Apakah Sahabat Wirausaha pernah menjalankan akad jual beli secara syariah? Ternyata, ada duabelas jenis akad jual beli yang mungkin belum Sahabat Wirausaha ketahui. Pada dasarnya, akad bertujuan untuk melindungi pihak-pihak yang bertransaksi.
Sehingga tidak ada yang dirugikan sama sekali di dalam transaksi secara syariah. Hal inilah yang menjadi tujuan dari ekonomi syariah, yakni menciptakan rasa keadilan bagi setiap orang.
Akad Ishtisna
Kali ini, akad ishtisna yang akan kita bahas pada artikel ini. Apa itu akad ishtisna? Secara bahasa, istishna berasal dari kata shana’a yang artinya membuat. Karena ada penambahan huruf alif, sin dan ta maka makna yang terbentuk adalah meminta atau memohon untuk dibuatkan.
Secara istilah, Akad istishna adalah akad jual beli dalam bentuk pemesanan pembuatan barang tertentu dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan (pembeli/mustashni’) dan penjual (pembuat, shani’). Jadi, istishna disebut juga sebagai suatu akad untuk pembelian suatu barang yang akan dibuat bahan dan pembuatan dari pembuat.
Shani akan menyiapkan barang-barang yang dipesan sesuai dengan spesifikasi yang telah disepakati. Ia bisa menyiapkannya sendiri atau melalui pihak lain. Akad istishna yang dilakukan dengan cara ini disebut dengan istishna paralel.
Dalam istishna paralel, penjual membuat akad istishna kedua dengan subkontraktor untuk membantu dalam memenuhi kewajiban akad istishna pertama (antara penjual dan pemesan). Namun, penjual tidak bisa mengalihkan tanggung jawabnya terhadap pemesan kepada pihak subkontraktor. Hal ini dikarenakan akad terjadi antara penjual dan pemesan.
Syarat-syarat Akad Jual Beli Istishna
Lalu, jika Sahabat Wirausaha tertarik pada akad jual beli istishna, apa saja persyaratan yang harus dijalankan?
1. Uang harus dibayar di tempat
Dengan kata lain pembayaran dilakukan terlebih dahulu. Tetapi di zaman modern ini, kita sudah bisa menggunakan sistem transfer antar rekening. Jadi tidak selamanya harus saling bertatap muka.
Selain itu, tidak ada syarat harus membayar secara lunas, minimal paling tidak membayar DP (uang muka), 50% misalnya dari keseluruhan biaya.
2. Status barang akan menjadi tanggungan penjual
Apabila akad istishna telah tercapai, maka status barang tersebut akan menjadi hutang atau tanggungan yang harus dikerjakan sebagaimana target yang telah disepakati. Apabila tidak, si pembeli berhak membatalkan akad tersebut, jika penjual mengelak, pembeli berhak memprosesnya di meja hukum.
3. Harus ada kejelasan terhadap barang
Barang tersebut hendaklah jelas ukurannya, takarannya ataupun bilangannya. Syarat ini merupakan mutlak. Apapun yang berkaitan dengan sifat barang, harus dijelaskan secara gamblang kepada pembeli. Informasinya harus tepat dan transparan, serta tidak ada yang cacat (aib) yang ditutup-tutupi.
4. Memberikan kejelasan atas harga barang tersebut
Setelah transparansi sifat-sifat barang disebutkan, agar tidak berpotensi terjadinya perselisihan antara kedua belah pihak, maka perlu disebutkan pula biaya yang menyelimuti produk tersebut, terkhusus untuk biaya bahan baku, biaya produksi, hingga biaya jasanya. Hal ini bertujuan untuk menyelaraskan kemauan pembeli dengan harganya.
Bagaimana Sahabat Wirausaha? Tertarik menjalankan akad jual beli dengan cara akad istishna? Bisa dicoba dan mungkin bisa lebih yakin dalam menjalankan prosesnya.
Jika merasa artikel ini bermanfaat, yuk bantu sebarkan ke teman-teman Anda. Jangan lupa untuk like, share, dan berikan komentar pada artikel ini ya Sahabat Wirausaha.
Referensi: