Bisnis Cemilan - Sahabat Wirausaha, jika bicara mengenai snack atau makanan ringan, mungkin yang kerap terlintas di benak banyak orang adalah kacang-kacangan. Mulai dari kacang tanah, kacang telur, kacang atom, kacang polong hingga kacang koro, rasa-rasanya sudah dibuat menjadi camilan. Tapi bagaimana dengan kacang hijau? Meski lebih identik sebagai olahan bubur atau isian bakpia, namun di tangan seorang pria asal Medan bernama Chaidir Ali, kacang hijau turut menjelma sebagai makanan ringan.
Melalui sebuah produk yang diberi nama Jolley, kacang hijau pun semakin bisa dinikmati sebagai kudapan ringan setiap saat. Melalui perjalanan bisnis yang pasang-surut, Jolley mampu meraih niche market yang membuat penjualannya meroket saat ini. Yuk, simak kisah lengkapnya!
Tinggalkan Profesi Advokat, Jolley Catat Omzet Rp40 Juta Per Bulan
Chaidir Ali dengan bungkus Jolley yang lama foto: istimewa
Memiliki kandungan protein yang tinggi sekaligus sumber mineral penting seperti kalsium dan fosfor, kacang hijau punya asam lemak tak jenuh yang baik bagi kesehatan. Berbagai manfaat luar biasa dari mung bean inilah yang membuat Jolley unggul dari kebanyakan snack di Indonesia. Namun yang menarik, Chaidir Ali justru mulai terpikat dengan kacang hijau secara tak sengaja. Semua bermula di tahun 2016 saat dirinya yang masih muda yakni 23 tahun, mudik ke kampung halaman Ibunya di Kota Langsa, Aceh.
“Waktu mudik ke rumah saudara, disajikan banyak cemilan di toples salah satunya kacang hijau goreng yang dibuat sendiri. Karena rasanya enak, sampai pulang ke Medan pun kepikiran terus. Jadi akhirnya saya hubungi saudara untuk tanya resep dan mulai coba-coba bikin sendiri waktu libur kerja,” kenang Ali, sebagaimana dia disapa.
Baca Juga: Ingin Bisnis Kuliner di Grabfood? Simak Cara dan Tips Bermanfaat Ini!
Berawal dari itulah, Ali ternyata menjadi semakin serius untuk menciptakan kacang hijau goreng yang lezat dengan resepnya sendiri. Lewat serangkaian uji coba yang tidak selamanya mulus, Ali pun akhirnya mulai menemukan salah satu masalah terbesar yakni olahan kacang hijau goreng yang hasilnya terlalu berminyak. Nekat menjual sepeda motor, Ali pun membeli mesin spinner peniris yang membuat kacang hijau goreng buatannya jadi lebih renyah dan kering.
Dengan percaya diri, Ali pun menawarkan kacang hijau goreng itu kepada keluarga dan rekan-rekan terdekat yang ternyata semuanya memberikan komentar positif. Tak butuh waktu lama, Ali pun akhirnya memantapkan diri dengan berjualan snack kacang hijau di tahun 2017 lewat produk bernama Jolley, meskipun harus meninggalkan profesinya sebagai seorang advokat.
“Jadi nama Jolley itu sebetulnya merupakan kependekan dari kacang ijo punya Alley. Alley itu nama saya waktu main game online semasa muda saat masih sekolah dan kuliah,” kenang Ali.
Ingin mencoba tanggapan pasar, Ali pun membawa Jolley untuk dipasarkan di sebuah bazar di salah satu masjid besar di Kota Medan. Bermodalkan sedekah beras sepuluh kilogram, Ali pun memperoleh stand jualan. Supaya Jolley tampil menarik, dia meminta bantuan temannya untuk mendesain label stiker yang akan ditempelkan pada kemasan standing pouch.
foto: UKM Jagowan
Lantaran snack kacang hijau bisa dibilang sangat langka, Ali pun mencoba menaikkan perhatian calon konsumen dengan meletakkan biji kacang hijau mentah di samping kemasan Jolley. Sesuai dengan prediksinya, konsumen pun tertarik sehingga membuat produknya laris manis.
