Apa Itu Growth Investing –Pernah nggak sih kamu merasa FOMO saat melihat harga saham teknologi seperti Apple, Tesla, atau bahkan Gojek yang dulu melonjak tinggi dalam waktu singkat? Atau mungkin kamu pernah mendengar ada orang yang cuan besar dari startup digital yang baru IPO? Nah, bisa jadi mereka sedang menerapkan strategi Growth Investing.
Tapi, sebenarnya apa itu growth investing? Kenapa strategi ini jadi primadona banyak investor muda zaman sekarang? Yuk, kita bedah lengkap gaya investasi yang satu ini, mulai dari definisi, sejarah, sampai cara memanfaatkannya dalam dunia nyata.
Definisi Growth Investing
Growth Investing adalah strategi investasi yang fokus pada perusahaan dengan potensi pertumbuhan laba dan pendapatan yang tinggi di masa depan, meskipun saat ini valuasi sahamnya terlihat mahal. Investor growth tidak terlalu fokus pada harga murah seperti value investing, tapi lebih tertarik pada masa depan perusahaan dan potensi ekspansinya.
Dengan kata lain, growth investor membeli "masa depan". Mereka rela membeli saham yang valuasinya tinggi karena yakin bahwa pendapatan dan laba perusahaan akan tumbuh pesat dan pada akhirnya harga saham akan naik lebih tinggi. Contoh nyata? Saham seperti Amazon, Tesla, Google (Alphabet), hingga Sea Group pernah terlihat mahal, tetapi kelamaan justru menjadi superstar karena pertumbuhannya yang eksplosif.
Baca Juga: Apa Itu Value Investing? Strategi Investasi Klasik yang Tak Pernah Mati
Asal Usul Strategi Growth Investing
Konsep growth investing mulai dikenal luas pada era 1950-an, dipopulerkan oleh investor legendaris Philip Fisher, yang menulis buku terkenal Common Stocks and Uncommon Profits. Fisher menekankan pentingnya mengenali perusahaan dengan potensi pertumbuhan luar biasa, serta menilai kualitas manajemen dan kemampuan inovasi perusahaan.
Kemudian, strategi ini semakin dipoles oleh investor sukses seperti Peter Lynch, manajer portofolio dari Fidelity Magellan Fund, yang meraih return tahunan 29% selama lebih dari satu dekade dengan pendekatan growth investing.
Hari ini, strategi ini menjadi sangat populer terutama di era digital dan startup. Bahkan, banyak investor ritel muda mulai belajar apa itu growth investing karena terinspirasi dari kisah sukses saham teknologi.
Karakteristik Perusahaan Growth
Meski menjanjikan, namun tidak semua perusahaan cocok untuk strategi ini. Biasanya, perusahaan yang menjadi incaran growth investor memiliki ciri-ciri berikut:
- Pertumbuhan pendapatan dan laba cenderung tinggi : Biasanya pertumbuhan ada di angka 15% per tahun atau lebih.
- Model bisnis disruptif atau inovatif : Misalnya, perusahaan yang bergerak di bidang teknologi, kesehatan, atau energi terbarukan.
- Menggunakan sistem reinvestasi laba: Perusahaan cenderung tidak membagikan dividen karena lebih memilih mengembangkan bisnis.
- Market share masih bisa diperluas: Artinya pasar mereka masih sangat besar dan bisa digarap lebih jauh.
- Punya valuasi tinggi – Rasio harga terhadap laba (P/E) dan harga terhadap pendapatan (P/S) seringkali jauh di atas rata-rata pasar.
Contohnya? Saham perusahaan Zoom selama pandemi naik drastis karena lonjakan permintaan layanan video conference. Meski valuasinya sempat dianggap tidak masuk akal, banyak investor growth tetap membeli karena melihat potensi jangka panjang.
Gabung jadi Member ukmindonesia.id buat update terus info seputar UMKM dan peluang usaha!
Apa Itu Growth Investing dalam Bisnis Praktis
Misalnya, kamu melihat perusahaan fintech baru di Indonesia yang punya pertumbuhan transaksi digital sebesar 50% per tahun, ekspansi ke Asia Tenggara, dan user base mereka naik signifikan tiap kuartal. Meskipun valuasi saat IPO tergolong mahal, growth investor akan tetap masuk karena fokus mereka pada pertumbuhan masa depan, bukan harga sekarang.
Apa itu growth investing dalam praktik bukan sekadar beli saham mahal, tapi melakukan analisis mendalam terhadap potensi bisnis ke depan. Growth investor biasanya mempertimbangkan:
- Revenue growth konsisten
- Kinerja manajemen dalam mengeksekusi visi
- Tren industri yang mendukung
- Inovasi produk dan layanan
Strategi ini menuntut riset yang tajam, keberanian mengambil risiko, dan kesabaran untuk menunggu pertumbuhan terealisasi.
Contoh Kasus Growth Investing
Salah satu contoh klasik growth investing yang sering dikutip adalah kisah investor awal di perusahaan Tesla. Pada tahun 2013, harga saham Tesla hanya sekitar USD 6 (dihitung setelah stock split). Saat itu, banyak analis menganggap valuasi Tesla terlalu mahal karena belum menghasilkan laba konsisten.
