Sumber: Freepik

Sahabat Wirausaha tentu sudah mengenal rantai pasok atau supply chain pada artikel sebelumnya. Istilah supply chain memberikan gambaran produk yang bergerak dari pemasok ke produsen, dari produsen lalu ke distributor, dari distributor ke pengecer, dan dari pengecer ke konsumen di sepanjang rantai.

Selain itu, istilah supply chain juga menyiratkan bahwa hanya terdapat satu pemain yang terlibat di setiap tahap. Nah, dalam setiap tahapan dan hubungan dengan pihak ketiga pasti menimbulkan kerumitan sendiri. Terkadang ada hambatan yang membuat arus hubungan tidak lancar. Hambatan inilah disebut bottleneck. Jika diterjemahkan secara linguistik, bottleneck adalah leher botol. Leher botol merupakan analogi penyempitan sebuah arus hubungan sehingga tidak tercipta hasil yang optimal.

Baca Juga: Fakta Kepatuhan Legalitas pada UMKM di Indonesia


Definisi

Jika menggunakan bahasa di dalam dunia digital, bottleneck adalah sebuah kondisi penyempitan yang terjadi ketika perangkat keluaran (output) tidak dapat mengimbangi kinerja perangkat pemrosesan sehingga memperlambat sistem kerja secara keseluruhan.

Pernah dengar pernyataan jika proses mengurus izin di Indonesia, saking ribetnya, membuat Virus Corona sulit masuk? Guyonan tersebut merupakan sarkasme yang dapat dijadikan contoh bahwa regulasi yang rumit adalah salah satu contoh bottleneck dan saking rumitnya sampai virus penyakit saja malas memasuki negara kita meskipun kenyataannya virus tidak mengenal regulasi yang rumit untuk masuk dan mengancam sistem kesehatan negara kita.

Baca Juga: Mengenal Standar SNI Untuk Produksi

Regulasi yang rumit merupakan salah satu bottleneck dari sisi legalitas usaha. Saya mengambil contoh bottleneck untuk produksi dari sebuah film peraih penghargaan aktris pendukung terbaik di Piala Oscar 2021 dengan judul Minari (2021). Di film itu mengisahkan seorang imigran dari Korea Selatan yang pindah ke Amerika Serikat untuk mendapat kehidupan yang lebih baik.

Di sana, imigran tersebut membangun mimpi untuk menjadi seorang petani tanaman asli Korea Selatan seperti minari dan ingin sukses di sebuah kawasan pedesaan di sana. Namun, dia menghadapi hambatan menemukan calon pembeli karena tidak ada distributor yang mau mengirim produknya. Nah, tidak ditemukannya distributor adalah bottleneck dari sisi produksi dan mungkin kerap dihadapi oleh pelaku usaha di bidang pertanian.

Baca Juga: Cerita Inspirasi, Bhoomi Art

Solusi yang ditawarkan dalam film tersebut sangatlah logis yaitu menghubungi toko milik sesama imigran dari Korea Selatan sehingga konsumen yang didapatkan lebih banyak. Kolaborasi dengan sesama imigran ternyata menjadi solusi ampuh meskipun akhir film ini memiliki alur yang sangat tidak tertebak. Inilah fenomena yang disebut sebagai supply chain collaboration yaitu kolaborasi untuk memecahkan masalah yang terjadi akibat bottleneck.

Baca Juga: Ragam Cara Mengembangkan Usaha Dengan Mengoptimalkan Dampak Sosial dan Pemberdayaan Komunitas

Supply chain collaboration dapat didefinisikan sebagai kerjasama jangka panjang antara berbagai macam pihak dalam supply chain untuk mencapai tujuan bersama. Dengan adanya kolaborasi yang dilakukan, seluruh pihak yang terlibat dapat memperoleh keuntungan yang lebih baik dibandingkan bekerja secara individu.

Dalam supply chain collaboration, seluruh pihak yang terkait akan berbagi risiko, sumber daya, dan informasi sehingga proses bisnis yang dilakukan menjadi lebih efisien. Ditambah dengan digitalisasi yang dapat menciptakan transparansi informasi yang akan meningkatkan investasi dan alokasi modal yang lebih efisien.

Nah, Sahabat Wirausaha sendiri apa nih bottleneck yang dihadapi? Mungkin sembari memikirkannya, nonton bareng film Minari dapat menjadi inspirasi. Salam kreasi!