
Sahabat Wirausaha,
Banyak pelaku UMKM di Indonesia sudah sangat piawai berjualan, memproduksi barang, dan membaca peluang pasar. Namun, ketika bicara soal perjanjian kerjasama bisnis, tidak sedikit yang masih merasa canggung, bingung, bahkan menghindar. Kontrak sering dianggap “ribet”, “terlalu formal”, atau hanya urusan untuk bisnis yang udah besar, alias omset di atas Rp50 miliar per tahun.
Padahal, justru bagi UMKM, perjanjian kerjasama yang jelas adalah salah satu fondasi penting agar usaha bisa tumbuh dengan aman dan berkelanjutan.
Literasi Hukum Masih Rendah, Sektor Informal Masih Dominan
Secara umum, tingkat literasi hukum masyarakat Indonesia masih tergolong rendah. Ini tentunya berkaitan erat dengan rendahnya minat membaca secara umum. Mengapa? Karena dokumen hukum atau legalitas, termasuk perjanjian kerjasama bisnis, isinya adalah tulisan yang perlu dibaca!
Seperti yang dilansir dari rri.co.id, UNESCO menyebut bahwa Indeks minat baca masyarakat Indonesia hanya di angka 0,001% atau dari 1,000 orang Indonesia, cuma 1 orang yang rajin membaca.
Di sisi lain, struktur ekonomi Indonesia juga masih ditopang oleh sektor informal. Menurut BPS, sekitar 54% tenaga kerja Indonesia bekerja di sektor informal yang hak-hak tidak dilindungi oleh kontrak kerja. Dari sekitar 64 juta pelaku UMKM, 98.7% juga masih merupakan Usaha Ultra Mikro yang mayoritas masih beroperasi secara sederhana, tanpa badan usaha formal, bahkan belum punya Nomor Induk Berusaha, tanpa pembukuan rapi, dan melakukan transaksi kerjasama bisnis tanpa kontrak kerjasama yang tertulis.
Kondisi ini membuat banyak transaksi bisnis seperti “hembusan angin”: ada aktivitas yang terasa gerakannya, tetapi tak ada perlindungan hukum karena tidak ada alas buktinya.
Konsultasi dan daftarkan NIB bisnis kamu dengan cepat dan aman di Tumbu disini
Kesadaran Umumnya Muncul Ketika Sudah Terlambat, UMKM Jadi Korban Sengketa Kerjasama Bisnis
Di lapangan, tidak sedikit kasus kerjasama bisnis UMKM yang berujung pada masalah serius, yang membuat wirausaha UMKM tak nyaman tidur, dan tentunya stres karena tekanan batin. Contohnya:
- Ketika menerima dukungan modal dari pihak lain, tak jelas apakah akadnya sebagai pinjaman atau investasi, ketika bisnis merugi, pendukung modal menuntut pengembalian seluruh dananya sampai mengancam mengambil atau menyita aset-aset milik pribadi wirausaha UMKM tersebut.
- Mitra menuduh pelaku UMKM melakukan penipuan mengecil-ngecilkan bagi hasil keuntungan bisnis, akibat ketidakjelasan formula atau skema bagi hasil yang dilakukan. Ketika kinerja profit bisnis memang benar-benar sedang turun, mitra tetap menuntut nilai bagi hasil yang stabil.
- Mitra sampai menggugat dengan somasi dan berujung ke pengadilan karena tuntutan ganti rugi yang diharapkan untuk dibayarkan oleh UMKM, karena dianggap tidak becus mengelola bisnis sehingga berujung kerugian. Terlepas itu, padahal mungkin saja wirausaha UMKM-nya sudah kerja keras banting tulang demi menyelamatkan bisnisnya.
Setelah mengalami masalah itu semua, barulah mereka tersadar, “coba dulu buat perjanjian bisnis yang jelas, ya?”
Nah, Sahabat Wirausaha, jangan sampai kamu juga telat sadar. Dengan membaca artikel ini, kami sangat berharap kamu dapat menghindari masalah tersebut, dengan peduli untuk menyusun perjanjian kerjasama bisnis dengan rinci dan seksama. Sebaiknya, turut dikonsultasikan juga dengan mentor bisnis atau ahli hukum yang relevan.
Namun sebagai langkah awalnya, yuk simak 3 tips sederhana agar kamu bisa menyusun perjanjian kerjasama bisnis yang aman dan bisa bikin hati tenang.
