Rebricks, Bisnis Daur Ulang - Sudah bukan hal umum jika plastik dapat mencemari tanah, air, dan udara. Bahkan plastik di dalam tanah dapat menghambat penyerapan air dan sinar matahari, sehingga mengurangi kesuburan tanah dan berpotensi menyebabkan banjir.

Begitupun sampah plastik kemasan sachet yang banyak digemari konsumen karena praktis dan harganya lebih murah. Namun karena kemasan plastik sachet terdiri dari beberapa lapisan, maka sulit untuk didaur ulang. Kabar baiknya, sampah kemasan sachet yang sempat ditolak oleh bank sampah ini justru menjadi bahan baku berharga di tangan Ovy Sabrina dan Novita Tan, selaku pendiri Rebricks Indonesia. 

Ya, Rebricks mendaur ulang sampah plastik, seperti kemasan kopi instan, mie, menjadi bahan baku bangunan. Plastik tersebut dicacah, kemudian dicampur menjadi formula dan akhirnya dibentuk menjadi konblok. 


Awal Mula Ketertarikan Mendirikan Rebricks 

Sekedar informasi, Tan Novita (34) dan Ovy Sabrina (34) adalah teman kuliah yang belajar psikologi bersama di universitas Katolik Atmajaya. Sebelum memulai Rebricks, Ovy dan Novita juga pernah menjalankan sejumlah usaha dalam skala kecil. 

Ovy sendiri berasal dari keluarga pemilik usaha bahan bangunan. Keluarganya memiliki pabrik paving block tradisional yang telah beroperasi selama lebih dari tiga dekade. Setelah lulus kuliah, Ovy sempat membantu ayahnya bekerja di pabrik bahan bangunan tersebut.

Sebaliknya, Novita memiliki pengalaman luas bekerja dengan organisasi kemanusiaan. Dia punya pengalaman panjang soal pengembangan masyarakat. Novita sebelumnya bekerja di Singkawang, di mana ia mendirikan Sekolah Green Harmony yang bertujuan untuk menanamkan kecintaan terhadap alam di sekolah. 

Murid-muridnya dididik untuk bisa berinteraksi dengan lingkungan, sehingga dapat memperlakukan alam dengan baik. “Di sana dia juga mengolah sampah organik,” cerita Ovy saat diwawancarai. Adapun awal keinginan mendirikan Rebricks karena keduanya tertarik menjalani gaya hidup minim sampah, seperti membawa keranjang dan botol sendiri saat keluar rumah untuk menghindari sampah plastik yang tidak diperlukan.

Baca Juga: Diolah Jadi Furnitur Hingga Kerajinan, Berikut 5 Ide Bisnis Limbah yang Bisa Jadi Inspirasi

Lambat laun, kekhawatiran ini mendorong mereka untuk memikirkan masa depan, khususnya generasi mendatang jika sampah plastik yang tidak dapat diolah terus menumpuk dan merusak lingkungan. Mereka kemudian memutar otak, mencari cara untuk membantu mengolah sampah yang dibuang dan mengubahnya menjadi sesuatu yang bermanfaat.

Rebricks didirikan ketika Ovy dan Novita menggabungkan latar belakang, pengetahuan, dan kemampuan mereka. Ovy yang lebih ahli dalam pembuatan batu bata dan paving block menangani masalah teknis, sedangkan Novita menangani pengembangan masyarakat.

“Kebetulan ada akses terkait bisnis bahan bangunan, akhirnya saya dan Novi mempertimbangkan bagaimana cara mengolah sampah plastik yang tertolak. Trial & error dimulai pada Juli 2018 dan berlanjut hingga November 2019,” jelas Ovy yang dibantu oleh tim teknik sipil.

Selama lebih dari setahun, mereka mencari komposisi terbaik dan bereksperimen cara memproduksi batu bata yang dicampur sampah plastik dengan tetap menjaga kualitas seperti batu bata konvensional pada umumnya. Mengembangkan produk baru yang belum pernah ada sebelumnya merupakan tantangan yang besar. 

“Visi kami adalah membuat produk daur ulang dengan harga kompetitif, namun kualitas tetap bersaing,” lanjutnya. Setelah penelitian yang cukup lama, akhirnya paving block lah yang diluncurkan pertama kali pada November 2019. Rebricks memperoleh hasil uji tekanan di Balai Besar Bahan dan Barang Teknik Kementerian Perindustrian yang menunjukkan bahwa produk yang dihasilkannya mempunyai mutu B. 

Batu bata tersebut diuji mampu menahan beban 250 kilogram per meter persegi. Hasilnya, paving block yang mereka buat terbukti memenuhi standar untuk digunakan pada lahan parkir, trotoar, hingga taman. Sampah plastik yang sudah dicacah tersebut terletak pada lapisan bawah. 

Sedangkan bagian atas blok yang bersentuhan langsung dengan udara panas dan air hujan dibuat tanpa plastik untuk mencegah mikroplastik terkikis air dan mencemari lingkungan. Pada setiap paving block, 20% materialnya merupakan limbah plastik. Kabarnya, mereka berhasil mendaur ulang 880 lembar sampah plastik tertolak per meter persegi.

Baca Juga: Rumah Tamadun, Merambah Pasar Domestik dan Ekspor dengan Bisnis Limbah Sawit


Bahan Baku yang Terus Berdatangan Dari Seluruh Indonesia

Saat Rebricks didirikan, mereka bingung harus mencari kemana sampah kemasan sachet yang akan dicampurkan ke dalam blok tersebut. Apalagi pemulung dan bank sampah sama sekali tidak tertarik dengan sampah kemasan sachet sehingga tidak bisa mencari ke sana. Biasanya sampah kemasan sachet berakhir di TPA atau dibakar.