Tanggapan yang luar biasa positif di awal perjalanannya itu membuat Ali semakin yakin kalau Jolley adalah jalan hidupnya. Kendati harus lintas profesi, berdagang sebetulnya bukanlah hal baru bagi pria kelahiran 1993 itu. Karena saat masih kuliah hukum, dirinya selalu membantu sang Ibu berjualan lontong sayur di kantin sebuah bank BUMN setiap hari.
“Di tahun 2017 itu juga saya melakukan berbagai inovasi rasa untuk Jolley mulai dari original, balado, pedas sampai rumput laut. Kami kemas dengan dua ukuran yakni lima gram seharga lima ribu rupiah dan 150 gram seharga lima belas ribu rupiah,” ungkap Ali.
Tak butuh waktu lama untuk segera ‘naik kelas’, Ali memberanikan diri untuk mengikuti banyak kompetisi wirausaha dengan Jolley. Bahkan sekalipun peserta lain merupakan para pebisnis senior dan berpengalaman yang memiliki omzet tahunan hingga miliaran rupiah, Ali tak gentar. Di tahun pertama berdirinya Jolley masih mencatat pemasukan tiga juta rupiah per bulan, tetapi tidak membuat Ali rendah diri karena baginya produk bisnisnya itu punya keunggulan tersendiri.
Baca Juga: TempeTime ala SKawan Food, Bukan Sekedar Keripik Tempe Biasa!
Hasilnya pun sesuai dengan dugaan karena Jolley membawa Ali meraih Top 50 Foodstartup Indonesia yang digelar BEKRAF di tahun 2017, Top 5 Finalis Nasional Kategori Kuliner di ajang The Big Start Indonesia Season 3 BLIBLI.com tahun 2018, Top 3 Finalis Nasional Kategori Kuliner Wirausaha Muda Mandiri tahun 2019, serta Top 100 Foodstartup Indonesia yang dilangsungkan Kemenparekraf pada tahun 2020.
“Setelah ikut banyak kompetisi wirausaha nasional, di tahun 2019 kami melakukan transformasi pada kemasan Jolley karena memang seiring omzet yang meningkat. Bahkan pemerintah Kabupaten Serdang Bedagai sempat pesan 3.000 bungkus untuk dibagikan ke seluruh PAUD di wilayahnya. Saat itu penghasilan Jolley menyentuh 40 juta rupiah per bulan,” jelas Ali bangga.
Hancur Digebuk Pandemi, 5.000 Bungkus Jolley Tak Dibayar
Dengan omzet yang mencapai puluhan juta rupiah, pria yang sudah menikah pada tahun 2018 ini semakin yakin jika Jolley memang jalan hidupnya. Bahkan bisa dibilang kala itu Jolley adalah pelopor snack kacang hijau di Indonesia. Namun dengan berbagai hasil luas biasa selama empat tahun berjalan, Jolley memasuki masa kelam ketika pandemi COVID-19 menerjang.
“Waktu itu sekitar akhir 2019 sudah mulai muncul isu Covid-19 dan barengan dengan harga kacang hijau yang naik. Kami memutuskan pindah dari Medan dan balik ke Deli Serdang sekitar bulan November. Langsung deh setelah itu bulan Maret 2020, berbagai pembatasan sosial di mana-mana, penjualan Jolley sampai nol, benar-benar down banget,” kisah Ali.
Meskipun begitu, Ayah seorang anak ini tetap berpikir positif bahwa Jolley akan bangkit kembali. Keyakinannya itu akhirnya muncul usai mengikuti ajang Kemenparekraf di Bali pada tahun 2020, Ali berhasil mendapatkan investor baru dan tawaran project untuk sebuah turnamen futsal di Medan yang bakal digelar pada Januari 2021.
Minuman Sejolley foto: UKM Jagowan
Tak main-main, kala itu Jolley terpilih sebagai snack official dan mendapat pesanan 5.000 bungkus untuk memeriahkan gelaran turnamen futsal selama seminggu. Di mana setiap penonton yang membeli tiket untuk menonton pertandingan futsal, akan memperoleh satu bungkus Jolley sekaligus.
