
Halo sahabat! Tak sedikit wirausaha orang Indonesia ini memulai dan jalankan kerjasama bisnis hanya bermodal “percaya”, atau, “ikuti firasat atau intuisi”.
Awalnya semua tampak baik-baik saja: sama-sama butuh, sama-sama semangat, sama-sama yakin usaha akan berjalan lancar, dan, sama-sama gak mau ribet!
“Udahlah, jalanin aja dulu, ribet ah pakai kontrak-kontrak segala”, gumam mereka.
Namun, masalah sering muncul bukan di awal, melainkan ketika usaha mulai berjalan. Beberapa kasus yang sering terjadi di lapangan antara lain:
- Hutang piutang yang awalnya “santai” berubah menjadi konflik karena tidak jelas apakah itu pinjaman atau investasi
- Investor merasa “hanya bagi hasil kecil”, sementara UMKM merasa “sudah kerja mati-matian”
- Kerjasama patungan yang berujung putus hubungan karena kontribusi masing-masing pihak tidak pernah dirinci
- Sengketa bisnis yang akhirnya masuk jalur hukum, padahal sejak awal niatnya ingin saling membantu
Masalah-masalah tersebut umumnya bukan karena niat buruk, tetapi karena perjanjian bisnis tidak ditata dengan jelas sejak awal. Di sinilah pentingnya memahami dan menggunakan akad kerjasama bisnis, khususnya akad syariah yang menekankan prinsip keadilan, kejelasan, dan saling ridha.
Baca juga: Contoh Bisnis Syariah di Indonesia: Menggapai Berkah, Membangun Ekonomi Umat
Mengapa Akad Syariah Relevan untuk Kerjasama UMKM?
Akad syariah sering dipersepsikan hanya relevan untuk perbankan. Padahal, dalam praktiknya, akad syariah justru sangat aplikatif untuk UMKM, karena:
- Memberi skema atau kerangka kerjasama yang jelas
- Menekankan kejelasan garis batas peran (tanggungjawab) dan penanggungan risiko para pihak yang terlibat.
- Menghindari praktik yang merugikan salah satu pihak
- Tidak berbasis bunga (yang bersifat tetap, bagaimana pun kondisi usaha), tetapi berbasis hasil capaian aktivitas usaha
- Bisa digunakan atau relevan untuk ragam konteks kerjasama, baik yang jangka pendek, project-based, maupun jangka panjang
Dengan memilih akad yang tepat, UMKM dan mitranya dapat menyepakati sejak awal:
- Apakah dana itu modal usaha atau pinjaman
- Dari mana sumber keuntungan dibagi
- Siapa menanggung risiko jika usaha tidak berjalan sesuai rencana
Berikut ini adalah 5 jenis akad syariah yang paling relevan untuk menata kerjasama bisnis UMKM secara adil dan saling menguntungkan.
1. Mudharabah: Ketika Modal dan Keahlian Bertemu
Mudharabah adalah akad kerjasama antara pemilik modal (shahibul maal) dan pengelola usaha (mudharib). Dalam akad ini terdapat garis batas pembagian peran yang jelas, dimana UMKM bertindak sebagai pengelola usaha karena keahliannya, sementara mitra menyediakan modal karena kepemilikan dananya.
Akad ini cocok ketika:
- UMKM punya keahlian dan pasar
- Mitra punya dana, tetapi tidak terlibat operasional
Contoh praktiknya adalah pembukaan cabang baru usaha UMKM dengan pendanaan dari investor. Bagi hasil dihitung hanya dari kinerja cabang tersebut, bukan dari keseluruhan bisnis UMKM.
2. Musyarakah: Usaha Patungan yang Fleksibel
Musyarakah adalah akad kerjasama di mana semua pihak menyertakan modal, baik dalam bentuk uang, aset, tempat usaha, brand, jaringan, maupun keahlian yang dinilai.
Akad ini paling fleksibel dan paling sering digunakan untuk:
- Usaha patungan
- Joint venture
- Project-based partnership
Yang terpenting dalam musyarakah adalah kontribusi masing-masing pihak dijelaskan secara rinci sejak awal, sehingga tidak ada pihak yang merasa “lebih dirugikan”.
3. Murabahah: Solusi Pembiayaan Aset Produktif UMKM
Murabahah adalah akad jual beli di mana harga pokok dan margin keuntungan disepakati di awal, lalu dibayar secara cicilan.
Akad ini cocok ketika UMKM:
- Membutuhkan mesin, alat produksi, bahan baku, atau kemasan
- Ingin kepastian cicilan tanpa fluktuasi
Berbeda dengan bunga, margin murabahah tidak berubah, sehingga memudahkan UMKM menyusun arus kas.
4. Salam dan Istishna: Untuk Modal Produksi dan Pelayanan Pre-Order
Akad Salam dan Istishna digunakan untuk pembelian barang dengan pembayaran di muka dan penyerahan di kemudian hari.
- Salam: pembayaran dilakukan lunas di awal
- Istishna: pembayaran dapat dilakukan bertahap sesuai progres produksi
Akad ini sangat relevan untuk:
- Pertanian dan perikanan
- Produksi manufaktur UMKM
- Pre-order produk ekspor
Kunci dari akad ini adalah spesifikasi barang dan termin pembayaran harus sangat jelas.
5. Memilih Akad yang Tepat: Jangan Asal Campur
Kesalahan umum yang sering terjadi adalah mencampuradukkan konsep:
- Pinjaman diperlakukan seperti investasi, dimana pemberi pinjaman jadi terlalu ikut campur urusan internal bisnis UMKM
- Investasi tapi maunya “pasti untung”. Berbeda dengan pinjaman, investasi adalah jenis akad yang turut berbagi risiko kerugian (siap untung lebih besar, tapi risiko ruginya juga ada).
