan swalayan modern.
Walaubagaimana pun, koperasi simpan pinjam masih menjadi unggulan. Tercatat kurang lebih ada 10 koperasi simpan pinjam skala besar di Indonesia. Salah satunya, Koperasi Simpan Pinjam (Kospin) Jasa Pekalongan yang memiliki omset di atas Rp 2,5 Triliun dengan aset lebih dari Rp 6 Triliun. Koperasi tersebut termasuk dalam kategori 300 besar koperasi dunia. Di samping itu, ada 2 koperasi koperasi konsumen yang termasuk kategori 300 besar dunia, diantaranya Koperasi Telekomunikasi Seluler (Kisel) dan Koperasi Warga Semen Gresik (KWSG).
Kebutuhan Masyarakat Terhadap Koperasi
Sumber: Maxmanroe
Jika dilihat dari latar belakang sejarah berdirinya koperasi, terdapat adanya kesamaan atas keinginan untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat dengan pola kerjasama dan gotong royong. Didirikannya koperasi tentu memiliki fungsi dan manfaat untuk menjawab kebutuhan masyarakat. Beberapa kebutuhan masyarakat yang sejalan dengan nilai-nilai koperasi diantaranya sebagai berikut:
Baca Juga: Sistem Informasi Debitur dan Sistem Layanan Informasi Keuangan OJK
- Masyarakat memerlukan pengembangan potensi dan kemampuan untuk mewujudkan kesejahteraan sosial dan ekonomi kerakyatan.
- Masyarakat sebagai konsumen memerlukan produk-produk dengan harga terjangkau untuk memenuhi kebutuhannya.
- Masyarakat sebagai produsen memerlukan pangsa pasar yang sesuai dengan penawaran harga yang menguntungkan.
- Masyarakat sebagai produsen memerlukan akses permodalan yang mudah dan terjangkau dalam pengembangan usahanya.
- Masyarakat membutuhkan kemandirian secara finansial dalam memenuhi kebutuhannya tanpa harus melibatkan banyak hutang.
- Masyarakat sebagai produsen memerlukan dukungan pengelolaan baik secara modal maupun sumber daya lainnya (bahan baku dan tenaga kerja).
- Sistem bagi hasil pada koperasi bisa membantu masyarakat untuk mendapatkan penghasilan tambahan
Perkembangan Koperasi Multipihak
Sumber: Ekrut
Dilihat dari banyaknya manfaat yang diberikan oleh koperasi tentu berdampak juga pada keuntungan yang didapatkan oleh masyarakat selaku anggota koperasi tersebut. Namun, kenyataannnya keberadaan koperasi dinilai masih belum berdampak secara luas dan signifikan perubahannya. Untuk itu pada tahun 2020 pemerintah mulai melakukan modernisasi koperasi dengan skala lebih besar.
Baca Juga: Layanan PLUT Untuk UMKM
Koperasi dengan skala besar diprediksi akan menjadi daya ungkit untuk menyejahterakan masyarakat dengan dampak lebih luas. Nantinya, koperasi jenis ini akan mampu meningkatkan added value yang bergerak pada sektor riil dengan didukung oleh anggota yang terseleksi dan terstruktur. Kebutuhan modal yang besar pun nantinya bisa disiasati oleh pengembangan permodalan hibrid.
Hybrid financial instrument ini merupakan sebuah instrument atau alat permodalan yang memiliki karakteristik ekonomi yang tidak konsisten, seperti perlakuan utang dan modal pada sebuah perusahaan. Satu perusahaan bisa saja menilai utang sebagai modal. Sebaliknya, perusahaan lain menilai modal tersebut adalah sebagai utang.
Pada tahun 2021, Kementrian Koperasi dan UKM telah menerbitkan Peraturan Menteri Koperasi UKM No 8 tahun 2021 tentang Koperasi dengan Model Multipihak. Peraturan ini merupakan jawaban atas trend model bisnis sekarang yang banyak menggunakan konsep sharing economy atau collaborative economy.