“Bangga lihat para penonton yang datang, semuanya makan Jolley. Tapi ternyata setelah itu ketua panitianya ditangkap polisi karena melanggar protokol kesehatan Covid-19 soalnya menciptakan kerumunan. Sialnya, saya saat itu menggampangkan pembayaran dan hasilnya sampai sekarang belum dibayar. Musibah itu,” ungkap Ali.
Baca Juga: Cara Daftar Izin Edar BPOM Makanan Olahan dalam Kemasan, Begini Syarat, Ketentuan, dan Alurnya!
Kerugian puluhan juta rupiah pun membuat Ali remuk. Meskipun begitu, dirinya tidak lepas tanggung jawab dan tetap membayar penuh semua hak karyawan. Pengalaman buruk itu kemudian berlanjut di tahun 2021 di mana seluruh event hingga bulan Maret terpaksa dibatalkan karena wabah corona masih menggila.
Hanya saja bagi Ali, menyerah jelas tak ada dalam kamusnya. Bahkan sekalipun orang-orang terdekatnya menyarankan untuk kembali bekerja sebagai advokat karena pandemi menyerang, Ali tetap percaya pada keyakinannya kalau dia bisa mempertahankan Jolley. Dirinya yang kala itu berusia 28 tahun justru memikirkan sejumlah strategi agar Jolley bisa kembali berdiri.
Enggan Menyerah, Strategi Baru Jolley Lewat Harga Seceng
Kini di tahun ketujuh bisnisnya berjalan, Ali telah menyiapkan berbagai strategi penjualan untuk kembali meningkatkan omzet Jolley. Mulai dari pengawasan proses produksi, pemilihan bahan baku, variasi produk, pengemasan hingga pemasaran.
Untuk proses produksinya sendiri, Ali bercerita bahwa Jolley memang punya standar sendiri. Di mana kacang hijau membutuhkan waktu hingga 2,5 hari sebelum akhirnya digoreng dan diberi adonan untuk jadi snack, atau direbus untuk jadi minuman sari kacang hijau bernama Sejolley.
Sedangkan untuk pemilihan bahan baku, Ali mempercayakan distributor lokal di Medan untuk mendatangkan kacang hijau berkualitas dari Surabaya (Jawa Timur) dan Sulawesi dengan kisaran harga Rp22 ribu per kilo. Dengan memperhatikan penuh proses produksi, Ali mulai bisa merasakan kebangkitan Jolley di tahun 2022. Enggan berhenti, Ali bahkan merencanakan penjualan Jolley yang lebih terjangkau sehingga mampu bersaing dengan snack pabrikan serta memenuhi kebutuhan pasar.
“Sekarang omzet udah mulai balik ke 10 juta rupiah per bulan. Jolley juga akan hadir dengan kemasan mini yang bisa dibeli dengan harga seribu rupiah, seperti snack pabrikan. Kalau untuk minuman Sejolley, masih 15 ribu rupiah per botol,” jelas Ali.
Kendati fokus penjualan di pasar lokal, Ali tak menampik kalau Jolley juga bisa dibeli secara online melalui media sosial resmi mereka di Instagram @jolley_snack. Ke depannya, Ali juga menyimpan rencana untuk melakukan variasi produk lain yang masih serba kacang hijau seperti tempe kacang hijau, kue kacang hijau hingga donat kacang hijau.
“Intinya sih dalam berbisnis itu pokoknya jangan pernah putus asa. Kita harus selalu komitmen dengan apa yang udah dimulai. Pebisnis wajib punya rasa penasaran karena itu yang bikin kita terus maju. Tetap tenang kalau ada cobaan karena memang itu nggak ada habisnya. Tapi selama keyakinan itu ada, harus diperjuangkan,” pungkas Ali mantap.
Jika Sahabat Wirausaha merasa artikel ini bermanfaat, yuk bantu sebarkan ke teman-teman lainnya. Jangan lupa untuk like, share, dan berikan komentar pada artikel ini.