Limbah Sawit yang Bisa di Ekspor - Tak banyak yang tahu bahwa tanaman kelapa sawit tak hanya dapat diambil buahnya untuk dijadikan minyak goreng. Melalui tangan Hendra Dermawan, limbah kelapa sawit dapat dimanfaatkan. Bahkan hasil limbah sawit bisa di ekspor ke Malaysia hingga Amerika Serikat. Hendra memanfaatkan limbah sawit untuk dijadikan sebagai kerajinan tangan seperti piring, lampu gantung, mangkok nasi, tas, sampai kotak tisu.

Penasaran bagaimana cara Hendra mengolah limbah hingga menjadi kerajinan tangan? Berikut ulasannya Hendra Dermawan dalam mengolah limbah sawit yang bisa di ekspor.


Rumah Tamadun, Melihat Estetika Dalam Limbah Sawit

Nama Rumah Tamadun atau Rumah Peradaban (bahasa Indonesia) lahir dari hobi Hendra terhadap kerajinan tanjak atau penutup kepala (pria) tradisional Melayu. Bermula dari hobi itu, dia mencari peluang bagaimana kerajinan ini dapat menghasilkan banyak uang. Serta, sebagai sentral budaya di Rokan Hilir, Riau. Sejak saat itu atau tepatnya di tahun 2016, Hendra berbisnis dengan menjadi reseller tanjak yang dia beri nama Rumah Tamadun.

Banyak jenis dan nama tanjak yang beredar di pasaran, diantaranya Tanjak Dendam Tak Sudah, Tanjak Pial Ayam, Tanjak Elang Patah Sayap dan masih banyak lagi. Meskipun banyak nama, bentuk tanjak relatif sama yakni berbentuk runcing ke atas. Awalnya, tanjak dipakai oleh kalangan raja hingga bangsawan. Namun kini, tanjak lebih mengarah pada simbol budaya Melayu.

Satu tahun setelah menjadi reseller atau tepatnya di tahun 2017, usahanya berkembang dengan membuat tanjak secara mandiri hingga menambah item produksi dengan membuat kerajinan tangan dari limbah lidi sawit. 

Baca Juga: Kami Creative, Kreasi Home Decor Berbahan Dasar Limbah Beromzet Jutaan

Menurut Hendra, ide memanfaatkan limbah sawit ini karena berkembangnya opini negatif terhadap perkebunan kelapa sawit. Mengutip dari republika.co.id, lembaga survei dari Eropa menyebut 80% responden setuju jika industri kelapa sawit merupakan penyumbang terbesar deforestasi dunia setelah industri peternakan, kedelai, dan pulp.

Padahal, dilihat melalui citra satelit, pertumbuhan deforestasi yang disebabkan kelapa sawit di Indonesia menurun sejak 2021. Satelit juga menangkap, pembukaan lahan untuk kepentingan kebun sawit seimbang dengan industri pulp. Tak hanya itu, 40% lahan perkebunan sawit Indonesia ternyata milik rakyat yang ditanam bukan dengan cara membabat hutan, melainkan dengan memanfaatkan area yang terdegradasi lama.

Atas dasar itulah, Hendra menyikapinya dengan hal positif dibantu warga sekitar terutama ibu-ibu tak jauh dari tempat tinggal untuk memanfaatkan limbah kelapa sawit dengan membuat barang bermanfaat seperti piring, lampu gantung, mangkok nasi, tas, hingga kotak tisu dengan total jumlah pekerja tak lebih dari 30 orang.

Sebelum menjadi kerajinan tangan, pelepah sawit yang belum menguning diambil dari batangnya kemudian dibersihkan dari daun lalu disusun rapi. Misalnya untuk membuat satu piring lidi sawit, setidaknya membutuhkan dua sampai tiga pelepah atau lebih kurang 100 batang lidi. Lidi-lidi tadi disusun hingga menjadi beberapa bagian lalu disatukan menjadi piring.