Baca Juga: Fakta Kepatuhan Legalitas Pada UMKM di Indonesia
Pendekatan yang dilakukan pada konsep bisnis ini adalah dengan mengagregasi para pelaku di semua rantai nilai pada sebuah industri. Misalnya pada industri pengolahan kopi, agregasi yang dilakukan mulai dari kelompok petani, kelompok pekerja/ karyawan, kelompok mitra, kelompok founder, sampai kepada kelompok investor. Keterlibatan dari semua kelompok ini nantinya akan menjadi kekuatan dalam pengembangan usaha ke depannya.
Dengan demikian, keberadaan Koperasi Multipihak sejatinya bisa diterapkan pada semua jenis industri di sektor riil. Konsep tersebut bisa menjawab kebutuhan di berbagai bidang seperti jasa, produksi, konsumsi, distribusi, digital, pertanian, sosial, dan sebagainya. Oleh karenanya, dalam penerapannya pun bisa sangat feksibel dan terbuka untuk mengembangakan berbagai inovasi yang diinginkan oleh para anggota koperasi.
Keberadaan Koperasi Multipihak sebenarnya sudah berkembang di negara lain. Misalnya di Inggris, di mulai dari Hebden Bridge Fustain Manufacturing Co-operative Society yang berubah menjadi koperasi multipihak pada tahun 1870. Kemudian disusul juga dengan Italia yang menggunakan konsep koperasi multipihak pada tahun 1991, Kanada pada tahun 1997, Portugal pada tahun 1998, Perancis pada tahun 2001 dan seterusnya.
Potensi Koperasi Multipihak di Indonesia
Sumber: Aku Pintar
Menurut data statistik, jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2020 didominasi oleh generasi Z. Dimana rentang usia generasi Z adalah kisaran usia 10 hingga 25 tahun. Dengan persentase sebesar 27,94% dari total penduduk Indoensia, atau sekitar 74,93 juta jiwa. Diprediksi dalam waktu kurang dari sepuluh tahun lagi, generasi Z akan menggeser proporsi jumlah usia produktif di Indonesia.
Di urutan kedua, jumlah penduduk Indonesia diisi oleh generasi millennial sebanyak 69,38 juta jiwa atau sebesar 25,87% dari keseluruhan penduduk. Rentang usia generasi millennial ada di kisaran usia 26 tahun hingga 41 tahun. Kemudian, pada urutan ketiga terbanyak, diisi oleh generasi X dengan persentase sebesar 21,88% atau sebanyak 58,65 juta jiwa.
Sumber: Katadata
Melihat kondisi demografi di atas, bisa terlihat adanya disrupsi pada jumlah komposisi kependudukan. Dimana generasi millennial, generasi X dan generasi Z mendominasi struktur kependudukan. Pada ketiga kelompok generasi tersebut, hal mendasar yang menjadi kebutuhan dan keinginan mereka adalah mendapatkan pekerjaan dan menciptakan kekayaan. Bisa jadi dua hal tersebut diciptakan atau diwujudkan dalam waktu yang bersamaan.
Baca Juga: Melihat Legalitas UMKM setelah Terbitnya UU Cipta Kerja
Selain itu, perkembangan teknologi pada dua dekade terakhir mengalami kemajuan yang cukup pesat. Dampaknya terlihat juga pada pertumbuhan ekonomi digital. Dimana para pemain terbesar pada ekonomi digital adalah generasi millennial, generasi X dan generasi Z. Adapun model bisnis yang banyak dipakai adalah menggunakan konsep sharing economy atau collaborative economy. Pendekatan ini dilakukan dengan cara mengagregasi semua kelompok yang terlibat di semua rantai industri.
Pada saat ini, Indonesia tercatat memiliki lebih dari 2.000 startup. Bahkan, sebagian besar sudah memanfaatkan teknologi sebagai terobosan menuju ekonomi digital. Angka ini menjadikan Indonesia masuk ke dalam urutan kelima untuk kategori startup terbanyak di dunia. Startup yang diciptakan banyak mengarah pada keterbukaan dan transaparansi antar pihak, baik dari segi pembiayaan maupun berbagai jenis rantai transaksi.
