Gerakan Kopi Persahabatan – Sebuah bisnis yang baik membutuhkan umpan balik (feedback), baik dari konsumen maupun mitra kita. Untuk mendapatkannya, kebanyakan dari kita melakukan survei via email, live chat, media sosial, kotak saran dan aplikasi pesan instan atau media digital tak berbayar. Namun, hal-hal tersebut tak pernah dilakukan oleh Lukas Christian, penggagas Gerakan Kopi Persahabatan.
Pria yang sehari-hari juga berperan sebagai Pak RT ini, memilih cara yang sedikit nyeleneh untuk mendapatkan feedback dari konsumen, yakni dengan membagi-bagikan minuman kopi gratis. Total sejak 2016, sudah lebih dari 33.000 cangkir kopi ia bagikan dengan ongkos sekitar Rp91.000.000. Aksi nekatnya ini tentu menimbulkan pertanyaan : berhasilkah strategi Lukas untuk kemajuan usahanya? Atau justru ada hal lain yang dicarinya dari kegiatan tersebut? Yuk, simak jawabannya lewat cerita berikut ini!
Redlong Coffee Syndicate dan Alasan Berbagi Kopi Gratis
Lukas memulai cerita di September 2015 ketika mendapatkan pencerahan tentang serba-serbi kopi sehat di acara reuni SMA. Setelah acara bubar, ia bersama beberapa teman seangkatannya sepakat untuk mendirikan kedai kopi dengan nama Redlong Coffee Syndicate. 3 bulan kemudian, kedai ini berhasil berdiri berkat sokongan modal dari 70 alumni yang masing-masing menyumbang hingga Rp2.000.000.
Kedai yang mereka dirikan mengadopsi gerakan kopi di dinding atau yang biasa dikenal sebagai suspended coffee yang lekat dengan budaya Venezia, Italia. Sistemnya, setiap orang yang memiliki uang lebih secara sukarela membayar kopi orang lain yang tidak dia kenal. Hal ini dilakukan dengan pelanggan memesan 2 cangkir kopi, meskipun dia hanya minum satu cangkir saja. Informasi kelebihan minuman nantinya akan , lalu ditempel oleh barista atau kasir di dinding kedai atau media informasi agar setiap orang yang tak memiliki uang atau bahkan ketinggalan dompetnya bisa minum kopi tanpa harus tahu siapa yang mentraktirnya.
Baca Juga: Sudah Tahu? Inilah Cara Menghitung THR Karyawan dan Mengalokasikannya
Sementara di Kedai Redlong Coffee Syndicate saat itu, minuman yang disepakati sebagai suspended coffee adalah capucino, yakni kopi yang ditambah susu dan espresso. Lantaran bukan tergolong kopi sehat, minuman ini mendapat pertentangan dari Lukas. Selama ini yang dia tahu, kopi sehat itu adalah biji kopi sangrai yang telah digiling kemudian diseduh tanpa campuran susu atau pemanis buatan," Saya masih kurang setuju dan 2 bulan kemudian saya mengajukan ke teman-teman untuk membuat Gerakan Kopi Persahabatan (GKP), sebuah gerakan sosial yang agak beda dari suspended coffee," tuturnya.
Sejak saat itu GKP berdiri atau tepatnya pada 12 Februari 2016 dengan mengusung kopi sehat. Konsep yang dia hadirkan bukan subsidi, namun lebih ke potluck atau gerakan gotong royong. Artinya, siapa saja bisa berbagi kopi sehat tanpa memandang status sosial. Jika masyarakat ingin bergabung, cukup membagikan kopi lalu menjelaskan bahwa ini bagian dari Gerakan Kopi Persahabatan (GKP).
Hal itu bertujuan agar Lukas dapat menambahkan counting penerima kopi persahabatan dengan cara menuliskan feedback melalui link berikut: GKP, dibuat dalam bentuk Google Form. GKP bisa dilakukan oleh siapa saja. Seperti misalnya masyarakat Temanggung minum kopi Temanggung, orang Papua bisa minum kopi Wamena, Orang Aceh minum kopi Gayo, atau orang Sulawesi minum kopi Toraja yang masing-masing bisa dibeli di pasar dan dinikmati bersama di sekitar TPS.
Tambahnya, GKP lahir berkat banyaknya varietas kopi di Nusantara mulai dari robusta, ekselsa, liberika, arabika. Indonesia juga memiliki origin yang banyak, mulai dari Aceh sampai Papua. Tak hanya itu, kopi juga kerap dipergunakan penduduk dunia sebagai salah satu cara untuk menjalin persaudaraan.
