Bisnis Warung Sembako – Sahabat Wirausaha, siapa bilang buka warung sembako itu usaha kecil yang untungnya tak menjanjikan? Justru di tengah naik-turunnya harga kebutuhan pokok, usaha ini jadi salah satu yang terus tumbuh. Menurut data BPS pada Maret 2025, konsumsi rumah tangga di sektor makanan dan minuman jadi penyumbang terbesar pengeluaran masyarakat Indonesia, yaitu mencapai 47,89% dari total pengeluaran. Artinya, produk-produk seperti beras, minyak, mie instan, gula, telur, sabun, hingga deterjen akan selalu dicari setiap hari.
Nah, warung sembako menjawab kebutuhan itu. Tapi sebelum kamu terjun ke bisnis ini, yuk kita bahas lebih dulu soal bisnis warung sembako, potensi keuntungannya, dan kapan bisa balik modal. Yuk, simak sama-sama!
Modal Awal Bisnis Warung Sembako
Menurut Kompas.com (2024), modal bisnis warung sembako skala kecil saat ini berkisar antara Rp10 juta hingga Rp25 juta, tergantung lokasi dan kelengkapan produk. Sementara berdasarkan riset Katadata, 70% pelaku warung sembako memulai usahanya dengan modal pribadi di bawah Rp20 juta. Sesuai perkiraan tersebut, memulai bisnis warung sembako perlu menyiapkan dua jenis modal, yaitu :
- Modal tetap: untuk beli rak, etalase, timbangan, dan alat-alat yang tidak habis pakai
- Modal kerja: untuk stok barang dagangan dan biaya operasional awal
Berikut adalah simulasi sederhana yang bisa kamu jadikan acuan awal :
Komponen |
Estimasi Biaya |
Sewa tempat (per tahun) |
Rp 6.000.000 |
Etalase dan rak |
Rp 2.500.000 |
Timbangan digital/manual |
Rp 500.000 |
Peralatan tambahan (lampu, kipas, dll) |
Rp 500.000 |
Stok awal barang dagangan |
Rp 12.000.000 |
Total modal awal: Rp 21.500.000
Kalau pun ada keperluan biaya renovasi, misalnya membuat sekat dinding, pintu geser luar warung, upayakan agar dana yang diperlukan tidak lebih dari Rp6 juta. Memulai bisnis dengan modal kecil perlu selalu diutamakan, pengembangan berikutnya bisa dilakukan sambil jalan.
Estimasi Pendapatan Bulanan: Studi Kasus Warung Ibu Lina
Sahabat WIrausaha, mari kita lihat simulasi dari sebuah kasus yang cukup umum terjadi di lapangan. Sebut saja Warung Ibu Lina, sebuah warung kecil yang berlokasi di dalam kompleks perumahan padat di wilayah Bekasi. Warung ini beroperasi setiap hari mulai pukul 6 pagi hingga 9 malam, melayani kebutuhan harian warga sekitar tanpa henti.
Produk yang dijual Ibu Lina mencakup sembako standar seperti beras, gula pasir, minyak goreng, mie instan, telur, sabun, hingga kebutuhan lain seperti rokok, air mineral, dan jajanan ringan. Berkat kelengkapan produk dan kedekatannya dengan pelanggan, warung tersebut mampu menarik cukup banyak pembeli dalam sehari.
Berdasarkan catatan manual Ibu Lina, jumlah pelanggan yang datang setiap hari rata-rata berkisar antara 50 hingga 60 orang. Jika setiap pelanggan melakukan pembelian dengan rata-rata transaksi senilai Rp20.000, maka omzet harian yang didapatkan bisa mencapai sekitar Rp1.200.000. Sehingga inilah angka perkiraan omzetnya :
- Omzet harian = 60 orang x Rp 20.000 = Rp 1.200.000
- Omzet bulanan = Rp 1.200.000 x 30 = Rp 36.000.000
Tapi perlu diingat, omzet bukanlah keuntungan bersih. Ada biaya pembelian barang (harga kulakan), listrik, transportasi, hingga tenaga kerja kalau kamu dibantu orang lain.
Struktur Biaya Bulanan : Berapa Pengeluaran Rutin Bisnis Warung Sembako?
