Strategi Pemasaran Neuromarketing – Sahabat Wirausaha, apakah kamu pernah mendengar tentang neuromarketing? Ilmu pemasaran satu ini mungkin belum terlalu familiar di telinga kita, namun tanpa disadari kita sudah sering mengimplementasikannya. Neuromarketing merupakan salah satu strategi pemasaran yang menggabungkan antara dua keilmuan, yaitu neuroscience (ilmu saraf) dan marketing (ilmu pemasaran).

Ilmu ini digunakan untuk memprediksi perilaku pengambilan keputusan konsumen. Bahkan menurut studi, ilmu neuromarketing dapat digunakan untuk memanipulasi perilaku konsumen sehingga mereka akan membeli produk kita. Lalu, bagaimana ya cara mengimplementasikan ilmu ini pada bisnis kita? Tools apa saja yang dapat digunakan untuk menunjang implementasi neuromarketing? Untuk lebih jelasnya, yuk kita pelajari tentang neuromarketing pada artikel ini!


Apa itu Neuromarketing?

Selama beberapa dekade, industri bisnis telah mencoba untuk memahami perilaku konsumen melalui cara riset pasar tradisional seperti focus group discussion atau wawancara personal untuk mengetahui keinginan konsumen. Sayangnya, melalui cara ini konsumen tidak selalu bisa mengartikulasikan perasaan mereka yang sebenarnya, sehingga metode ini tidak selalu efektif untuk digunakan. 

Sebuah solusi muncul dari bidang kedokteran, di mana terdapat disiplin ilmu saraf atau neuroscience yang dapat mengungkapkan apa yang tidak terlihat oleh riset pasar tradisional. Ilmu ini memungkinkan pelaku bisnis untuk melihat ke dalam pikiran, pikiran, dan perasaan bawah sadar konsumen. Dalam perkembangannya, kemudian banyak pebisnis menggunakan neuroscience untuk menciptakan teknik pemasaran baru bernama neuromarketing

Baca Juga: Bisnis Sedang Lesu? Coba 4 Tips Digital Marketing Ampuh Ini

Neuromarketing merupakan sebuah ilmu gabungan antara pemasaran, psikologi, dan saraf, yang  mempelajari bagaimana pikiran seseorang ketika mereka merespon iklan dan pesan yang disampaikan oleh suatu merek. Menurut Dr. dr. Asra Al Fauzi, Sp. BS, Subsp. N-Vas (K), SE, MM, FICS, FACS, IFAANS, konsep dasar neuromarketing adalah mengandalkan rangsangan sensorik yang muncul ketika seseorang melihat visual pemasaran tertentu berupa nama, merek, iklan, dan logo dari suatu produk. Visual pemasaran inilah yang akan membangkitkan reaksi di pikiran konsumen, sehingga mereka mempunyai respons atau emosi yang berkaitan dengan keputusan pembelian.


Fungsi dan Keuntungan Implementasi Neuromarketing

Secara umum, fungsi dari neuromarketing adalah untuk membuat dan meningkatkan efektivitas iklan, mengidentifikasi produk atau layanan mana yang menarik bagi kelompok demografis tertentu, dan membantu perusahaan memahami produk mana yang populer di kalangan konsumen. Berikut adalah beberapa keuntungan penggunaan neuromarketing :

  1. Mendapatkan pandangan yang lebih terperinci tentang perilaku konsumen dibandingkan dengan riset pasar tradisional.
  2. Mendapatkan review jujur dari konsumen, karena mereka tidak bisa berbohong dengan teknik pemindaian otak neuromarketing. 
  3. Mengungkap keinginan pikiran bawah sadar konsumen yang mungkin tidak diingat oleh kesadaran mereka pribadi.
  4. Mengetahui keinginan konsumen secara tepat, sehingga menghemat biaya riset.