Gerakan Kopi Persahabatan Dibuat untuk Mendapatkan Feedback
Lukas terus terang, GKP didirikan hanya untuk mendapatkan feedback. Dari form yang telah diisi dari si penerima kopi seperti nama, nomor telepon, email, dan komentar, maka hasilnya akan diteruskan ke petani, pemberi kopi atau sponsor. Artinya, bisa saja kopi gratis yang Lukas bagi-bagikan tak melulu dibeli dari kantong pribadinya, bisa saja bersumber dari sponsor yang ingin memperkenalkan produk mereka lebih luas. Tentu dengan feedback tersebut mereka mendapatkan jawaban jujur dari konsumen, mulai dari aroma, flavor, rasa pahit, asam, manis, ketebalan, keseimbangan, kesan tertinggal, sampai rasa asing yang timbul setelah meminum kopi.
Jika dihitung-hitung, Lukas sudah memberikan 33.000 cangkir kopi, 17.000 berupa kopi sachet bersponsor. Karena GKP adalah gerakan kopi edukasi dan bukan untuk konsumsi, diasumsikan rata-rata 1 cangkir kopi = 10 gram (4 orang yang mendapatkan edukasi GKP). Artinya, akan ada 16.000 orang selama 7 tahun yang menjadi sasaran target pembagian kopi. Jika di rupiahkan, uang yang sudah terpakai adalah sebesar Rp91.000.000. Menurutnya, uang sebanyak itu sebagian besar bukan berasal dari kantong pribadinya.
Paling penting, form yang berisi nama, nomor telepon dan email tadi menjadi basis data kolaborasi atau penawaran produk rekanan dan produk organik yang dia jual. Serta sebagai pendukung metode pengujian citarasa kopi olahan atau Coffee Lovers Preference Taste (CLoPT). Artinya, walau tidak menjadikan sebagai bisnis, sudah jelas GKP merupakan media Lukas untuk mempromosikan barang dagangannya.
Optimalkan Digital Marketing dan Kolaborasi Bisnis
Meskipun Lukas tak pernah menjadikan GKP sebagai ladang bisnis, namun nyatanya pria yang pernah bekerja di PT. Omedata Electronics ini mengelola Gerakan Kopi Persahabatan dengan serius. Terbukti dari branding Gerakan Kopi Persahabatan yang ramah internet," Kartu nama saya sudah terdapat di dalam handphone atau komputer orang-orang. Tinggal minta mereka ketik di Google kata kunci ‘gerakan kopi’ maka satu halaman pertama adalah tentang saya. Seandainya saya urus SEO maka jumlah halamannya tentu bisa bertambah tanpa diseling entitas lain," ucapnya.
Tak hanya itu, GKP juga sukses menjalin kolaborasi bisnis baik dengan pemerintah, swasta melalui CSR. Terpenting, GKP berhasil melakukan kerja sama dengan menjual produk kopi petani lokal, pengusaha kopi hingga menyasar produk turunannya.
Pencapaian GKP lainnya yakni berhasil melawati badai Covid-19. GKP juga sukses berbagi kopi gratis di 5 negara Eropa seperti Belgium, Netherland, Luxemburg, Perancis dan Jerman dengan total 120 kilogram kopi Indonesia, hasil produksi PT. Gravfarm, Bandung. Serta berbagi kopi di belahan dunia lainnya dengan perpanjangan tangan teman, dan keluarga.
Karena tidak menjadikannya sebagai ladang bisnis, menjalankan gerakan ini menurut Lukas mulus tanpa kendala, jika bicara soal musuh atau pihak yang ingin mencoba menghentikan gerakan minum kopi gratis. Hal ini karena GKP anti mainstream bahkan antitesis dunia. Dia meyakini, dunia mengajarkan segala sesuatunya harus berkaitan dengan uang, lalu 99% materi adalah tolak ukurnya. sedangkan GKP adalah sisanya atau 1%, karena menilai uang bukanlah segalanya.
Harapannya ke depan, nama GKP bisa sampai ke penjuru dunia di mana semua orang dapat menjalin persahabatan melalui kopi dan menjadikan kopi asli Indonesia sebagai salah satu minuman pilihan. Tambahnya, gerakan ini bakal dibuat berbadan hukum dengan tujuan mempermudah kolaborasi resmi dengan para pihak baik swasta maupun pemerintah.
Baca Juga: Ternyata Begini Dampak Kenaikan Beras Terhadap Dunia Usaha, Pelajari Cara Beradaptasinya
Demikian cerita inspirasi kali ini. Harapannya dapat menginspirasi Sahabat Wirausaha untuk terus menjalankan roda bisnis terutama dalam rangka mendapatkan feedback dari konsumen. Kadang kala, untuk mendapatkan feedback bisnis membutuhkan usaha lebih, baik itu tenaga, uang, dan lainnya, seperti yang dilakukan Lukas Christian. Sampai jumpa dan tetap semangat!
Jika tulisan ini bermanfaat, silahkan di share ke rekan-rekan Sahabat Wirausaha. Follow juga Instagram @ukmindonesia.id untuk update terus informasi seputar UMKM.
Sumber:
- Wawancara Lukas Christian
- https://www.youtube.com/watch?v=FePnvHFQAyM