Struktur biaya bulanan mencakup semua pengeluaran rutin untuk menjalankan warung, seperti belanja ulang stok, listrik, dan transportasi. Memahami struktur ini penting agar pelaku usaha tahu berapa biaya yang harus ditutup sebelum mendapat keuntungan.
Jika pemilik warung ingin lebih profesional mengelola warungnya, ada baiknya terapkan juga sistem upah harian untuk diri sendiri atau keluarga yang bantu jaga warung. Misalnya, Rp40 ribu per hari atau Rp1.200.000. Dengan asumsi tersebut, berikut perkiraan pengeluaran bulanan Warung Ibu Lina:
Jenis Biaya |
Estimasi Bulanan |
Modal kulakan ulang (stok) |
Rp 27.000.000 |
Listrik dan air |
Rp 300.000 |
Transportasi (ambil barang) |
Rp 300.000 |
Biaya tak terduga |
Rp 200.000 |
Biaya Internet |
Rp 200.000 |
Biaya Tenaga Kerja |
Rp.1.200.000 |
Total biaya operasional: Rp 29.200.000
Keuntungan dan Profit Margin : Berapa Banyak Yang Bisa Kamu Dapat?
Omzet bulanan Warung Ibu Lina diperkirakan mencapai Rp36.000.000. Setelah dikurangi biaya operasional sebesar Rp29.200.000, tersisa laba bersih sekitar Rp6.800.000 per bulan. Berikut perhitungan lengkapnya :
- Laba bersih per bulan: Rp 6.800.000
- Profit margin = (Rp 6.800.000/Rp 36.000.000) x 100 = 18%
Ini termasuk margin yang sehat untuk bisnis ritel harian. Umumnya, margin ideal warung sembako berada di kisaran 15-25%. Kalau kamu pintar memilih supplier murah, bisa lebih tinggi lagi.
Payback Period: Kapan Modal Kembali?
Masih menggunakan studi kasus Warung Sembako Ibu Lina, maka kita bisa menggunakan simulasi data berikut:
- Modal bisnis warung sembako awal: Rp 21.500.000
- Laba bersih bulanan: Rp 6.800.000
Balik modal = Rp 21.500.000 / Rp 6.800.000 = ± 3,1 bulan
Artinya, Ibu Lina bisa menutup seluruh biaya investasi awal hanya dalam waktu 3 bulan saja. Ini waktu yang sangat cepat dalam dunia usaha.
Namun, jika ingin menggunakan perhitungan yang lebih hati-hati dan realistis, misalnya dengan asumsi laba bersih hanya Rp5.000.000 per bulan, maka waktu yang dibutuhkan untuk balik modal akan sedikit lebih lama, yaitu sekitar 4 hingga 5 bulan.
Balik modal = Rp 21.500.000 / Rp 5.000.000 = ± 4,3 bulan
Bahkan untuk ukuran perhitungan realistis, waktu balik modal ini masih tergolong sangat cepat. Banyak jenis usaha lain yang bahkan butuh lebih dari 12 bulan untuk balik modal.
Menghitung Return on Investment (ROI) Bisnis Warung Sembako
Setelah membahas estimasi omzet dan laba bersih per bulan, kini saatnya kita melihat seberapa besar keuntungan yang diperoleh jika dibandingkan dengan jumlah modal awal yang dikeluarkan. Untuk itu, kita menggunakan metode pengukuran yang disebut Return on Investment atau ROI.
Secara sederhana, ROI adalah indikator yang digunakan untuk mengukur tingkat pengembalian dari sebuah investasi. Dengan kata lain, ROI menunjukkan seberapa besar keuntungan yang diperoleh dari modal yang telah dikeluarkan, biasanya dalam bentuk persentase. Semakin tinggi angka ROI, semakin tinggi pula tingkat keuntungan usaha tersebut dibandingkan nilai investasinya.
Rumus Dasar ROI
ROI (%) = (Total Keuntungan Bersih ÷ Total Modal Investasi) x 100
Keterangan:
- Total Keuntungan Bersih adalah laba akumulasi selama periode tertentu (biasanya dalam satuan tahunan).
- Total Modal Investasi adalah seluruh biaya yang dikeluarkan pada awal usaha (modal awal).
