Ayam Bakar KO, ternyata benar-benar KO di tahun kedua.
Halo sobat UKM, berniat membuka bisnis kuliner dalam waktu dekat? Membaca kisah sukses orang lain memang akan membuat kita lebih termotivasi. Tetapi, tahu cerita gagal bisnisnya juga baik untuk menambah pengetahuan kita loh.
Kali ini saya ingin berbagi pengalaman tentang bisnis kuliner yang gagal. Yuk simak cerita lengkapnya, lalu ambil hal positifnya dari sana.
“Setiap orang punya jatah gagal. Habiskan jatah gagalmu ketika kamu masih muda.”
(Dahlan Iskan)
Baca Juga: Mengumpulkan Data Untuk Inovasi Bisnis Kuliner
Awal Mula Lahirnya Ayam Kang Oni (KO)
Seorang penyuka kuliner ayam bakar, sebut saja Kang Oni sudah lama memendam hasrat untuk mempunyai produk sendiri. Latar belakang pekerjaan di dunia F&B dan perhotelan, membuatnya tertarik untuk berbisnis kuliner.
Tentu saja, ayam bakar pilihannya. Terlebih, di daerah tempat tinggalnya yaitu Lembang, belum ada rasa ayam bakar yang cocok di lidah. Memang ada restoran yang memiliki sajian ayam bakar terkenal. Namun, rasa ayam bakar yang ada menurutnya, masih kalah dengan rasa ayam bakar yang disajikan di hotel-hotel.
Baca Juga: Pempek Kamsoli, Kuliner Palembang yang Hidupkan Semarang
Melihat proses pembuatannya juga, kebanyakan ayam bakar itu berasal dari bumbu ayam goreng yang ditambah olesan kecap saja. Padahal, ayam bakar memiliki bumbu yang berbeda dengan ayam goreng.
Terdorong dari keinginan itu, awal tahun 2019 mulailah Kang Oni bereksperimen, mencoba beragam bumbu untuk membuat sajian ayam bakar yang khas. Berbekal dari kesukaannya dalam memasak dan keahlian membuat olahan ayam bakar di pekerjaannya terdahulu. Kang Oni berusaha menemukan resep yang tepat.
Setelah berproses beberapa kali, akhirnya rasa ayam bakar yang tepat itu ditemukan. Ayam bakar tersebut dijadikan dua rasa yaitu original dan spicy. Untuk awal produksi, Kang Oni membuat untuk keluarga. Sebagai tester, ternyata respon keluarga dan teman yang mencoba sangat baik. Menurut mereka, rasanya unik, khas dan nikmat. Apalagi jika disajikan dengan nasi panas dan sambal.
Atas saran tersebut, mulailah Kang Oni bereksperimen lagi dengan sambal. Memilih sambal mana yang cocok untuk dijadikan pelengkap ayam bakar nanti. Mulai sambal hijau, sambal tomat, sambal goang, sambal saus, sambal matah dan beragam jenisnya dicoba. Akhirnya, pilihan jatuh pada sambal terasi. Rasa ayam bakar itu makin menguat ketika dipadukan dengan lalapan, tahu, tempe dan sambal terasi.
Baca Juga: Bagaimana UMKM Menerapkan Target Penjualan?
Agar mudah diingat, ayam bakar itu akhirnya dinamakan AYAM KO (Kang Oni).
Perjalanan Ayam KO
Untuk penjualan perdana, Kang Oni hanya menggunakan aplikasi whatsapp. Dengan fitur status, informasi usaha kulinernya menarik rasa penasaran. Di luar dugaan, ayam bakar ini menemukan pelanggannya. Setiap hari orderan Ayam KO meningkat.
Melihat perkembangan itu, Kang Oni akhirnya memutuskan fokus saja berbisnis dan resign dari pekerjaannya.
Baca Juga: Kemitraan, Strategi Bisnis UMKM Dalam Meningkatkan Omzet Penjualan
Usaha Ayam Bakar KO semakin hari semakin banyak pelanggan. Ternyata, prediksi Kang Oni benar, kalau ayam bakar buatannya beda dari yang lain. Pembeli meluas sampai ke daerah lain. Istrinya berinisiatif untuk membuat stiker dan membranding Ayam KO dengan tagline “spesialis ayam bakar”.