- Kerjasama patungan tapi hanya satu pihak yang menanggung risiko.
Akad syariah membantu menata kerjasama agar:
- Risiko dibagi secara adil.
- Tidak ada pihak yang “diperas secara halus”.
- Hubungan bisnis tetap sehat meski usaha menghadapi tantangan.
- Mencegah terjadinya “prasangka buruk” akibat praduga-praduga yang muncul akibat ketidakjelasan aturan main atau skema kerjasama di awal sebelum tandatangan perjanjian.
Banyak sengketa terjadi sebenarnya bukan karena niat jahat (mens rea), melainkan karena “prasangka buruk” yang menumpuk akibat komunikasi yang buruk. Perjanjian bisnis dengan akad yang jelas, adalah medium komunikasi terpenting dalam menjalin kerjasama bisnis, jadi, jangan anggap remeh, ya! Wirausaha yang mau naik kelas, gak boleh malas buat dan baca kontrak!
Baca juga: Peluang Bisnis Syariah: Meraup Cuan Berkah di Tengah Tren Halal yang Meningkat
Tabel Perbandingan Akad Syariah untuk Kerjasama UMKM
| Jenis Akad | Definisi | Ciri Utama | Contoh Praktik |
| Mudharabah | Kerjasama bisnis antara pemilik modal (Shahibul Maal) dan pengelola usaha (Mudharib), di mana pengelola menjalankan usaha tanpa menyertakan modal. |
• Modal 100% dari investor • Pengelola tidak menyetor modal • Keuntungan dibagi berdasarkan nisbah yang disepakati (misalnya 50:50, 60:40, 70:30) • Kerugian ditanggung pemilik modal, kecuali akibat kelalaian pengelola |
Investor mendanai pembukaan cabang baru rumah makan UMKM, mencakup biaya sewa, peralatan, dan modal kerja awal. Bagi hasil dihitung hanya dari profit cabang tersebut, bukan dari keseluruhan bisnis UMKM yang memiliki beberapa cabang. |
| Musyarakah | Kerjasama usaha patungan di mana semua pihak menyertakan modal, baik dalam bentuk uang, aset, keahlian, brand, jaringan, atau sumber daya lainnya sesuai kesepakatan. |
• Modal dapat berupa uang, aset, keahlian (yang dinilai) • Keuntungan dibagi sesuai kesepakatan• Kerugian dibagi sesuai porsi kontribusi modal • Sangat fleksibel dan perlu dikustomisasi dalam kontrak |
Dua mitra mendirikan PT joint venture usaha kuliner, dengan kepemilikan saham sesuai kontribusi modal. Atau patungan mengerjakan project tertentu seperti event, pengadaan B2B, cabang restoran, kolam ternak ikan, atau usaha di lokasi spesifik. |
| Murabahah | Akad jual beli barang/jasa berjangka, di mana harga pokok dan margin keuntungan disepakati di awal, lalu dibayar secara cicilan. |
• Ada barang/jasa yang jelas objeknya • Harga pokok dan margin transparan • Cicilan tetap selama jangka waktu tertentu • Bukan bunga, tetapi margin jual beli |
UMKM ingin membeli mesin, bahan baku, atau kemasan. Pemberi pembiayaan membeli barang tersebut, lalu menjual kembali kepada UMKM dengan cicilan tetap sesuai jangka waktu dan margin yang disepakati. |
| Salam / Istishna | Akad pembelian barang dengan pembayaran di muka dan penyerahan barang di kemudian hari. Pada Salam pembayaran lunas di awal, pada Istishna pembayaran bisa bertahap. |
• Spesifikasi barang harus sangat jelas • Dana digunakan khusus untuk memproduksi barang yang dipesan • Skema termin pembayaran dan kondisi tiap termin dijelaskan rinci |
Pembiayaan modal tanam komoditas pertanian yang sudah memiliki kontrak pembeli. Atau pre-order produk UMKM untuk ekspor, dengan skema DP dan termin sesuai progres produksi dan pengiriman. |
Baca juga: Apa Itu Maysir? Memahami Larangan Judi dalam Perspektif Ekonomi Syariah
Penutup: Akad yang Tepat, Bisnis Lebih Sehat
Sahabat Wirausaha,
akad bukan sekadar istilah hukum atau syariah. Akad atau perjanjian kerjasama adalah medium komunikasi atau alat untuk menyamakan persepsi, melindungi hubungan bisnis, mengurangi risiko prasangka buruk, dan menjaga keadilan bagi semua pihak.
Dengan memilih akad yang tepat sejak awal, UMKM tidak hanya membangun usaha yang tumbuh, tetapi juga relasi bisnis yang sehat, berkelanjutan, dan minim konflik. Pikiran dan perasaan kita pun bisa fokus jalankan bisnis dengan tenang dan senang.
Gimana, artikel ini bermanfaat, gaki? Jika ya, tolong bantu share atau bagikan artikel ini ke Sahabat Wirausaha lainnya ya! Agar semakin banyak yang orang mengetahui soal jenis-jenis akad syariah untuk perjanjian kerjasama bisnis ini, dan bisa menghindari risiko konflik bisnis yang sesungguhnya sangat bisa dicegah!
Mau dapatkan newsletter rangkuman informasi dan pengetahuan mingguan? Silakan gabung juga jadi member komunitas kami, daftarnya disini ya: ukmindonesia.id/registrasi .
Salam naik kelas!