Trend bisnis saat ini kemudian dinilai oleh pemerintah sebagai suatu perubahan positif yang perlu diimbangi oleh regulasi. Tujuannya adalah untuk membuat acuan dan aturan main agar tidak ada pihak yang dirugikan. Untuk itu, melalui Peraturan Menteri Koperasi dan UKM Nomor 8 Tahun 2021, pemerintah mengeluarkan peraturan terkait Koperasi dengan model Multipihak.
Perbedaan Koperasi Konvensional & Multipihak
Ada beberapa perbedaan mendasar antara koperasi konvensional dan koperasi multipihak, diantaranya sebagai berikut:
1. Anggaran Dasar
Sama halnya dengan organisasi lainnya, koperasi pun memiliki peraturan dalam menjalankan kegiatannya. Peraturan yang bersifat umum dinamakan sebagai Anggaran Dasar. Sedangkan peraturan yang tertuang lebih rinci dinamakan sebagai Anggaran Rumah Tangga. Keberadaan AD/ART ini sangat penting kedudukannya dalam sebuah organisasi. Adapun hal-hal yang tertuang dalam AD/ART koperasi ini adalah sebagai berikut:
Baca Juga: Konsultasi Legalitas Bisnis dan Pajak Perorangan
a. Daftar dari nama-nama pendiri koperasi
b. Nama Koperasi dan tempat kedudukan dari koperasi
c. Maksud dan tujuan serta bidang usaha yang dijalankan
d. Ketentuan yang menyangkut keanggotaan
e. Ketentuan mengenai pelaksanaan rapat angggota
f. Ketentuan terkait pengelolaan koperasi
g. Ketentuan pemodalan koperasi
h. Ketentuan mengenai jangka waktu
i. Ketentuan mengenai cara pembagian SHU
j. Ketentuan sanksi terhadap pelanggaran
Berdasarkan penjelasan di atas, teradapat beberapa perbedaan mendasar pada penyusunan AD/ART koperasi konvensional dengan koperasi multipihak. Dimana pada koperasi multipihak, kegiatan yang dilakukan memproses serangkaian usaha dari hulu ke hilir. Sehingga, hal tersebut memungkinkan koperasi multipihak dapat mengagregasi berbagai kelompok dalam kegiatan koperasi nya.
2. Latar Belakang Anggota
Latar belakang anggota pada koperasi konvensional adalah bersifat homogen atau sama. Misalnya pada koperasi petani, latar belakang anggota koperasi adalah para petani yang memiliki latar belakang dan kepentingan yang sama terkait pertanian. Sedangkan, pada koperasi multipihak, latar anggotanya bersifat heterogen atau berbeda. Pada jenis koperasi ini memungkinkan para anggotanya berasal dari berbagai latar belakang, seperti karyawan, mitra, founder maupun investor.
3. Voting suara
Perbedaan lainnya yang menonjol antara koperasi konvensional dengan koperasi multipihak adalah pada saat pengambilan suara atau voting. Pada koperasi konvesional, pengambilan keputusan dilakukan melalui voting dengan prinsip satu orang satu suara.
Baca Juga: Pengurusan Segala Macam Perizinan dan Legalitas Perusahaan
Sedangkan, pada koperasi multipihak voting dilakukan di kelompok pihak anggota dan keputusan akhir akan ditentukan pada saat rapat paripurna. Konsep pengambilan keputusan pun didasarkan pada proportional right voting. Tujuannya adalah untuk menjaga dan melindungi kepentingan semua stakeholder yang terlibat pada koperasi tersebut.
Demikian penjelasan mengenai koperasi multipihak dan potensinya di Indonesia. Dengan melihat karakteristik dan arah tujuannya, koperasi multipihak diprediksi akan menjamin keberlanjutan usaha dan organisasi koperasinya.
Sehingga, manfaatnya pun akan terdistribusi ke seluruh pihak yang terlibat. Semoga dengan terbitnya peraturan mengenai Koperasi Multipihak bisa menjadi energi baru dalam membangun koperasi dan bisnis yang berkelanjutan di Indonesia.
Jika merasa artikel ini bermanfaat, yuk bantu sebarkan ke teman-teman Anda. Jangan lupa untuk like, share, dan berikan komentar pada artikel ini ya Sahabat Wirausaha.