Cara Kerja dan Alat yang Digunakan Dalam  Neuromarketing

Neuromarketing bekerja dengan mengukur sinyal fisiologis dan saraf konsumen untuk mendapatkan pengetahuan tentang motivasi, preferensi, dan keputusan mereka. Pengetahuan inilah yang akan diolah menjadi ide untuk pembuatan iklan kreatif, pengembangan produk, penetapan harga, dan pemasaran lainnya. Dua alat utama yang digunakan adalah:

1. Functional Magnetic Resonance Imaging (fMRI)

Pemindaian saraf otak menggunakan metode fMRI mampu memantau aktivitas otak secara mendalam di bagian subkortikal otak dengan mengukur aliran darah ketika konsumen merespons suatu visual atau audio. Di sisi lain, neuromarketing juga dapat dimanfaatkan untuk menimbulkan rasa takut pada konsumen. Contohnya adalah seperti perusahaan anti-virus yang menimbulkan rasa takut kepada konsumennya jika tidak segera memasang anti virus tersebut.

2. Electroencephalogram (EEG)

Pemindaian saraf otak dengan metode EEG menggunakan sensor yang ditempatkan di kulit kepala konsumen untuk melacak perubahan aktivitas otak dalam sepersekian detik. Metode ini mampu melacak emosi yang meliputi nafsu, amarah, dan gembira pada seseorang. Walau begitu, EEG tidak mampu memberikan informasi secara detail terkait bagian otak yang lebih dalam, sehingga metode ini kurang akurat jika dibandingkan dengan fMRI.

Selain metode pengukuran menggunakan pemindaian saraf otak, terdapat juga alat untuk mengukur aktivitas otak secara fisiologis. Beberapa contoh alat tersebut antara lain sebagai berikut:

  • Pelacakan mata, dilihat dari lamanya konsumen memusatkan pandangannya ke suatu titik pada jangka waktu tertentu.
  • Tingkat gairah, diukur dari kecepatan detak jantung, laju pernapasan, konduktivitas kulit, dan pelebaran pupil.
  • Pembacaan ekspresi wajah, diukur dari gerakan otot halus dari ekspresi wajah seseorang untuk mengukur respons emosional mereka terhadap sesuatu.

Baca Juga: Strategi Stealth Marketing, Teknik Pemasaran Unik yang Ciptakan Pengalaman Berkesan Bagi Pelanggan


Contoh Implementasi Neuromarketing Pada Bisnis

Sejak dikenalkannya teknik neuromarketing pada tahun 2002 oleh Profesor Ale Smidts, banyak industri yang sudah mengimplementasikan teknik ini kedalam bisnis mereka. Beberapa contoh dibawah ini juga bisa kamu implementasikan ke bisnis kita lho Sahabat Wirausaha! Ini dia contoh perusahaan-perusahaan yang telah mengimplementasikan teknik neuro marketing:

1. Google

Melalui neuromarketing dan pengujian A/B Testing, Google dapat mengidentifikasi bahwa sebagian besar penggunanya lebih banyak meng-klik suatu tautan jika warnanya adalah biru keunguan.  Pengguna yang memilih untuk mengklik tautan berdasarkan warna tidak melakukannya secara sadar, melainkan keputusan tersebut merupakan hasil dari peran bawah sadar mereka dalam memutuskan. Berdasarkan hasil ini, Google melakukan perubahan kecil pada warna yang digunakan hingga menghasilkan peningkatan pendapatan iklan sebesar USD 200 juta (Rp2,98 miliar).

2. Coca Cola

Dalam sebuah iklannya, Coca Cola menampilkan seseorang yang meminum produk tersebut sambil menunjukkan kesegaran yang dialaminya. Hal ini membuat audiens juga akan merasa haus dan tersugesti untuk turut mengkonsumsi Coca Cola. Ilustrasi kesegaran yang diberikan ini secara tidak langsung mampu memikat pelanggan untuk mengkonsumsi produk yang diiklankan.

3. Frito-Lay

Saat melakukan rebranding, Frito-Lay menggunakan teknik neuromarketing menggunakan metode FMRI untuk mengetahui dan memahami respons otak konsumen wanita mereka. Dari hasil riset ini diketahui bahwa wanita memiliki pusat komunikasi yang lebih berkembang, sehingga mereka dapat memecah pesan iklan yang rumit dengan lebih mudah. Wanita juga memiliki aktivitas tinggi di bagian Korteks Cingulate Anterior yang terkait dengan kegiatan pengambilan keputusan dan rasa bersalah. 

