Sahabat Wirausaha, tentu banyak di antara kita yang menemukan produk-produk pangan organik dijual di berbagai supermarket hingga pasar tradisional. Mulai dari beras organik, sayuran organik, jagung organik sampai bawang organik yang tentunya memiliki harga jual lebih tinggi daripada rata-rata produk konvensional.

Masuk akal kenapa aneka pangan organik itu punya harga lebih mahal, karena memang proses produksi hingga distribusinya melewati sejumlah pemeriksaan ketat dari lembaga sertifikasi organik. Tentunya dengan gaya hidup masyarakat yang kini makin peduli pada kesehatan berkelanjutan, peluang pasar untuk aneka produk organik makin tinggi.

Baca Juga: Peluang Pasar Beras Organik

Baca Juga: Hazard Analysis And Critical Control Points (HACCP)

Dengan pangsa pasar produk pangan organik yang makin menjanjikan, Kementerian Pertanian pun mendorong para pelaku sektor ini baik petani, pelaku industri hingga distributor untuk sesegera mungkin melakukan pengurusan sertifikasi pangan organik. Seperti apa prosesnya? Artikel berikut ini akan memberikan ulasan yang diharap bisa membantu Sahabat Wirausaha di seluruh Indonesia.


Kaidah Memenuhi Standar Pangan Organik

Seperti dilansir Javara, pemberian Sertifikat Pangan Organik pada produk pertanian merupakan bentuk pengakuan dari LSO (Lembaga Sertifikasi Organik) yang sudah terakreditasi olah KAN (Komisi Akreditasi Nasional) dan terdaftar di OKPO (Otoritas Komponen Organik). Lewat proses sertifikasi ini, maka artinya produk pertanian itu memang diproduksi sesuai SNI (Standar Nasional Indonesia) atas sistem pertanian organik.

Baca Juga: SNI (Standar Nasional Indonesia)

Dalam aturan yang ditetapkan oleh pemerintah, seluruh produk organik yang beredar di Indonesia baik produksi lokal maupun impor memang wajib membubuhkan label Logo Organik Indonesia jika memang sudah lolos pengujian KAN dan terdaftar di OKPO.

Hanya saja dalam perkembangannya, tidak semua produk pertanian organik bisa disertifikasi karena memang semua tergantung pada sifat dan kegiatan pertanian itu sendiri. Menurut Badan Standarisasi Nasional, produsen tak bisa asal tempel label organik pada kemasannya. Karena memang label organik hanya diperoleh melalui proses Sertifikat Pangan Organik seperti yang dilakukan di pasar global.

Beberapa contoh identitas produk organik seperti EU (European Union), NOP USDA (National Organic Program United States Department of Agriculture’s), JAS (Japanese Agricultural Standards), KFDA (Korean Food and Drug Administration) dan OACC (Organic Agriculture Centre of Canada).

Sedangkan untuk Indonesia, beberapa lembaga yang diberi wewenang sertifikasi adalah Control Union Indonesia (PT Peterson Mitra Indonesia) yang berada di bawah naungan Control Union World Group di Belanda, BIOCert (Board of Indonesia Organic Certification) dan PT Sucofindo.

Baca Juga: Melirik Peluang Bisnis di Sektor Pertanian Lewat Inovasi


Tata Cara Pendaftaran Sertifikat Pangan Organik

Seperti yang sudah disinggung sebelumnya, permintaan akan produk pangan organik sangatlah tinggi, Mitra Usaha Tani melaporkan pada Oktober 2020 lalu adanya peningkatan baik pasar domestik hingga mancanegara terhadap produk-produk pangan organik hingga 20% sampai 30% setiap tahunnya. Hanya saja konsumen kerap kali terkecoh dengan sejumlah produk organik abal-abal yang memasang label klaim organik, padahal belum melewati proses sertifikasi.

Prof Dr Florentinus Gregorius Winarno selaku Direktur Utama Lembaga Sertifikasi M-Brio bahkan menegaskan kalau penetapan produk organik tidaklah sesederhana terbebas dari penggunaan pestisida dan bahan kimia saja.

Baca Juga: Fakta Kepatuhan Legalitas Pada UMKM di Indonesia

Kenapa begitu?

Karena ternyata produk pertanian berhak memperoleh Sertifikat Pangan Organik jika memang lolos dalam uji lembaga sertifikasi mulai dari status bahan baku dalam bentuk mentah, setengah jadi, produk jadi, hingga lahan tempat komoditas dihasilkan.

Seperti apa proses Sertifikat Pangan Produk ini dijalankan? Berikut tata caranya:

  1. Pihak operator dalam hal ini adalah petani, pengusaha, maupun kelompok tani mengajukan permohonan terlebih dulu kepada LSO agar bersedia melakukan proses sertifikasi kepada unit usaha mereka. Proses permohonan bisa dilakukan lewat e-mail, pengiriman surat resmi maupun berkunjung ke kantor LSO
  2. Pihak operator mengisi formulir yang sudah disiapkan oleh LSO dan melampirkan seluruh dokumen yang dibutuhkan seperti riwayat/sejarah lahan, peta lahan, peta lokasi, daftar keanggotaan AFL (Approved Farmers List), struktur organisasi dan uraian tugas, catatan produksi, catatan penjualan dan pembelian, SOP budidaya, ruang lingkup yang diajukan hingga data-data lain yang diperlukan
  3. LSO melakukan proses audit kecukupan terhadap formulir pengajuan dari pihak operator
  4. Jika dokumen pihak operator dinyatakan lengkap oleh LSO, maka tahapan berikutnya adalah pembicaraan soal jadwal kunjungan dan tentunya besaran biaya yang harus disiapkan
  5. Setelah jadwal kunjungan dan besaran biaya sertifikasi disepakati oleh LSO dan operator, maka LSO akan mengirimkan inspektor kepada pihak pemohon. Inspektor ini akan mendokumentasikan keadaan lokasi pertanian dan produk operator untuk dicocokkan dengan ketentuan SNI pertanian organik
  6. Jika dalam hasil inspeksi terhadap perbedaan temuan, maka harus dilaporkan dalam dokumen yang ditandatangani kedua belah pihak untuk proses koreksi. Kalau temuan berupa kesalahan besar, proses sertifikasi organik bisa dibatalkan
  7. Setelah proses inspeksi selesai, LSO akan mengadakan rapat komisi untuk membahas status operator. Baru setelah itu diumumkan hasil inspeksi dan sertifikasi apakah lulus, ditangguhkan atau ditolak.

Baca Juga: ISO 14001 - Sistem Manajemen Lingkungan

Baca Juga: ISO 22000 - Sistem Manajemen Keamanan Pangan

Bagaimana? Apakah menurut Sahabat Wirausaha prosesnya terlalu panjang dan rumit? Tentu saja sedikit berbelit tapi itu semua sebanding dengan kepastian standar Sertifikat Pangan Organik. Dengan demikian kita sebagai konsumen bisa merasa lebih tenang.

Jika Sahabat Wirausaha merasa artikel ini bermanfaat, yuk bantu sebarkan ke teman-teman lainnya. Jangan lupa untuk like, share, dan berikan komentar pada artikel ini.