Mari kita aplikasikan rumus di atas ke dalam studi kasus Warung Ibu Lina. Seperti yang telah dibahas sebelumnya, warung ini memiliki estimasi laba bersih bulanan sebesar Rp6.800.000. Modal awal yang dikeluarkan oleh Ibu Lina untuk memulai usaha adalah sebesar Rp21.500.000.
ROI Tahun Pertama
Langkah pertama adalah menghitung total laba bersih selama 1 tahun:
- Laba Bersih Tahunan = Rp6.800.000 x 12 bulan = Rp81.600.000
Berdasarkan laba bersih, maka ROI dari Warung Sembako Ibu Lina adalah:
- ROI = (Rp81.600.000 ÷ Rp21.500.000) x 100 = 379,5%
Artinya, dalam satu tahun, keuntungan bersih yang diperoleh Ibu Lina hampir 3,7 kali lipat dari modal awalnya. Ini adalah ROI yang sangat tinggi dan mencerminkan bahwa bisnis warung sembako memiliki potensi pengembalian modal yang cepat dan menguntungkan.
- ROI Tahun Kedua (dengan asumsi pertumbuhan laba 10%)
Kita asumsikan pada tahun kedua, usaha Ibu Lina mengalami pertumbuhan laba bersih sebesar 10%. Maka perhitungannya menjadi:
- Laba Bersih Tahun ke-2 = Rp81.600.000 + (10% x Rp81.600.000) = Rp89.760.000
Lalu kita hitung ROI kumulatif selama dua tahun:
- Total Laba Bersih 2 Tahun = Rp81.600.000 + Rp89.760.000 = Rp171.360.000
- ROI 2 tahun = (Rp171.360.000 ÷ Rp21.500.000) x 100 ≈ 797%
Dengan demikian, selama dua tahun, Ibu Lina mendapatkan laba bersih hampir 7,9 kali lipat dari modal yang ia keluarkan di awal mendirikan bisnis.
-
ROI Tahun Ketiga (asumsi pertumbuhan konsisten 10%)
Menggunakan asumsi pertumbuhan yang sama di tahun ketiga:
- Laba bersih tahun ke-3 = Rp89.760.000 + (10% x Rp89.760.000) = Rp98.736.000
- Total laba 3 tahun = Rp81.600.000 + Rp89.760.000 + Rp98.736.000 = Rp270.096.000
- ROI 3 tahun = (Rp270.096.000 ÷ Rp21.500.000) x 100 ≈ 1.256%
Angka ROI sebesar 1.256% dalam tiga tahun menunjukkan bahwa bisnis warung sembako tidak hanya mampu mengembalikan modal dalam waktu singkat, tetapi juga mampu menghasilkan keuntungan yang sangat besar jika dikelola dengan baik dan konsisten.
Angka-angka di atas menunjukkan bahwa modal bisnis warung sembako sebesar Rp21,5 juta tidak hanya bisa kembali dalam waktu kurang dari 6 bulan, tetapi juga bisa menghasilkan pengembalian investasi hingga hampir 13 kali lipat dalam waktu tiga tahun. Dibandingkan dengan menabung di bank atau berinvestasi di deposito dengan bunga 3–4% per tahun, jelas usaha ini memiliki prospek finansial yang jauh lebih tinggi—tentu saja dengan risiko dan tantangan khas sektor UMKM
Sahabat Wirausaha, menjalankan warung sembako bukan cuma soal jualan barang kebutuhan harian. Jika bisa dirancang dengan perhitungan yang matang, bisnis ini bisa jadi mesin uang yang stabil dan tahan krisis. Dengan modal bisnis warung sembako sekitar Rp20 jutaan, kamu sudah bisa mulai usaha yang berpotensi balik modal dalam waktu kurang dari 6 bulan.
Referensi:
- BPS – Statistik Konsumsi Rumah Tangga 2025
- Kompas.com – Rincian Modal bisnis warung sembako
- Majoo.id – Strategi UMKM Bertahan di Tengah Gempuran Minimarket
- Tokopedia Seller – Tips Berjualan Produk Sembako
- Katadata.co.id – Riset Konsumsi Kebutuhan Pokok Masyarakat