“Dari sini kita ajak masyarakat untuk mengirim sampah, meski ragu, mungkin nggak ya mereka mau langsung kirim ke kita? Tapi responnya justru luar biasa, sangat mengejutkan,” katanya bersemangat. Banyak masyarakat yang secara sukarela mengirimkan sampah ketiga lokasi pengantaran yaitu Tangerang, Jakarta Pusat, dan Jakarta Selatan. Belakangan ini mereka baru saja membuka drop point di Bandung dan berniat membuka drop point lainnya di BSD.

“Bahkan ada masyarakat yang mengirimkan berkarung-karung sampah dari Bali, sehingga pasokan saat ini tidak ada masalah,” ujarnya seraya menyebutkan mayoritas penyumbang sampah adalah perorangan. Dari situ, mereka pun berpacu untuk mencapai keseimbangan antara pasokan sampah, blok produksi, dan penjualan.


Bagaimana Cara Rebricks Mendaur Ulang Sampah Plastik Agar Menjadi Bahan Bangunan?

Selama bertahun-tahun, kedua perempuan berusia 30 tahun ini telah berupaya meningkatkan teknik pengelolaan sampah yang baik. Mereka belajar membuat batu bata beton dari usaha bahan bangunan yang dijalankan oleh keluarga Ovy.

Nantinya sampah kemasan yang terkumpul di pabrik dicacah oleh para pekerja Rebricks menjadi serpihan kecil. Potongan plastik ini kemudian dicampur dengan semen dan pasir, lalu dibentuk menjadi bahan bangunan seperti batu paving atau balok beton. Kelihatannya seperti batu bata beton biasa, namun saat dikeluarkan dari cetakan, terlihat ada potongan plastik yang tercampur di dalamnya.

Kedua perempuan ini mengakui bahwa metode yang mereka gunakan adalah memanfaatkan kembali sampah yang seharusnya berakhir di tempat pembuangan sampah atau bahkan lautan. Sejauh ini, mereka telah mengolah kurang lebih empat ton sampah, dan angka tersebut akan terus bertambah.

“Setiap hari, kami dapat mencegah sekitar 88.000 kantong plastik mencemari lingkungan,” kata Novita Tan seraya menambahkan bahwa perusahaannya telah memproduksi lebih dari 100.000 batu bata. Sampah plastik tersebut tidak hanya dimanfaatkan dalam pembuatan batu bata, namun juga dalam pembuatan paving block, batako dan roaster. Sejauh ini Rebricks menerima sampah rumah tangga seperti kemasan, plastik kemasan isi ulang, bubble wrap, dan label plastik botol minuman.

Aktivitas Ovy dan Novita telah menarik perhatian banyak kalangan yang semakin sadar akan pentingnya menjaga lingkungan. Keduanya diundang untuk berbicara tentang pengalaman mereka di berbagai diskusi online yang diselenggarakan oleh universitas dan organisasi non-pemerintah.

Baca Juga: Kami Creative, Kreasi Home Decor Berbahan Dasar Limbah Beromzet Jutaan


Target Bisnis Rebricks Indonesia

Beberapa pengusaha daur ulang sampah mengubah sampah plastik menjadi pot bunga, payung, dan dompet, namun Ovy Sabrina dan Novita Tan lebih memilih fokus pada produk batu bata beton saja. Mereka yakin bahwa bahan bangunan akan menjangkau lebih banyak konsumen.

“Jika produk yang kami jual adalah barang-barang dekoratif yang terbilang mahal, mungkin hanya sedikit orang yang akan membeli produk kami,”ujarnya. Saat ini ada empat karyawan di pabrik Rebricks. Namun kedua pengusaha muda ini ingin mengembangkan usahanya dan mengaku mempertimbangkan untuk menjalin kerja sama dengan perusahaan besar.

Andi Subagio, seorang pelanggan, mengaku memanfaatkan batu bata daur ulang tersebut untuk membuat jalan setapak di restorannya. “Tidak seperti batu bata biasanya, bata ini tidak rapuh karena di dalamnya terdapat plastik,” kata Andi. Ia menambahkan, “Dan harganya pun tidak jauh berbeda.”

Menurut Plastic Waste Discharges from Rivers and Coastlines in Indonesia, Indonesia saat ini menghasilkan 7,8 juta ton sampah plastik per tahun. Selain itu, sebanyak 4,9 juta ton sampah tidak dikelola dengan baik.

Semoga dengan mengubah sampah plastik menjadi paving block seperti yang dilakukan Rebricks bisa menjadi langkah positif dalam pengurangan sampah di Indonesia. Di samping itu, semoga cerita inspiratif dari kedua perempuan ini bisa membuat kita semua tergerak ya!

Jika tulisan ini bermanfaat , silahkan di share ke rekan-rekan Sahabat Wirausaha. Follow juga Instagram @ukmindonesia.id untuk update terus informasi seputar UMKM. 

Referensi: 

  1. https://www.antaranews.com/berita/2112982/dua-pengusaha-wanita-ubah-sampah-plastik-jadi-bahan-bangunan
  2. https://www.dw.com/id/pengusaha-muda-ubah-sampah-plastik-jadi-paving-block/a-57785847
  3. https://magdalene.co/story/kisah-dua-perempuan-sulap-sampah-plastik-jadi-bahan-bangunan/
  4. https://forpronews.com/2023/02/20/rebricks-mengolah-sampah-plastik-jadi-bahan-bangunan/
  5. https://sampaijauh.com/rebricks-indonesia-22688
  6. https://asset.kompas.com/data/todaysphoto/2018/foto/73f614858444241bddf143/p_1601634703fd9-rebricks-pembuatan-paving-block-dari-bahan-plastik.jpeg