Desa Wisata Penglipuran - Desa Wisata Penglipuran merupakan salah satu desa wisata yang cukup populer di Bali. Desa ini terletak di Kelurahan Kubu, Kecamatan Bangli, Kabupaten Bangli, Provinsi Bali dengan luas desa yang mencapai 112 hektar. Desa Penglipuran sendiri menjadi salah satu desa wisata yang terkenal dengan beberapa julukan, yakni Desa Adat, Desa Wisata, Desa Budaya. 

Selain itu, desa ini dikenal sebagai desa terbersih di dunia setelah raih berbagai penghargaan seperti Kalpataru, Indonesia Sustainable Tourism Award, dan Top 100 Sustainable Destination

Dengan tatanan, struktur, dan pengelolaan desa yang terjaga secara turun menurun, Desa Penglipuran patut dijadikan sebagai salah satu role model bagi desa lain di Bali, dan secara umum di Indonesia, dalam mengembangkan potensi desa secara mandiri, kreatif, dan inovatif.


Desa Penglipuran Sebagai Warisan Leluhur Sejak Abad ke-13

Secara geografis, Desa Penglipuran berada tepat di kaki Gunung Batur pada ketinggian kurang lebih 700 MDPL dan terletak di jalur wisata Kintamani, atau kurang lebih 45 Km dari pusat kota Denpasar. Dilansir dari laman Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Bangli, Provinsi Bali, Desa Wisata Penglipuran sudah ada sejak zaman Kerajaan Bangli atau sejak abad ke-13. Konon, para leluhur awalnya datang dari Desa Bayung Gede, lantas menetap di daerah yang kini disebut sebagai Desa Penglipuran.

Sementara itu, nama ‘Penglipuran’ diambil dari kata ‘Pengeling Lara’, yang mana itu bermakna sebagai tempat suci untuk mengenang leluhur, dan selama ratusan tahun lamanya, masyarakat Desa Penglipuran telah menjaga adat istiadat nenek moyang secara turun temurun. Oleh pemerintah Indonesia, Desa Penglipuran dijadikan sebagai desa adat dan wisata sejak tahun 1993.

Baca Juga: Punya Daya Tarik Mistis, Wisata Horor Kian Diminati Wisatawan dan Hidupkan Ekonomi Warga Sekitar 


Warga Secara Aktif Mengelola Desa Adat Penglipuran Sebagai Desa Wisata

Melansir dari laman Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Desa Penglipuran memiliki jumlah penduduk kurang lebih 1.111 jiwa dengan total 277 KK. Masyarakat Desa Penglipuran sendiri memiliki ragam sumber mata pencaharian, seperti pengrajin, pedagang, bertani, usaha kuliner, usaha penginapan, pemandu wisata, dan karyawan. 

Sebagai salah satu objek wisata yang memukau di Bali, pemerintah desa pun menginisiasi pengelolaan desa melalui konsep ‘Community Based’, yang mana warga Desa Penglipuran secara bersama-sama berperan aktif dalam mengelola desa, yakni dengan membentuk tim khusus berjumlah 30 orang yang bertugas setiap harinya dalam kegiatan kepariwisataan. Jumlah tersebut bisa bertambah terutama saat hari libur atau akhir pekan. Banyak warga yang kemudian akan bekerja sebagai ‘pecalan’ atau penjaga keamanan.

Konsep pengelolaan seperti ini, tentunya dapat menjadi contoh bagi desa lain karena warga diberikan kesempatan untuk ikut serta dalam mengelola potensi desa sebagai objek wisata. Terlebih, hal itu juga dapat membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat desa.

Melansir dari laman Koran Buleleng, warga Desa Penglipuran, baik perempuan maupun laki-laki, semuanya bekerja sama dalam hal kepariwisataan, misalnya dalam membuat, merancang dan mempromosikan Desa Penglipuran sebagai objek wisata religi, budaya, dan keindahan alam kepada wisatawan. Tak sampai di situ, kerjasama warga dalam memperkuat perekonomian lokal juga terjalin dari kalangan pengusaha atau pedagang yang ada di Desa Penglipuran.

Selain aktif secara internal melalui keikutsertaan warga dalam mengelola desa wisata, pemerintah desa juga aktif menggandeng pihak luar untuk memperkuat dan mengembangkan potensi desa sebagai objek wisata. Salah satunya adalah bekerja sama dengan pihak Telkom, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten dan Provinsi Bali, untuk membantu dalam proses Check In and Out wisatawan, baik lokal maupun luar negeri dengan menggunakan sistem barcode, sehingga pemerintah desa dapat menghitung jumlah kunjungan wisatawan secara efisien.


