"Dengan online saya bisa mengelola bisnis dari rumah sambil mengurus rumah tangga dan anak. Jadi lebih fleksibel. Saya lebih suka bisnis online daripada kerja di kantor". (Perempuan pelaku usaha ecommerce, dari Malang)

"Saya awalnya mulai usaha karena melihat prospek pasar. Lalu berhenti ketika sudah punya anak. Sekarang saya lanjutkan lagi secara online untuk membantu suami membayar cicilan KPR". (Perempuan pelaku usaha ecommerce, dari Bali ).

Itulah cuplikan suara perempuan dari Laporan Kajian Perempuan Pelaku Usaha E-Commerce di Indonesia yang dirilis oleh Women's World Banking (WWB), yang menunjukkan bahwa partisipasi e-commerce telah memungkinkan mereka untuk kembali produktif secara ekonomi, dan mengelola keseimbangan perhatian untuk keluarga, yang sudah menjadi peran natural bagi banyak perempuan Indonesia.

Pertanyaannya, apakah kisah inspiratif ini bisa ditularkan ke lebih banyak perempuan lain? Jawabannya, tentu bisa! Namun, tentunya diperlukan orkestrasi upaya khusus agar hal tersebut dapat diwujudkan. Masalahnya, apakah orkestrasi upaya untuk mendukung lebih banyak perempuan bisa kembali atau menjadi lebih produktif, sudah cukup?

Agar tidak perlu debat opini, mari kita ulas pertanyaan ini dengan fakta berbasis data.


Partisipasi Ekonomi Perempuan Indonesia Masih Rendah

"Tingkat penjualan rata-rata pelaku usaha perempuan lebih rendah sekitar 22% daripada laki-laki. Jika kondisi ini tidak diatasi, maka sektor ekonomi digital Indonesia berisiko mengalami kerugian kehilangan potensi nilai transaksi sekitar Rp151 trilyun (USD 11 miliar, kurs Rp14.000/USD) per tahun." (Women's World Banking, 2023)

Dari sekitar 103 juta Perempuan Indonesia usia produktif (15 tahun ke atas), hanya sekitar 53.4% diantaranya saja yang berpartisipasi aktif sebagai angkatan kerja; sementara tingkat partisipasi laki-laki mencapai 83.8% (BPS, 2022). Capaian ini bahkan lebih rendah dari Vietnam dan Kamboja yang masing-masing sudah mencapai 70% dan 74%, sedangkan Thailand dan Singapura mencapai 60%.

Jika Indonesia bisa meningkatkan partisipasi ekonomi perempuan sebanyak 10% saja, artinya akan ada tambahan sekitar 10 juta perempuan yang bisa mendukung ekonomi keluarganya, baik untuk edukasi anak sampai bayar cicilan rumah. Jika diasumsikan setiap perempuan bisa menghasilkan tambahan pendapatan sebesar Rp1 juta per bulan atau Rp12 juta per tahun, maka ada potensi penambahan Pendapatan Domestik Bruto sekitar Rp120 triliun bagi perekonomian nasional.

Dengan kata lain, pembiaran kondisi ini sebenarnya telah membuat perekonomian Indonesia kehilangan potensi sekitar Rp120 triliun setiap tahunnya! Bukankah nilai ini sangat besar untuk diacuhkan? Belum lagi potensi kerugian lainnya berupa kehilangan nilai transaksi e-commerce yang diprediksi bisa mencapai Rp151 triliun per tahun (WWB, 2023).

Hal ini menjadi sorotan Women's World Banking yang melihat bahwa potensi partisipasi perempuan dalam ekonomi dapat ditingkatkan melalui pemberdayaan digital, khususnya melalui platform e-commerce. Fleksibilitas waktu dan tempat menjadi fitur unik yang dibutuhkan perempuan, dan hal ini sangat mungkin dilakukan melalui platform ecommerce. Namun, apakah dukungan dan infrastruktur agar perempuan Indonesia menggunakan ecommerce sudah optimal? Bagaimana karakteristik penggunaan ecommerce perempuan Indonesia?

Secara mendalam, hal tersebut telah diulas dalam Laporan Kajian Perempuan Pelaku Usaha E-Commerce di Indonesia (WWB, 2023), yang dihasilkan melalui survey terhadap 1104 pelaku usaha ecommerce dari Pulau Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Bali dan Maluku pada 2022 lalu, yang 50% diantaranya adalah perempuan. Hal ini dilakukan untuk bisa mengeksplorasi perbedaan pola perilaku antara pelaku usaha laki-laki dan perempuan, dalam menggunakan ecommerce.

