Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI) menyayangkan pernyataan Maman Abdurrahman, Menteri Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) terkait potongan komisi di platform ojek online atau Ojol. Ketua SPAI, Lily Pujiati, menilai jika Menteri UMKM tidak paham persoalannya.

"Itu bukanlah sebuah solusi dan tidak paham persoalan yang terjadi pada pekerja platform," ujarnya seperti dilansir dari Bisnis.com.

Sebelumnya,Menteri Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) Maman Abdurahman mengeluarkan pernyataan dengan meminta para pengemudi ojek online (ojol) untuk tidak terlalu mempersoalkan besaran potongan atau skema bagi hasil dari masing-masing aplikasi transportasi daring.

Setelah menemui beberapa perwakilan platform ojol, Maman menjelaskan bahwa tak ada satu pun aplikasi yang memberlakukan potongan lebih dari 20%. Ia menyebutkan bahwa skema bagi hasil yang diterapkan oleh masing-masing platform bervariasi.

“Di GoTo dan Grab, skema bagi hasil rata-rata berada di kisaran 14% hingga 20%. Di Maxim, tarifnya berkisar antara 8% hingga 13%, sementara InDrive rata-ratanya di angka 10,54%,” jelas Maman seperti dilansir dari beritakota.id. 

“Kalau ada rekan-rekan pengemudi ojol yang merasa keberatan dengan potongan 15–20%, bisa mempertimbangkan menggunakan Maxim yang hanya memotong 8–13%, atau InDrive yang rata-ratanya 10,54%. Jadi saya rasa ini bisa disederhanakan saja,” lanjutnya. 


Kurangnya Pengawasan dan Sanksi dari Pemerintah

Berbeda dengan keterangan Maman, Lily menjelaskan jika potongan platform ojol saat ini sudah termasuk sewenang-wenang dan berdampak pada pendapatan para pengemudi ojol. Potongannya bisa berkisar antara 30%-60% sehingga dinilai memeras pengemudi ojol. 

"Kami harus bekerja keras belasan jam, mulai on bid dari pagi hingga malam untuk mendapatkan Rp50.000 - Rp70.000," terangnya. 

Saat awal beroperasi, platform melakukan potongan kepada pengemudi ojol sebesar 10% untuk menarik orang agar bekerja pada perusahaannya. Namun ketika rekrutmen pekerja sudah melebihi kapasitasnya, platform mulai menaikkan potongan ke angka 20% dan sekarang melanggar aturan hingga capai 60%.

Lily menilai jika platform berani menentukan potongan setinggi itu karena minimnya pengawasan dan sanksi dari pemerintah. Selain itu yang lebih mendasar adalah karena selama 10 tahun ini perusahaan platform melanggar peraturan hukum di Indonesia, yaitu hukum ketenagakerjaan.

Sumber: beritakota.id, bisnis.com

Sumber foto: golkarpedia