Daya Tarik Desa Wisata Penglipuran

Berbicara mengenai daya tarik wisata, dilansir dari laman Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Bangli, Desa Penglipuran memiliki banyak keunggulan, terutama jika ditinjau dari beberapa aspek, diantaranya : 

1. Sistem Adat

Desa Penglipuran memiliki dua sistem pemerintahan, yakni sistem pemerintah formal yang terdiri dari RT dan RW, serta sistem pemerintahan otonom atau desa adat. Kedudukan kedua sistem adalah berdiri sendiri-sendiri namun tetap setara. 

Secara otonom, Desa Penglipuran memiliki aturan tersendiri berdasarkan adat istiadat yang sudah berlaku secara turun temurun, namun tetap dengan catatan bahwa aturan itu tidak bertentangan dengan pancasila dan undang-undang yang berlaku di Indonesia. 

Baca Juga: Dinobatkan Sebagai Desa Wisata Terbaik 2023, Intip Cara Desa Ketapanrame Berdayakan Potensi Pariwisata

Sementara itu, aturan yang berlaku di Desa Adat Penglipuran dikenal dengan sebutan ‘awig-awig’, yang mana merupakan implementasi dari filosofi hidup ‘Tri Hita Karana’. Tri Hita Karana sendiri berkaitan dengan tiga hal, yakni :

  1. Parahyangan, yang merupakan hubungan antara manusia dan tuhan. Termasuk dalam menentukan hari suci, tempat suci dan sebagainya.
  2. Pawongan, yang merupakan hubungan antara manusia dan manusia. Hubungan yang dimaksud bisa meliputi hubungan masyarakat Desa Penglipuran dengan desa lain, maupun hubungan antara orang-orang yang berbeda agama. Lebih detail, pawongan ini juga menyangkut perihal sistem perkawinan, pewarisan, organisasi, dan sebagainya.
  3. Hubungan manusia dan lingkungan, yang dalam hal ini, seluruh masyarakat Desa Penglipuran memiliki komitmen untuk mencintai, menjaga, serta merawat alam dan lingkungan, karenanya Desa Penglipuran memiliki pemandangan yang asri.

2. Tata Ruang Desa

Desa Penglipuran memiliki tata ruang yang unik. Tata ruang ini dikenal dengan sebutan ‘Tri Mandala’, yang mana memiliki tiga bagian utama, yaitu :

  1. Mandala, atau bagi warga Penglipuran disebut sebagai tempat suci. Di tempat suci inilah masyarakat Desa Penglipuran melakukan rutinitas kegiatan ibadah sembahyang kepada Sang Hyang Widhi.
  2. Madya Mandala, atau pemukiman warga yang berjajar di sepanjang jalan utama desa. Pemukiman tersebut menghadap kearah timur dan barat. Setiap rumah juga memiliki tata ruang yang telah diatur secara adat, yakni bagian utara sebagai tempat tidur, tengah sebagai tempat keluarga dan timur sebagai tempat pembuangan atau MCK. Ada juga bagian yang disebut nista di pekarangan, biasanya ini untuk menjemur, tempat penyimpanan kayu, dan sebagai garasi.
  3. Nista Mandala, yakni area pekuburan dari masyarakat penglipuran.

3. Gelaran Budaya dan Kesenian

Salah satu hal yang banyak menarik perhatian wisatawan adalah ritual keagamaannya, salah satunya adalah Ngusaba. Ritual ini biasanya akan dilakukan menjelang Hari Raya Nyepi. Selain itu, Desa Penglipuran juga rutin mengadakan festival budaya. Festival tersebut biasanya digelar pada akhir tahun dengan tajuk ‘Penglipuran Village Festival’. Kegiatannya pun juga cukup beragam, misalnya seperti parade seni budaya dan pakaian adat Bali, ada juga bermacam-macam lomba, hingga Barong Ngelawang.

Desa Penglipuran juga memiliki tarian khas yaitu tari Baris. Tari Baris merupakan seni tradisional yang berakar kuat pada kehidupan masyarakat Desa Penglipuran yang hidup dengan tradisi turun temurun, dan tarian ini dilakukan pada upacara Dewa yadnya.

Baca Juga: Kenalan dengan Desa Ponggok, Salah Satu Desa Terkaya di Indonesia yang Dulu Tertinggal

4. Upacara Kematian

Masyarakat Desa Penglipuran juga mengadakan upacara ngaben ketika ada orang yang meninggal. Namun ritualnya sedikit berbeda dengan daerah lain di Bali, yang mana biasanya upacara ngaben akan dilakukan dengan cara membakar mayat, namun di Penglipuran, mayat tersebut akan dikubur. 