Penasaran? Yuk simak ringkasan temuannya dengan membaca artikel ini sampai selesai.


Perempuan Perlu Dukungan Pasangan dan Mempertimbangkan Rekomendasi Teman dalam Komunitas

Baik laki-laki maupun perempuan sama-sama bergabung ke platform ecommerce karena motif ekonomi. Baik itu karena ingin menambah pendapatan, mengumpulkan tabungan, unggul dalam persaingan, menekan biaya tetap (seperti sewa toko), memperluas basis calon konsumen, maupun sekedar ingin bisa bertahan dalam menghadapi tekanan kehidupan (misalnya pasangan atau dirinya sendiri baru kehilangan pekerjaan).

Lalu perbedaannya dimana? Ternyata, perempuan cenderung membutuhkan dukungan suami sebagai prasyarat sebelum memulai bisnis melalui platform e-commerce. Sementara kehadiran suami belum tentu tersedia karena harus melakukan aktivitas ekonomi lain yang waktunya bersamaan. Sementara laki-laki tidak merasa memerlukan prasyarat tersebut, karena memandang bahwa mendukung langkah suami menjemput rezeki untuk keluarga adalah peran natural seorang istri.

Selain itu, dalam memilih platform ecommerce, perempuan mempertimbangkan masukan atau rekomendasi dari lingkaran sosial dan komunitasnya sebagai sumber informasi utama. Sementara laki-laki cenderung mengandalkan informasi objektif dari berbagai sumber online, untuk membandingkan kemudahan layanan logistik pengiriman, dan biaya yang dikenakan oleh platform.

Kajian ini juga menunjukkan bahwa adanya batasan tipe produk yang manajemen penjualan dan penguasaan pemahaman atas produknya mudah dipahami oleh perempuan. Terlihat bahwa aksesoris dan fesyen adalah jenis produk yang lebih banyak dijual oleh perempuan. Sementara laki-laki lebih banyak menjual produk-produk elektronik dan kesehatan. Untuk produk makanan minuman, cenderung seimbang antara laki-laki dan perempuan.


Perempuan masih Menghadapi Kendala Personal dan Kemampuan Keuangan dalam Mengoptimalkan Platform Ecommerce

Kajian ini menemukan bahwa tingkat kemungkinan perempuan pelaku usaha Indonesia dalam mencapai pendapatan bulanan di atas Rp 10 juta (~USD 642) jauh lebih kecil dibandingkan laki-laki (32% vs. 48%). Melalui analisis faktor sosial ekonomi dari perempuan dan laki-laki pelaku usaha e-commerce sebagai proksi kesenjangan pendapatan menurut gender, kajian ini mengestimasi bahwa perempuan pelaku usaha e-commerce berpenghasilan 22% lebih rendah daripada laki-laki dengan karakteristik serupa. Mengapa hal ini dapat terjadi?

Rupanya, perempuan pelaku usaha ecommerce masih mengalami beberapa kendala personal yang tidak dialami oleh laki-laki, terutama berkaitan dengan kondisi multi-peran mereka sebagai pebisnis yang masih single fighter atau Chief Everything Officer, dan juga harus mengerjakan ragam urusan rumah tangga. Mereka juga sadar, bahwa mengelola chat konsumen, menjawab order, menindaklanjuti review dan masukan konsumen untuk perbaikan layanan, serta mempelajari fitur-fitur ecommerce sangat diperlukan untuk mengoptimalkan pendapatan penjualan. Namun hal ini belum bisa mereka optimalkan karena adanya kendala waktu.

Selain itu, mobilitas fisik juga menjadi kendala tersendiri bagi perempuan. Di beberapa lokasi, belum tersedia layanan logistik yang bisa menjemput ke rumah, sehingga perempuan pengguna ecommerce hanya bisa mengirimkan pesanan konsumen ketika di rumahnya sedang ada anak atau suami yang bisa dimintai bantuan untuk mengantarkan pesanan ke Jasa Logistik terdekat. Jika pun bisa menjemput ke rumah, sebagian perusahaan logistik tidak bisa memberikan jadwal penjemputan yang jelas sehingga tetap menyulitkan perempuan mengatur jadwal mobilitasnya untuk siaga di rumah atau pergi keluar ketika harus mengurus tugas-tugas lain.


