Predatory Pricing, Praktik Bisnis Berbahaya - Sahabat Wirausaha, dalam dunia bisnis tentunya ada beberapa praktik yang dilakukan pelaku usaha untuk menghadapi persaingan. Bentuknya pun bermacam-macam, seperti program member, potongan harga, dan lainnya. 

Namun, pelaku usaha juga sering kali menghadapi praktik bisnis yang tidak sehat dari kompetitornya, salah satunya adalah predatory pricing atau skema harga yang sangat murah untuk menyingkirkan pesaing. Selain itu, hal ini juga sangat membahayakan bagi keberlangsungan UMKM. Nah, supaya tidak penasaran yuk kita bahas mengenai predatory pricing dan bagaimana UMKM dapat menghadapinya dalam artikel berikut ini. 


Apa itu Predatory Pricing?

Predatory pricing adalah kegiatan bisnis di mana perusahaan menurunkan harga produk atau layanan mereka di bawah biaya produksi atau operasional. Tujuan dari praktik ini adalah untuk mengalahkan pesaing, terutama UMKM atau perusahaan yang lebih kecil, dengan membuat mereka tidak mampu bersaing dalam jangka panjang. 

Setelah mereka keluar dari persaingan pasar akibat tidak mampu bertahan, perusahaan besar yang menggunakan predatory pricing tersebut dapat mengambil kendali atas pasar mereka dan melakukan monopoli terhadap produk tersebut.

Baca Juga: Strategi Stealth Marketing, Teknik Pemasaran Unik yang Ciptakan Pengalaman Berkesan Bagi Pelanggan

Meskipun konsumen mendapatkan keuntungan dari harga yang lebih rendah, namun hal ini akan terjadi dalam jangka pendek saja. Hal ini dikarenakan dalam jangka panjang, konsumen akan “dijebak” dengan perusahaan yang menerapkan predatory pricing ini. Misalnya seperti menaikkan harga sesuka hati, pembelian dengan jumlah tertentu, dan lainnya.


Praktik Predatory Pricing di Indonesia 

Untungnya, kegiatan predatory pricing bisa diminimalisir di Indonesia dengan beberapa peraturan yang diberlakukan, yaitu melalui UU No. 5 th 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Dalam Pasal 20 UU tersebut, setiap pelaku usaha dilarang menetapkan harga sangat rendah untuk menyingkirkan kompetitor atau pesaing. Hal ini dikarenakan untuk mencegah terjadinya persaingan tidak sehat dalam kegiatan bisnis.

Selain itu, Kementerian Perdagangan juga membuat aturan khusus terkait diskon atau potongan harga yang diberikan oleh pelaku usaha, khususnya di platform marketplace. Alasannya adalah karena para pengusaha juga sering melakukan tindakan predatory pricing yang berkedok diskon dengan angka yang tidak wajar (misal 99%). Maka dari itu, Kementerian Perdagangan menyusun aturan tambahan terkait skema diskon tersebut untuk mencegah predatory pricing terjadi.


Contoh Praktik Predatory Pricing

Misalnya, di suatu tempat terdapat 2 (dua) produsen tepung terkenal bernama Pak Aldi dan Pak Bani. Keduanya sudah melakukan produksi dalam skala besar, sehingga mereka saling bersaing demi mendapatkan untung yang maksimal. Harga jual tepung mereka pun relatif sama, yaitu sekitar Rp 10.000,00 per kilogram. Kualitas tepung yang mereka buat juga hampir tidak ada bedanya.

Tiba-tiba, Pak Aldi mendapatkan dana segar dari pihak investor kenalannya. Uang yang diterima tersebut tentunya berjumlah sangat banyak, dan membuat Pak Aldi ingin melakukan predatory pricing. Akhirnya, ia menjual produk tepungnya hanya dengan harga Rp 2.000,00 per kilogram. Penurunan harga besar-besaran ini tentu membuat pembeli akan lebih memilih produk tepung Pak Aldi daripada Pak Bani.

Lama-kelamaan, produk tepung Pak Bani tidak laku. Ia pun terpaksa gulung tikar karena sudah tidak punya modal lagi untuk produksi. Alhasil, di daerah tersebut hanya ada Pak Aldi sang produsen tepung. Hal ini menandakan bahwa monopoli pasar sudah terjadi. Pak Aldi pun mulai menaikkan harga tepungnya kembali untuk mendapatkan keuntungan. Bahkan tidak tanggung tanggung, harganya mencapai Rp. 50.000,00 per kilogram! Pembeli pun tidak punya pilihan, karena Pak Bani sudah tidak produksi tepung lagi.