Baca juga: Perluas Relasi Hingga Peluang Kerjasama, Inilah 10 Manfaat Bergabung dengan Komunitas Usaha
3 Tips Menyusun Perjanjian Kerjasama agar UMKM Aman dan Tenang Berbisnis
Agar kontrak tidak terasa menakutkan atau rumit, Sahabat Wirausaha bisa memulainya dengan tiga langkah sederhana berikut.
1. Pahami Bagian Wajib dalam Perjanjian Kerjasama - cermati contoh template-nya!
Perjanjian kerjasama yang baik tidak harus panjang, tetapi wajib mencakup poin-poin kunci, seperti:
- Siapa saja pihak yang bekerjasama
- Apa objek kerjasamanya
- Skema modal, pembayaran, atau bagi hasil
- Hak dan kewajiban masing-masing pihak
- Jangka waktu dan mekanisme penyelesaian sengketa
Silakan akses templatenya disini
Dengan memahami bagian-bagian wajib ini, UMKM bisa memastikan bahwa tidak ada hal penting yang terlewat. Untuk memudahkan, Sahabat Wirausaha dapat menggunakan template kontrak sebagai panduan awal, lalu menyesuaikannya dengan kebutuhan bisnis masing-masing.
2. Diskusikan Secara Terbuka dengan Calon Mitra
Kontrak yang baik lahir dari diskusi yang jujur dan terbuka. Jangan ragu membahas setiap poin penting, termasuk hal-hal sensitif seperti:
- Pembagian keuntungan dan risiko
- Tanggung jawab jika usaha tidak berjalan sesuai rencana
- Hak masing-masing pihak jika kerjasama harus dihentikan
Diskusi ini justru membantu menyaring apakah calon mitra memiliki visi dan pemahaman yang sejalan. Jika sejak awal sudah sulit berdiskusi secara terbuka, itu bisa menjadi sinyal untuk lebih berhati-hati.
3. Tuangkan Hasil Diskusi ke dalam Kontrak Tertulis
Kesalahan yang sering terjadi adalah diskusi sudah panjang, tapi tidak pernah dituangkan secara tertulis. Akibatnya, kesepakatan hanya tersimpan diingatan masing-masing pihak.
Pastikan seluruh hasil diskusi dirangkum dengan standar berikut:
- Susun dalam format notulensi diskusi yang dituangkan menjadi poin-poin kesepakatan, per masing-masing bagian perjanjian.
- Gunakan bahasa yang sederhana, mudah dipahami, dan tidak ambigu atau rentan multitafsir.
- Tuangkan ke draft perjanjian kerjasama, lalu minta calon mitra mereview seksama, sebelum penandatanganan.
Kontrak tertulis inilah yang akan menjadi pegangan bersama, baik saat usaha berjalan lancar maupun saat menghadapi tantangan.
Baca juga: Bisnis Makin Untung dengan Kolaborasi, Ini Dia Jenis Skema Kemitraan yang Bisa UMKM Lakukan
Penutup: Maknai Kontrak sebagai Penopang Pertumbuhan Usaha, Bukan sebagai Beban
Sahabat Wirausaha,
Peduli pada perjanjian kerjasama bukan berarti tidak percaya pada mitra. Justru sebaliknya, kontrak adalah alat untuk menjaga hubungan bisnis tetap sehat, profesional, dan saling menghormati. Maknai kontrak sebagai penopang pertumbuhan usaha, karena kontrak memiliki fungsi mendasar sebagai alat untuk memitigasi risiko.
UMKM yang ingin naik kelas perlu mulai membangun kebiasaan baik: mencatat, menyepakati, dan mendokumentasikan kerjasama bisnisnya dengan rapi. Dengan begitu, pelaku usaha bisa lebih tenang fokus mengembangkan usaha, tanpa dibayangi konflik yang seharusnya bisa dicegah sejak awal. Ya, kan?
Sekian dulu bahasan kita kali ini. Jika artikel ini dirasa bermanfaat, silakan bagikan ke sesama pelaku UMKM agar makin banyak usaha kecil yang terlindungi dan berdaya. Dan bagi Sahabat Wirausaha yang ingin mendapatkan akses ke berbagai panduan, template, dan komunitas pendukung UMKM, daftarkan diri menjadi member komunitas kami dengan kunjungi tautan ini ya: ukmindonesia.id/registrasi.
UMKM peduli perjanjian, makin siap naik kelas!
Baca juga: Bisnis Kemitraan: Kunci Sukses UMKM Melaju Bersama Co-Branding