Namun, investor yang memahami apa itu growth investing melihat peluang jangka panjang: revolusi kendaraan listrik, kepemimpinan Elon Musk, inovasi baterai, dan efisiensi produksi. Mereka percaya bahwa meskipun saat ini angka keuangannya belum mencerminkan kehebatan perusahaan, masa depan Tesla sangat cerah. Hasilnya? Pada tahun 2021, harga saham Tesla sudah melonjak lebih dari 100 kali lipat sejak tahun 2013, menjadikan banyak investor awal meraih return yang luar biasa besar.
Di Indonesia, contoh lain bisa dilihat dari pertumbuhan Bukalapak. Meski sempat dikritik karena valuasi tinggi saat IPO, investor growth melihat potensi digitalisasi UMKM dan adopsi teknologi di daerah sebagai pasar yang masih besar untuk digarap.
Baca Juga: Apa Itu Blockchain: Fondasi Digital Masa Depan yang Lebih dari Sekadar Bitcoin
Keuntungan dan Risiko Growth Investing
Seperti strategi investasi lainnya, growth investing juga punya nilai tambah dan kurangnya sendiri. Berikut adalah rangkumannya :
Keuntungan:
- Return tinggi dalam jangka panjang jika memilih perusahaan yang tepat
- Potensi multibagger (saham yang bisa naik berkali-kali lipat)
- Berpartisipasi dalam inovasi dan teknologi masa depan
Risiko:
- Valuasi terlalu tinggi bisa menyebabkan koreksi harga tajam saat ekspektasi tidak tercapai
- Tidak ada jaminan profit jangka pendek
- Perusahaan bisa gagal tumbuh sesuai harapan
Strategi ini cocok untuk investor dengan profil risiko tinggi hingga moderat, dan punya horizon waktu investasi menengah hingga panjang.
Kapan Growth Investing Lebih Cocok Dipakai?
- Suku bunga rendah dan likuiditas longgar, dengan kata lain, di saat investor mencari peluang dari pertumbuhan cepat.
- Pasar optimistis dan bullish, yaitu ketika ekspektasi terhadap masa depan perusahaan sangat positif.
- Muncul sektor-sektor disruptif baru, misalnya seperti AI, kendaraan listrik, energi hijau, dan e-commerce.
- Investor dengan usia muda dan toleransi risiko tinggi, sehingga cocok untuk kamu yang ingin "berburu cuan masa depan" dan siap menghadapi fluktuasi.
Sementara itu, value investing lebih cocok di saat ekonomi lesu, suku bunga tinggi, atau pasar mulai undervalue terhadap sektor tertentu.
Baca Juga: Apa itu Nilai Aktiva Bersih? Cara Jitu Mengetahui Kesehatan Investasi
Bagaimana Memulai Growth Investing?
Untuk kamu yang mulai tertarik memahami lebih jauh apa itu growth investing, berikut beberapa langkah awal yang bisa dilakukan:
- Tentukan sektor yang kamu pahami dan percaya – Misalnya teknologi edukasi, kesehatan digital, atau e-commerce.
- Lakukan analisis fundamental – Fokus pada pertumbuhan pendapatan, margin laba, ekspansi pasar.
- Gunakan rasio valuasi modern – Seperti Price/Sales (P/S), EV/EBITDA, dan analisis TAM (Total Addressable Market).
- Perhatikan tren makro – Termasuk suku bunga, regulasi pemerintah, dan tren konsumen.
- Mulai dari saham yang likuid dan sudah dikenal pasar – Hindari terlalu spekulatif di awal.
Jadi, apa itu growth investing? Ini adalah strategi menanam modal pada perusahaan yang diyakini akan tumbuh pesat di masa depan, meski harga sahamnya terlihat mahal hari ini. Strategi ini sangat cocok di era inovasi digital, ketika banyak bisnis baru tumbuh eksponensial dalam waktu singkat.
Namun seperti strategi lain, growth investing punya risiko dan butuh pemahaman mendalam. Jangan hanya tergoda cuan cepat — pahami bisnisnya, tren industrinya, dan pastikan kamu siap dengan fluktuasi pasar. Dengan riset yang matang dan strategi yang konsisten, growth investing bisa menjadi kendaraan investasi yang powerful untuk membangun kekayaan jangka panjang.
Jika tulisan ini bermanfaat, silahkan di share ke rekan-rekan Sahabat Wirausaha. Follow juga Instagram @ukmindonesia.id untuk update terus informasi seputar UMKM.
Referensi:
- Fisher, Philip. "Common Stocks and Uncommon Profits." HarperBusiness, 1958.
- Lynch, Peter. "One Up On Wall Street." Simon & Schuster, 1989.
- CNBC. "Growth vs Value Investing: What's the Difference?" 2023.
- Yahoo Finance, "Top Growth Stocks to Watch in 2024."
- Investopedia, "Growth Investing Explained" https://www.investopedia.com/terms/g/growthinvesting.asp