Hal itu dilakukan untuk menghormati mayat dan mengurangi kemungkinan buruk yang akan terjadi, mengingat daerah Penglipuran sendiri berada di daerah pegunungan yang tentunya sangat jauh dari laut. Biasanya setelah mayat dibakar, maka abu akan dibuang atau dilarung ke laut. Sementara itu, bagi orang Bali, menyimpan abu jenazah adalah suatu pantangan dan bisa mendatangkan petaka, karenanya solusi terbaiknya adalah mayat dikubur atau dimakamkan.

5. Kuliner

Desa Penglipuran memiliki makanan dan minuman khas. Salah satunya adalah loloh cemcem yang merupakan minuman dari daun cemcem atau kloncing. Sekilas minuman ini mirip dengan kunyit asam atau beras kencur. Loloh cemcem ini bisa disajikan dalam kondisi hangat maupun dingin.

Kemudian untuk makanan, ada tipat cantok yang terdiri dari ketupat dan sayuran rebus. Tipat cantok ini biasanya akan dilengkapi dengan bumbu kacang. Sekilas minuman ini mirip dengan lotek. Untuk jenis sayuran yang digunakan biasanya berupa rebusan kangkung, kacang panjang, tauge dan ketupat khas Bali.


Jumlah Pengunjung dan Omzet Desa Wisata Penglipuran

Melansir dari laman Kolom Desa, jumlah kunjungan wisatawan ke Desa Wisata Adat Penglipuran selalu meningkat dari tahun ke tahun. Meskipun pada tahun 2020-2021 lalu, jumlah wisatawan sempat mengalami penurunan karena pandemi. Namun, di masa recovery setelah pandemi atau pemulihan, tepatnya sejak tahun 2022, jumlah kunjungan wisatawan mulai meningkat.

Sementara itu, Desa Wisata Adat Penglipuran sendiri setidaknya telah menghasilkan omzet kurang lebih Rp30 miliar dalam setahun, dengan pendapatan rata-rata per harinya mencapai Rp30 juta hingga Rp50 juta di setiap akhir pekan.

Tabel jumlah kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) dan lokal (wisdom) dari tahun 2011 hingga 2022. Foto : Kolom Desa

Desa Penglipuran menjadi salah satu objek wisata di Bali yang berhasil menghasilkan omzet dalam jumlah besar. Hal ini bukan semata-mata karena keindahan alamnya saja, namun Desa Penglipuran sendiri juga memiliki kehidupan budaya dan adat istiadat yang kuat dan terjaga secara turun temurun, yang mana hal itu menjadi daya tarik lainnya sebagai objek wisata. 

Baca Juga: Dulu Miskin dan Tertinggal, Begini Cara Desa Sekapuk Kembangkan Ekonomi Masyarakat Hingga Jadi Desa Miliarder 

Sekilas, pemerintah desa juga menyadari bahwa potensi untuk mengembangkan desa dalam upaya meningkatkan perekonomian, terbuka lebar. Karenanya pemerintah desa turut melibatkan masyarakat dalam mengelola kepariwisataan seperti yang dijelaskan sebelumnya. 

Begitupun warga, yang juga serius berpartisipasi dalam mengelola desa sebagai objek wisata. Baik pemerintah desa maupun warga, kedua pihak sadar bahwa mereka secara bersama-sama ingin meningkatkan perekonomian desa sekaligus tetap menjaga alam berikut kehidupan budaya dan adat istiadatnya. 

Nah, demikianlah sekilas mengenai Desa Penglipuran yang secara mandiri berhasil menjadi model desa wisata inspiratif. Tentunya dengan sistem pengelolaan yang baik, Desa Penglipuran bukan hanya sekedar objek wisata yang menawarkan keindahan alam namun juga tradisi, adat dan kebudayaan yang terjaga sejak dahulu kala.

Jika tulisan ini bermanfaat , silahkan di share ke rekan-rekan Sahabat Wirausaha. Follow juga Instagram @ukmindonesia.id untuk update terus informasi seputar UMKM. 

Referensi : 

  1. https://www.desapenglipuran.com/
  2. https://jadesta.kemenparekraf.go.id/desa/penglipuran
  3. https://shorturl.at/epqs5
  4. https://shorturl.at/doy39
  5. https://kolomdesa.com/2023/02/25/mengenal-desa-adat-penglipuran-desa-wisata-berbasis-community-base/
  6. https://koranbuleleng.com/2021/12/11/desa-penglipuran-sebagai-desa-model-inovatif-penguatan-ekonomi-lokal/