Keinginan untuk memajukan Ayam KO ini membuat Kang Oni terus memutar otak. Bagaimana cara agar ayam buatannya sampai di lidah pembeli? Semakin banyak yang merasakan akan semakin banyak pula orang tahu kenikmatan produknya.
Setahun pertama, Ayam KO gencar diperkenalkan. Mengirim sampel ayam ke beberapa instansi, kantor dan sekolah. Tidak hanya offline, istri Kang Oni pun mulai membuat akun instagram @ayamkangoni. Dari sana pesanan semakin ramai. Mulai dari acara pengajian, rapat, acara kantor mulai mempercayakannya pada Ayam KO.
Keinginan Membuka Kedai Offline Akhirnya Muncul
Penjualan Ayam KO pun makin baik setelah buka kedai. Dari sana, Kang Oni merancang jalur promosi yang digunakan. Jalur online menjadi pilihan. Tidak hanya itu, Kang Oni pun memakai jasa influencer lokal. Target marketnya warga lembang. Harapan besar tertanam untuk menjadikan Ayam KO sebagai pilihan kuliner ayam bakar no. 1 di Lembang.
Baca Juga: Cerita Inspirasi Tentang Proses Membangun Identitas Brand Maicih
Setelah memasang iklan. Penjualan Ayam KO meningkat drastis. Bahkan belum buka kedai saja, persediaan ayam yang disiapkan sudah hampir habis. Testimoni pembeli ayam KO bertebaran dimana-mana menarik pembeli baru. Banyak juga yang berminat untuk menjadi resellernya.
Perlahan tapi pasti, menu baru Ayam KO bertambah. Tidak hanya ayam saja, ceker bakar, nasi bakar, usus bakar dan menu sajian lele pun ada. Berpegang dari tagline ‘spesialis ayam bakar’, Kang Oni memilih menu kreatif yang dipanggang.
Melihat peningkatan penjualan, tidak ada yang menyangka bahwa keadaan berbalik di tahun keduanya. Setelah Ayam KO resmi tutup, ternyata ada 5 penyebab kegagalan bisnis ini berkembang. Simak yuk!
Baca Juga: Se’i Sapi Kana: Pesona Daging Asap Khas NTT
Kegagalan 1: Pengelolaan modal yang lemah
Pesanan yang meningkat membawa harapan besar bagi Kang Oni. Dengan pertimbangan yang matang, mobil kesayangan yang biasa dipakai berkelana terpaksa dijual. Hasil penjualan itu dijadikan modal untuk pengembangan Ayam KO.
Sadar itu amunisi terakhir, maka penggunaan uang pun dipakai sesuai kebutuhan. Setelah mengalokasikannya untuk menyewa tempat dan kebutuhan kedai ternyata uang modal masih banyak. Ada ketakutan kalau uangnya habis.
Investasi menjadi pilihan selanjutnya.
Tetapi sebelum berinvestasi, kebutuhan keluarga dengan mobil tidak terhindarkan. Kesalahan pun terjadi, Kang Oni memilih untuk membeli mobil second tahun lama. Otomatis, uang modal terpakai cukup banyak. Lalu, sisa modal tersebut baru digunakan untuk bisnis lainnya yaitu ternak lele dan baju anak.
Kegagalan 2: Lokasi kedai yang kurang bagus
Lembang menjadi salah satu destinasi wisata favorit di Bandung. Maka, pemilihan kedai yang strategis dan dekat tempat wisata menjadi faktor penentu Kang Oni dalam memilih tempat.
Baca Juga: Gurihnya Usaha Keripik Para Pelaku UKM yang Tampil di Pasar Daring
Setelah lama mencari, ditemukanlah kedai yang harga sewanya terjangkau dan dekat dengan tempat wisata taman bunga. Setiap weekend taman bunga selalu padat pengunjung. Dari sanalah, keyakinan kalau kedai akan ramai timbul.
Awalnya Kang Oni berpikir bahwa letak kedai yang berada di belokan jalan utama itu akan memudahkan orang untuk melihat banner Ayam KO dari segala penjuru.