Temuan yang tak kalah penting adalah bahwa perempuan pelaku usaha ecommerce di Indonesia memiliki keyakinan diri terhadap kemampuan keuangan yang konsisten lebih rendah daripada laki-laki. Penilaian ini mencakup tingkat keyakinan diri mereka terkait kemampuan mengumpulkan tabungan, mewujudkan tujuan keuangan sendiri, mewujudkan rencana bisnis, memiliki akses pendanaan, mempunyai ketersediaan uang tunai, memiliki akses pinjaman formal, dan kemampuan memiliki asuransi usaha yang cukup saat situasi darurat.

Sumber: Laporan Perempuan Pelaku Usaha Ecommerce di Indonesia (WWB, 2023)

Sumber: Laporan Perempuan Pelaku Usaha Ecommerce di Indonesia (WWB, 2023)


Pentingnya Pendampingan dan Penerapan Lensa Gender untuk Merealisasikan Potensi Optimal Perempuan Indonesia

“Perwakilan perempuan di UMKM Indonesia sangat tinggi, tidak sebanding dengan perhatian dan dukungan yang telah diberikan. Lensa gender sangat urgen untuk diterapkan dalam merancang ragam produk, program, dan kebijakan, agar dapat lebih efektif dalam mendongkrak produktivitas dan partisipasi ekonomi perempuan melalui e-commerce." - Agnes Salyanty (Research Lead Asia Tenggara, WWB)

Kajian ini menemukan bahwa sampel perempuan dengan pelatihan, mentoring, atau pendampingan kewirausahaan lebih termotivasi untuk mempelajari fitur-fitur baru dalam platform e-commerce dibandingkan perempuan tanpa pelatihan tersebut. Artinya, tingkat produktivitas perempuan dalam menggunakan e-commerce dapat dioptimalkan melalui program-program pendampingan, yang dirancang secara khusus untuk konteks perempuan. Cara pandang dengan lensa gender seperti ini, juga dipandang urgen untuk meningkatkan relevansi dan efektifitas produk, layanan, dan juga kebijakan.

Adapun penerapan lensa gender dapat dilakukan dengan cara-cara berikut:

  1. Untuk meningkatkan relevansi program pendampingan, perempuan pelaku usaha yang bisnisnya sudah berada di tingkat stabil perlu dilibatkan menjadi trainer atau mentor, penyusun modul, dan skema program.
  2. Untuk meningkatkan relevansi kebijakan, sangat penting untuk menyediakan dan mengolah berbagai data yang dipilah berbasis gender (Gender Disaggregated Data atau GDD). Terbatasnya ketersediaan data aktivitas sosial ekonomi yang sudah dipilah berbasis gender membuat pemerintah, akademisi, dan praktisi jadi lebih sulit memahami pola perilaku, capaian, dan tantangan yang dihadapi perempuan. Akhirnya, kebijakan yang disusun cenderung kurang efektif dalam mendongkrak partisipasi dan produktivitas ekonomi perempuan.
  3. Untuk meningkatkan relevansi produk digital dan keuangan, dapat dilakukan dengan menyediakan layanan pinjaman program (seperti Kredit Usaha Rakyat) khusus perempuan dengan data transaksi ecommerce sebagai agunan. Untuk mendukung pengelolaan keuangan rumah tangga, platform ecommerce juga dapat mengembangkan fitur-fitur layanan keuangan tambahan untuk memudahkan perempuan mengumpulkan tabungan dengan ragam tujuan, misalnya untuk pendidikan anak atau renovasi rumah.

Itulah ringkasan dari Laporan Kajian Perempuan Pelaku Usaha E-Commerce di Indonesia, persembahan Women's World Banking untuk pelaku usaha, peneliti, start-ups, korporasi, dan pihak pemerintah yang ingin merancang dan hadirkan solusi yang lebih relevan bagi konteks perempuan.

Yuk, bantu sebarkan pesannya dengan membagikan link artikel ini ke media sosial maupun jaringan kamu. Mari bersama-sama kita dukung upaya merealisasikan potensi besar perempuan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.

Data dan kajian dari Women's World Banking ini membuat kami semakin percaya, bahwa investasi untuk perempuan, akan mensejahterakan bangsa. Kalau kamu, gimana?