Sumber gambar : https://lh3.googleusercontent.com/p/AF1QipPwzq2Lx_...0
Siapa yang tak kenal dengan Jamu? Minuman herbal dengan racikan tradisional khas Nusantara ini sudah lama dipercaya mampu meningkatkan imunitas dan mengobati berbagai macam penyakit. Sayangnya, kepopuleran Jamu di kalangan anak muda saat ini kalah jauh dengan berbagai minuman masa kini. Banyak generasi muda memandang jamu sebagai minuman orang-orang tua dan tidak berminat menyesapnya.
Meski begitu, UKM Djampi Sayah yang dimotori oleh Tri Wulandari, seorang pecinta jamu, mampu membalikkan pandangan tersebut. Di tangannya, jamu tradisional dikemas dalam kemasan botol kaca yang cantik dan tampilan modern. Meski jangkauan pasarnya masih terbatas, Wulandari mampu mengingatkan kita mengenai khasiat serta keunggulan jamu tradisional lewat promosi dan kualitas yang ciamik.
Sumber gambar : https://lh3.googleusercontent.com/p/AF1QipO2p_LVHT...
Jamu Tradisional, Minuman Khas Indonesia Yang Mulai Terlupakan
Tri Wulandari lahir dan besar di Wonogiri, kota di mana beberapa industri jamu paling maju di Indonesia tumbuh dan bersaing di pasar nasional. Dua di antaranya adalah PT. Air Mancur dan PT. Deltomed yang meluncurkan produk-produk herbal ternama, seperti Jamu Tujuh Angin, Selapan Bersalin, Antangin, hingga Rapet Wangi. Di sana, banyak pula pengrajin jamu level industri kecil serta menengah yang merantau ke luar daerah dan menjadi eksis di kota-kota besar. Karenanya, tak heran jika sejak masa kecilnya, jamu sudah menjadi salah satu wedangan favorit Wulan.
Baca Juga : Potensi Ekspor Suplemen Kesehatan Herbal (Jamu)
Sebagai seorang putri asli Jawa Tengah yang merantau ke Jakarta, Wulan pun tumbuh menjadi seorang wanita pekerja keras dan mandiri. Ia juga menyukai tantangan baru dan selalu mencari kesempatan untuk terus mengembangkan diri. Latar belakangnya yang erat dengan dunia jamu dan racikan herbal, membuatnya tertarik dengan peluang bisnis di kategori tersebut. “Karena melihat peluang yang bagus di sekitar lingkungan tempat tinggal, akhirnya saya memutuskan untuk memulai bisnis jamu di sini, daerah Penggilingan, Jakarta Timur,” jelas Wulan.
Di Nusantara, produk jamu sudah ada sejak lama dan resepnya kerap diwariskan secara turun temurun. Namun saat ini eksistensinya sedikit terpinggirkan seiring lunturnya budaya jamu di kalangan anak muda, khususnya pada generasi milenial. Kebanyakan dari mereka kerap menganggap jamu sebagai minuman kuno yang pahit dan tidak enak. “Tapi kami ingin mengenalkan jamu kembali sebagai minuman kesehatan dan perawatan kecantikan, sekaligus immunity herbal drink,” papar Wulan.
Baca Juga: Tips Melakukan Riset Pasar Bagi UMKM
Ia tak mau jamu dikenal sebagai minuman herbal yang harus dikonsumsi hanya saat sakit atau saat pandemi merebak seperti saat ini. Alih-alih, ia ingin memproyeksikan jamu sebagai minuman sehari-hari yang menjadi lifestyle baru masyarakat Indonesia. Sebab menurut Wulan, sejatinya jamu merupakan warisan budaya bangsa yang sudah semestinya dilestarikan dan menjadi kebanggaan negeri.
“Sehingga ketika ada turis dari mancanegara datang ke Indonesia, mereka tidak hanya tahu tentang wisata Bali, namun juga membeli jamu, minuman rempah khas Indonesia,” tuturnya.
Sumber gambar : https://ukmjuwara.id/ukm/djampi-sayah
Wulan kemudian memberikan nama Djampi Sayah untuk brand miliknya yang menaungi lini produk jamu dengan kemasan modern dan kekinian. Dalam bahasa Jawa, Djampi berarti Jamu atau Pengobatan, sedangkan Sayah berarti Lelah atau Capek. “Kami menyematkan harapan dalam setiap racikan Djampi Sayah untuk bisa menjadi pengobat lelah, immune booster, dan mengubah bad mood menjadi good mood,” papar Wulan dengan tulus.
Baca Juga: Menentukan Unique Selling Proposition
Mulai Beroperasi dan Menjadi Sustainable
Djampi Sayah mulai beroperasi secara offline di tahun 2019, dan mulai memasuki pasar online di tahun 2020. Brand ini muncul dengan konsep yang menarik dan keunggulan tersendiri. Selain disajikan dengan kemasan kekinian, Wulan juga menjamin bahwa produk-produknya murni diproduksi secara organik dan bebas dari bahan pengawet maupun pewarna buatan. “Jamu yang dibeli juga disajikan fresh from the oven, alias dikirim saat masih hangat-hangatnya,” ujar Wulan.