Meningkatnya Produksi dan Omzet Hingga Puluhan Juta

Sejak berdiri hingga saat ini, Hendra mengaku jumlah produksi tanjak dan kerajinan lidi sawit meningkat. Dari yang awal jumlah produksinya dapat dihitung dengan jari, kini setiap bulannya Rumah Tamadun mampu memproduksi hingga ratusan item dengan omzet Rp25.000.000 - Rp35.000.000 per bulan.

Salah satu penyebab meningkatnya jumlah produksi Rumah Tamadun karena tingginya permintaan pasar. Hal ini karena bisnis Hendra masuk dalam kategori ekonomi kreatif yang syarat inovasi dan segudang potensi menjanjikan. Tak hanya itu, demi meningkatkan pendapatan, Rumah Tamadun juga melakukan promosi melalui media sosial, meningkatkan networking, komunitas sampai memanfaatkan keberadaan kegiatan yang diselenggarakan pemerintah atau swasta.

Salah satu yang pernah dilakukan Rumah Tamadun dengan menggandeng Asosiasi Sawit Masa Depanku Riau (Samade Riau) dengan menggelar pameran hingga talkshow. Termasuk membuka seluas-luasnya kesempatan dari berbagai pihak untuk menjalin kerjasama dengan sistem distributor, agen, reseller sampai dropshipper. Beberapa penghargaan pun pernah diraih Rumah Tamadun, seperti misalnya meraih juara 1 Adikriya tahun 2019, kemudian mendapatkan juara dalam ajang Siddhakarya tahun 2020 hingga mendapatkan penghargaan cinderamata populer API Riau 2023.

Baca Juga: Label Tepat, Omzet Meningkat: Strategi Tingkatkan Bisnis UMKM - Pelatihan Bisnis Online


Mulai Merambah Pasar Mancanegara 

Bersama warga yang kebanyakan dari kalangan wanita, Hendra menghabiskan waktu untuk berkarya. Hingga akhirnya, dia mendapatkan kesempatan emas dengan mengikuti program pelatihan ekspor yang diselenggarakan pemerintah setempat pada 2020 selama 8 bulan - 1 tahun. Program tersebut merupakan pendampingan atau Export Coaching Program (ECP) untuk memberikan fasilitas kepada Hendra dan UMKM lain menembus pasar ekspor.

Selama pelatihan, peserta mendapatkan banyak ilmu salah satunya pemahaman tentang ekspor, pengenalan pasar ekspor, pengenalan potensi produk, analisis SWOT sampai pendampingan untuk mendapatkan buyer. Setelah menyelesaikan pelatihan atau di 2021, Hendra perdana mengirimkan produk-produknya ke luar negeri.

Produk Rumah Tamadun yang ramah lingkungan serta memiliki keunikan tersendiri dibandingkan produk lain secara cepat menarik minat konsumen mancanegara. Pelatihan selama satu tahun membuat Hendara memilih upaya ekspor tidak langsung, yakni dengan menggunakan perantara KEREIN (Amerika Serikat) dibawah komando Fegano Limited Liability Company (LCC).

Dengan bantuan perusahaan ini, Rumah Tamadun (2022) berhasil mengirim 50 lebih koleksi tas lidi sawit ke Amerika dengan harga jual $26,40 atau setara dengan Rp400.000 (ukuran kecil) dan $42,90 atau setara Rp650.000 tas besar. Padahal, harga asli tas di Indonesia hanya dibanderol Rp250.000 untuk ukuran kecil dan Rp350.000 ukuran besar. "Ke Malaysia kita kirim tanjak dan tas lidi 50 pcs. Kemudian ke Amerika kita kirim tas lidi sebanyak 50 pcs," papar Hendra. 


Hadapi Tantangan untuk Ekspor 

Meski berhasil meningkatkan penjualan lokal dan merambah pasar mancanegara, namun bukan berarti bisnis Hendra minim hambatan. Salah satu problem yang ia alami adalah tingginya harga jual produk ke luar negeri disebabkan mahalnya ongkos kirim. Untuk sekali kirim atau setara 100 pcs tas, Rumah Tamadun harus mengeluarkan uang hingga Rp16.000.000. Sayangnya, tingginya ongkos kirim tak diimbangi dengan konsistensi buyer. Kadang ada pesanan, tak jarang juga sepi permintaan. Hal ini yang menjadi kendala Rumah Tamadun untuk terus eksis di dunia ekspor.