Baca Juga: Strategi Psikologi Marketing, 7 Trik Jualan Tanpa Jualan Harga

Selain itu, pihak yang merugi karena predatory pricing ini tak hanya Pak Bani saja. Penjual cireng, mie, dan roti pun ikut merasakan hal yang sama. Harga bahan baku produk mereka, yakni tepung, sudah tidak bisa dikendalikan lagi. Mereka pun juga kehilangan sumber pendapatan. Maka karena itu, jangan tiru dan hindari praktik yang satu ini ya, Sahabat WIrausaha! Bersainglah secara sehat dengan memperhatikan etika bisnis.


Bagaimana UMKM Dapat Menghadapi Predatory Pricing?

Dari penjelasan di atas, predatory pricing seringkali dilakukan oleh perusahaan besar yang memiliki suntikan dana/modal dari berbagai pihak. Tentunya hal ini berbeda jauh dengan UMKM, yang tidak selalu memiliki sumber daya atau kekuatan finansial yang sama untuk menghadapi predatory pricing. 

Namun, ada beberapa strategi yang dapat membantu pelaku UMKM agar tetap eksis dan mampu menghadapi predatory pricing ini, yaitu:

  1. Fokus pada Nilai Tambah/Nilai Keunggulan: Pertama, pelaku UMKM dapat “membedakan” usahanya dari kompetitor dengan menawarkan nilai tambah kepada pelanggan. Hal ini bisa berupa pelayanan yang lebih personal terhadap pelanggan, kualitas produk yang lebih tinggi, atau produk yang lebih unik.
  2. Menjalin Kemitraan: Kemudian, pelaku UMKM dapat menjalin kemitraan dengan perusahaan atau UMKM lain untuk meningkatkan daya saing mereka. Hal ini dapat berupa kegiatan produksi bersama, untuk mengurangi biaya bahan baku. Bisa juga bermitra melalui kegiatan pemasaran bersama (atau kolaborasi) untuk mendapatkan lebih banyak pelanggan.
  3. Melakukan Inovasi Produk dan Layanan: Selain memiliki nilai keunggulan, pelaku UMKM juga perlu untuk melakukan pengembangan usaha untuk meningkatkan kualitas produk atau layanannya. Inovasi tersebut dapat menarik perhatian pelanggan dan mempertahankan pangsa pasar yang dituju. Misal, membuat produk tas anyaman dari bahan daur ulang yang tahan lama.
  4. Membangun Hubungan dengan Pelanggan: Pelaku UMKM dapat membangun hubungan yang kuat dengan pelanggan, agar menimbulkan rasa “percaya” di antara kedua belah pihak. Pelanggan yang setia akan cenderung tetap berbelanja di tempat yang membuatnya nyaman, bahkan jika ada tawaran yang lebih murah dari pesaing atau kompetitor sekalipun.
  5. Manajemen Keuangan yang Lebih Bijak: Pelaku UMKM juga perlu mengelola keuangan mereka dengan hati-hati. Mereka setidaknya juga menyiapkan cadangan dana yang cukup, untuk menghadapi persaingan yang ketat dan tidak terlalu tergantung pada pinjaman atau kredit ilegal. Jadi, dengan cadangan dana tersebut pelaku UMKM bisa bertahan, setidaknya pada kondisi yang di luar kendali mereka.

Sahabat WIrausaha, predatory pricing ini merupakan salah satu ancaman yang membahayakan bagi UMKM. Namun, dengan penerapan strategi yang tepat seperti yang telah dijelaskan di atas kita bisa meminimalisir bahayanya, bahkan dapat tumbuh dalam pasar yang kompetitif.

Baca Juga: Branding sebagai Luxury Product, Bukan Hanya Harga Produk Mahal

Selain itu, pahami juga peraturan dan UU yang berlaku agar kita bisa melaporkan segala bentuk pelanggaran dalam kegiatan bisnis, termasuk predatory pricing ini. Hal ini dilakukan untuk tetap bertahan dan berkembang di pasar yang penuh tantangan. Daripada melakukan predatory pricing, yuk tingkatkan nilai dan kualitas produk kita, supaya benar-benar bisa bermanfaat bagi konsumen. Semangat terus ya!

Jika merasa artikel ini bermanfaat, silakan bagikan atau share kepada teman dekat atau kerabat Kita. Jangan lupa juga untuk like dan berikan komentar pada artikel ini ya, Sahabat Wirausaha.

Referensi : Investopedia, Glints, Sirclo