Ternyata, dalam praktiknya seringkali orang yang lewat merasa ‘kagok’ untuk mampir justru karena sudah kelewatan.
Lokasi store yang berada tepat di belokan jalan ternyata berpengaruh juga pada kedatangan pelanggan. Banyak orang yang hanya sekadar lewat dan lihat tapi tidak mampir ke kedai.
Kegagalan 3: PPKM berdampak besar
PPKM di masa pandemi memberi guncangan besar bagi pelaku UKM. Kebiasaaan masyarakat pun berubah. Untuk menghemat pengeluaran, orang memilih untuk memasak dibanding membeli lauk di luar. Makan di tempat pun dilarang, jika ada pembeli makan di tempat, maka penjual diwajibkan membayar denda.
Baca Juga: Pempek Kamsoli, Kuliner Palembang yang Hidupkan Semarang
Taman bunga yang tadinya diharapkan membuat ramai kedai, ternyata tutup juga. Jalanan sepi sekali karena ekonomi sedang turun-turunnya waktu itu. Akhirnya, produksi ayam sering tidak habis. Modal harian bahkan tidak tertutupi.
Bagi Kang Oni, inilah saat tersulit. Ternyata, dalam bisnis kita harus siap menghadapi kendala eksternal kapan pun. Karena hal itu tidak bisa dihindari.
Kegagalan 4: Fokus yang bercabang
Menjalani beberapa peran dalam bisnis tidak baik untuk perkembangan bisnis itu sendiri. Dalam satu tahun, ada tiga lini bisnis yang dikerjakan oleh Kang Oni dan istri. Selain Ayam KO, ternak lele dan baju anak pun membutuhkan perhatian yang sama. Masing-masing membutuhkan modal.
Pembelian pakan untuk ternak lele setiap minggu cukup besar, ditambah penjualan baju anak yang juga menurun. Sehingga stok baju menumpuk dan pemasukan tertahan.
Ternyata, niat awal membuka tiga bisnis yang tadinya agar saling menutupi malah membuat ketiga usaha tersebut terhenti. Fokus pada satu bisnis hingga berkembang besar adalah jalan terbaik bagi kita yang baru saja memulai usaha.
Kegagalan 5: Target pasar kurang tepat
Target pasar Kang Oni adalah warga Lembang namun ketika memilih tempat usaha target malah bergeser menjadi wisatawan. Ketidakkonsistenan ini membuat Ayam KO goyah. Sementara, produk yang dihasilkan adalah makanan utama pendamping nasi.
Pemilihan target pasar yang kurang tepat sasaran berpengaruh pada proses bisnis itu sendiri. Menentukan target pasar harus dilakukan di awal. Sehingga identitas bisnis tampak jelas dan membidik pelanggan yang sesuai.
Baca Juga: Tips Menjalani Bisnis di Tengah Pandemi Ala Tugu Bakery
Itulah, 5 kesalahan yang menyebabkan Ayam KO gagal bertahan. Setiap kegagalan yang terjadi akan meninggalkan pelajaran bermakna dalam diri. Begitu pun bagi Kang Oni, gagal berbisnis kuliner tidak meninggalkan penyesalan sedikitpun. Malah, banyak hal yang dia alami dan menjadikannya semakin kuat.
“Ayam KO mengajarkan saya secara langsung bahwa bisnis itu kesatuan. Dalam satu waktu, saya menjadi pebisnis, koki, penjual, pemasar, akuntan, pengantar makanan bahkan pencuci piring. Maka, jika ingin berhasil setiap peranan harus dilakukan totalitas. Kerja sama yang baik akan menghasilkan bisnis yang kuat.” (Kang Oni)
Nah, sekarang hal positif apa yang bisa sobat ukm ambil dari kegagalan bisnis Ayam KO?
Jika merasa artikel ini bermanfaat, yuk bantu sebarkan ke teman-teman Anda. Jangan lupa untuk like, share, dan berikan komentar pada artikel ini ya Sahabat Wirausaha.
*Cerita dari Nurul Alfiati, pebisnis ayam goreng KO