Hendra mengaku juga tak mengetahui keberadaan agregator ekspor. Dia hanya pernah mendengar tentang namanya, namun tidak memiliki jaringan untuk sampai ke sana," Gak ada link yang jelas," ujarnya. Padahal, dengan memanfaatkan keberadaan agregator ekspor, Hendra dapat mengirim produknya terus-terusan walau dalam jumlah terbatas. Termasuk bakal mendapatkan akses pembiayaan.

Baca Juga: Mengenal 4 Jenis Inovasi Dasar dalam Bisnis, Rahasia Tahan Banting! 

Hal ini karena fungsi agregator menyerupai marketplace, sama seperti Shoppee, Tokopedia atau Bukalapak. Banyak kisah menarik yang dapat diambil dari peran agregator dalam mengantar UMKM menembus pasar ekspor. Salah satu perusahaan agregator itu adalah Out of Asia yang telah menjalin kerja sama dengan 10.000 lebih perajin asal Sumatera, Bali, sampai wilayah Timur Indonesia.

Hasil kerajinan dari ribuan perajin asal Indonesia itu mereka kirim hingga ke lima benua. Pembeli hasil kerajinan tersebut juga bukan produsen biasa. Sebut saja H&M Home, Zara Home, Dunelm dan lainnya yang tertarik dengan kerajinan asli Indonesia.

Selain ongkos mahal dan kendala buyer, Rumah Tamadun juga terhalang keterbatasan produksi. Semuanya karena jumlah mesin jahit untuk memproduksi lidi dan kulit tak memadai. Meskipun seperti itu, Hendra tak tinggal diam. Dia kini tengah memikirkan upaya terbaik demi meningkatkan kapasitas produksi. Termasuk mencari investor untuk bekerjasama dengannya.

Akhir ceritanya, Hendra berpesan bagi UMKM yang ingin mengikuti jejaknya dalam melestarikan budaya. Hal utama yang harus dilakukan adalah harus fokus. Menurutnya, bisnis yang dijalankan dengan penuh perhitungan akan memberikan hasil maksimal. Untuk itu, Sahabat Wirausaha dimintanya untuk fokus pada satu bidang bisnis.

Setelah fokus, perkuat kesadaran merek atau brand awareness. Tujuannya agar konsumen mudah mengenal produk kita. Hal ini karena kecenderungan konsumen lebih membeli produk yang dikenal. Paling penting, brand awareness dapat membuat konsumen terus-terusan berbelanja.

Sudah banyak bukti jika brand awareness dapat meningkatkan penjualan. Bahkan perusahaan besar rela menggelontorkan banyak uang demi meningkatkan brand awareness. Sudah saatnya UMKM naik kelas.

Jika tulisan ini bermanfaat , silahkan di share ke rekan-rekan Sahabat Wirausaha. Follow juga Instagram @ukmindonesia.id untuk update terus informasi seputar UMKM. 

Sumber:

  1. Wawancara
  2. entrepreneur.bisnis.com/read/20220224/263/1504574/berawal-dari-limbah-lidi-sukses-kenalkan-kerajinan-bercorak-melayu-ke-luar-negeri
  3. tabloidsinartani.com/detail/indeks/agri-usaha/20312-Di-Rumah-Tamadun-Hendra-Antar-Kerajinan-Lidi-Sawit-Mendunia
  4. jom.unri.ac.id/index.php/JOMFSIP/article/view/34313/32964
  5. news.republika.co.id/berita/rebpuz318/satelligence-sebut-sawit-bukan-lagi-penyebab-utama-deforestasi-hutan
  6. antaranews.com/berita/3109625/menkop-agregator-dapat-membantu-wujudkan-umkm-tembus-pasar-ekspor