Untuk bahan baku jamu, Wulan memang mendapat pasokan langsung dari para petani lokal di daerah Wonogiri yang kualitas rempahnya terkenal apik. Selain itu, harganya pun terjangkau. Dalam proses pemilihan dan penanaman bahan baku, Wulan sebisa mungkin melibatkan diri langsung ke lapangan. “Bahan rempahnya pun kami tanam sendiri dan diambil dari para petani lokal sehingga terjaga kualitasnya,” jelasnya.
Uniknya, Wulan juga punya cara sendiri untuk menerapkan konsep sustainable dalam proses produksi. Djampi Sayah dikemas dengan botol kaca reusable dan dibungkus menggunakan tote bag yang dibuat dengan eco-friendly material. Tak hanya itu, ia juga menerapkan Return Bottle System, alias Sistem Pengembalian Botol di mana botol kaca jamu dapat dikembalikan dan digunakan kembali oleh tim produksi, seperti halnya sistem tukar galon. Tentunya, botol-botol ini akan dicuci bersih dan melalui proses sterilisasi menggunakan sinar Ultraviolet sebelum digunakan kembali, sehingga aman dari virus dan bakteri penyebab penyakit. “Setiap pengembalian botol kaca akan diberikan diskon untuk belanja jamu di daerah sekitar penggilingan,” ujar Wulan.
Menurut Wulan, konsep ini diadopsinya agar Djampi Sayah menjadi bisnis yang bisa turut berpartisipasi dalam mengurangi sampah plastik untuk lingkungan sekitar. Limbah bekas jamu pun mereka jadikan sebagai pupuk tanaman agar langsung berguna untuk kelestarian alam. “Sebab dalam berbisnis, kita diharapkan tidak hanya mencari cuan semata, namun juga tanggung jawab terhadap lingkungan sekitar. Dari situlah saya ingin mengembangkan bisnis lestari,” ujarnya.
Baca Juga: Ragam Bentuk Pelestarian Lingkungan Untuk UMKM
Rencana Meluaskan Jangkauan Pasar Dengan Jamu Bubuk
Menurut Wulan, masa-masa awal perkenalan produknya berjalan sangat baik. Djampi Sayah disambut hangat oleh tetangga dan kerabat dekatnya yang kemudian turut menjadi pelanggan tetap. Keuntungan yang didatangkan hasil penjualan pun bisa dikatakan cukup besar, mengingat Djampi Sayah merupakan brand yang baru lahir dan berkembang. “Memang dibutuhkan kreatifitas dan inovasi-inovasi baru untuk bisa bersaing dengan penjual jamu lainnya,” ujar Wulan.
Saat ini, jamu botol ready to drink dari Djampi Sayah sudah tersedia di berbagai kanal penjualan online, seperti Tokopedia, GoFood, serta InaProduct. Kepopuleran produk mereka di berbagai platform membantu Djampi Sayah untuk semakin eksis di bisnis minuman tradisional. Konsistensi kualitas dan konsep sustainable yang mereka gunakan pun berperan besar dalam semakin meningkatnya penjualan dua tahun belakangan.
Baca Juga: 10 Wirausaha Inovatif yang Ramah Lingkungan
Meski ingin terus meluaskan jangkauan produk, namun Wulan masih mengalami kendala cukup besar dalam melakukan hal ini. Seperti jamu pada umumnya, daya tahan produk Djampi Sayah hanya berkisar 24 jam dalam suhu ruang. Sementara di dalam kulkas, daya tahannya bisa mencapai 5 - 6 hari, tergantung varian yang dikonsumsi pelanggan. “Jangkauan pasar saat ini maksimal hanya dalam radius 15 kilometer dari lokasi produksi kami, karena memang terkendala daya tahan jamu,” paparnya.
Karena inilah, ke depannya, Wulan juga berniat mengembangkan produk jamu kemasan bubuk agar jangkauan pasar mereka bisa jadi lebih luas. Sebab hingga saat ini, sudah banyak permintaan pemesanan produk dari daerah di luar jangkauan. Ia ingin Djampi Sayah bisa cepat melayani permintaan pasar sembari tetap mengedepankan kualitas jamu miliknya.
“Selama dua tahun ini, pelan-pelan kami mulai berbenah diri dan banyak belajar lagi, sehingga akhirnya nanti omzet kami juga bisa naik secara signifikan,” pungkas Wulan.
Baca Juga : Potensi dan Kendala Ekspor Rempah dan Jamu
Diawali dengan passion, kisah Wulan dan Djampi Sayah adalah bukti nyata bahwa kuliner dan minuman tradisional Nusantara selalu bisa menjadi ide bisnis yang menghasilkan. Bahkan jamu yang sudah mulai terpinggirkan sekalipun akan jadi menarik jika dipromosikan dengan kemasan modern. Tak hanya mengundang cuan, Sahabat Wirausaha bisa juga sekaligus melestarikan budaya lokal. Mengesankan, bukan?
Yuk, sudah saatnya UKM Naik Kelas!
Baca Juga: Jawa Classic, Mengulik Limbah Menjadi Apik dan Menarik
Referensi :
Wawancara langsung dengan Tri Wulandari, Founder sekaligus Owner dari Djampi Sayah, selama bulan Desember 2021.