Oleh karena itu, wanita lebih cenderung mengalami rasa bersalah daripada pria dan selektif dalam memilih camilan. Mereka ingin mendapatkan camilan yang sehat dan Frito-Lay memberikan hal ini kepada para wanita. Setelah rebranding, produk Frito-Lay diiklankan sebagai produk yang menggunakan rempah-rempah dan bahan-bahan sehat.

4. Hyundai

Hyundai melakukan studi neuromarketing EEG pada 15 pria dan wanita di tahun 2011 untuk memahami apa yang sebenarnya konsumen inginkan dan jenis mobil seperti apa yang mereka sukai, yang akan mengarahkan mereka untuk membeli produk tersebut. Studi yang dilakukan ini menggunakan rangsangan dari tiga segi, yaitu secara umum, perasaan, dan pikiran. 

Secara sederhana, Hyundai memperlihatkan adanya bagian yang berbeda pada mobil keluaran terbaru mereka. Ketika terdapat perbedaan yang membuat konsumen merasa tidak nyaman, maka Hyundai dapat memperbaikinya. Hasil dari studi ini adalah konsumen menginginkan perubahan pada eksterior mobil dan Hyundai melakukan perubahan tersebut, yang kemudian berujung pada peningkatan penjualan.

Baca Juga: Mengenal Interactive Marketing - Pengertian, Manfaat, Jenis, dan Contoh untuk UMKM


Penerapan Neuromarketing pada Bisnis UMKM

Lalu, bagaimana contoh neuromarketing saat diimplementasikan di Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM)? Kita dapat mengimplementasikan teknik yang diterapkan oleh Frito-Lay, dimana menggunakan rasa bersalah pelanggan yang ingin hidup sehat sehingga selektif dalam membeli camilan agar membeli produk kita yang dipasarkan sebagai produk sehat. 

Contoh lainnya adalah jika kita menjual produk wangi-wangian, selain membuat dekorasi tempat yang indah kita juga dapat menambahkan aroma wangi-wangian yang menyenangkan di ruangan, sehingga mempengaruhi indera milik pelanggan dan menambah poin konsiderasi pembelian.

Bagaimana Sahabat Wirausaha, ilmu neuromarketing ini menarik bukan untuk dipelajari? Aplikasi neuromarketing pada berbagai macam industri memunculkan peluang sekaligus tantangan baru. Dahulu saat pertama kali dikenalkan, neuromarketing memicu kontroversi di beberapa kalangan karena adanya “permainan” otak yang membuat keputusan pembelian. Tapi tenang saja Sahabat Wirausaha, saat ini neuromarketing sudah diterima dan terbukti mampu meningkatkan efektivitas pemasaran lho!

Walau begitu, perlu dicatat bahwa pendekatan neuromarketing tidak dapat diterapkan untuk semua produk. Pendekatan neuromarketing mungkin tidak terlalu efektif jika digunakan untuk memasarkan produk kebutuhan primer. Hal ini dikarenakan pada pengambilan keputusan untuk membeli kebutuhan primer, konsumen cenderung lebih termotivasi oleh harga daripada visualisasi tertentu. Aplikasikanlah pendekatan konsumen yang paling tepat supaya hasil yang didapatkan juga maksimal ya, Sahabat Wirausaha.

Jika merasa artikel ini bermanfaat, yuk bantu sebarkan ke teman-teman Anda. Jangan lupa untuk like, share, dan berikan komentar pada artikel ini ya Sahabat Wirausaha.

Sumber:

  1. Harvard Business Review, 2019
  2. Builtin, 2023
  3. PRable, 2021
  4. Lee, N., Broderick, A.J. and Chamberlain, L. (2007) ‘What is “neuromarketing”? A discussion and agenda for future research’, International Journal of Psychophysiology, 63(2), pp. 199–204. doi:10.1016/j.ijpsycho.2006.03.007.
  5. Fauzi, A.A. and Riyanto, E.A. (2022) ‘Neuromarketing: The philosophy and culture of consumerism in Indonesia’, Malaysian Journal of Social Sciences and Humanities (MJSSH), 7(1), pp. 325–334. doi:10.47405/mjssh.v7i1.1237.