Sahabat Wirausaha, Jepang merupakan salah satu negara mitra dagang terbesar bagi Indonesia, selain China, Malaysia dan Thailand di kawasan Asia Pasifik. Dalam kawasan Asia Pasifik, Jepang menduduki peringkat kedua negara dengan total nilai ekspor tertinggi setelah Tiongkok atau China.
Baca Juga: Potensi Ekspor Makanan Olahan Kemasan Dari Indonesia
Pada Desember 2021, nilai ekspor Indonesia ke Jepang mencapai USD 154,5 juta (sekitar Rp 2,22 triliun) untuk sektor migas dan USD 1.695,3 juta (sekitar Rp 24,31 triliun) untuk sektor nonmigas (Gambar 1). Berdasarkan data diatas, dengan kata lain ekspor Indonesia ke Jepang didominasi oleh sektor nonmigas. Selain itu, Indonesia selalu mengalami surplus perdagangan dalam ekspor impor dengan Jepang selama ini.
Gambar 1.
Sumber: okezone.com
Dilihat dari sudut pandang ekonomi, Jepang merupakan salah satu negara yang paling maju di dunia. GDP (produk domestik bruto atau nilai semua barang dan jasa yang dihasilkan di Jepang dalam setahun) adalah kedua tertinggi di dunia, dan merk-merk Jepang seperti Toyota, Sony, Fujifilm, dan Panasonic terkenal di seluruh dunia.
Baca Juga: Potensi Ekspor Minyak Atsiri Indonesia
Sejumlah tiga perempat dari total penghasilan ekonomi Jepang berasal dari sektor jasa. Industri utama sektor jasa di Jepang berupa bank, asuransi, real estate, bisnis eceran, transportasi, dan telekomunikasi.
Jepang juga merupakan negara yang padat penduduk. Menurut Ceicdata.com, total penduduk Jepang diperkirakan sekitar 125,5 juta jiwa pada tahun 2021. Dengan populasi sebanyak ini, sudah dipastikan permintaan negara ini akan bahan makanan untuk memenuhi kebutuhan harian masyarakat Jepang cukup besar.
Meskipun negara ini maju, Jepang dikenal miskin akan sumber daya alam karena hanya 12% dari luas daratan di Jepang yang bisa dipergunakan untuk pertanian. Dengan populasi penduduk yang padat, permintaan bahan makanan yang tinggi menjadi tidak sebanding dengan kekayaan alam yang dihasilkan. Oleh sebab itu, sebanyak 50% kebutuhan produk pertanian Jepang diperoleh dari hasil impor.
Selain produk hasil pertanian, Jepang merupakan pasar terbesar untuk sektor perikanan. Mengapa begitu? Penduduk Jepang terbiasa mengkonsumsi hasil olahan ikan sebagai lauk pendamping nasi. Namun, setelah terjadi krisis minyak 1973, perikanan laut dalam di Jepang menurun. Menurunnya hasil tangkapan ikan dalam negeri Jepang menyebabkan permintaan impor untuk produk hasil perikanan meningkat.
Dengan berbagai kondisi diatas, Jepang menjadi salah satu negara tujuan ekspor terbesar untuk pasar produk pertanian dan perikanan. Namun, Jepang memiliki standar yang tinggi untuk setiap produk yang diekspor ke Jepang. Selain dari sisi kualitas dan kontinuitas, produk-produk tersebut harus memenuhi standar Jepang dalam hal food safety traceability, food safety dan sustainability.
Hubungan Bilateral Indonesia – Jepang
Sahabat Wirausaha, salah satu keunggulan dalam hubungan antara Indonesai dan Jepang adalah hubungan yang alami (natural partner) dimana hubungan diplomatik sudah berlangsung sejak tahun 1958, serta Jepang merupakan salah satu mitra dagang dan investor bagi Indonesia.
Baca Juga: Meningkatkan Daya Saing Ekspor Dengan Mengkomunikasikan Prinsip ‘Sustainability’
Terjadinya dinamika di masyarakat Jepang disertai dengan adanya pandemi global COVID-19 membawa implikasi bagi perubahan perilaku konsumsi masyarakat yang menjadi peluang bagi Indonesia untuk meningkatkan ekspornya.
Jepang telah membuka akses Perdagangan dengan Indonesia melalui perjanjian IJEPA (Indonesia Japan Economic Partnership Agreement) yang mengatur mengenai tarif preferensi dan FTA (Free Trade Agreement) yang dapat dimanfaatkan oleh para pelaku usaha yang ingin melakukan ekspor ke negara mitra FTA. Kesepakatan IJEPA (Indonesia Japan Economic Partnership Agreement) mencakup:
- Akses pasar yang lebih baik untuk perdagangan barang, jasa, dan investasi
- Regulasi yang mencakup kekayaan intelektual dan pengadaan pemerintah
- Fasilitas perdagangan yang mengimplementasikan aturan asal, dan pengadaan pertemuan reguler antara Pemerintah Jepang dan Indonesia
- Kerja sama ekonomi dan pembangunan kapasitas yang meliputi Industri 4.0, caregiver, dan Proyek Ekonomi Kreatif (inisiatif pengembangan kapasitas untuk pekerja kreatif)
Sahabat Wirausaha, dalam kerangka IJEPA, >80% pos tarif Jepang sudah bebas bea masuk, seperti produk kayu, ikan olahan dan alas kaki (KBRI Tokyo, 2020). Hal ini dapat dimanfaatkan oleh UKM untuk menjadikan Jepang sebagai negara tujuan ekspor pilihan untuk produk kayu, ikan olahan dan alas kaki.
Selain itu, untuk UKM yang ingin melakukan ekspor ke Jepang, pihak KBRI Tokyo menyediakan Program Peningkatan Kualitas, yang meliputi: pelatihan dan keterampilan tenaga kerja, promosi ekspor UKM, dan pengembangan kemampuan produsen lokal. Wah, menarik bukan?
Baca Juga: Menembus Pasar Global Melalui Pemberdayaan Potensi Lokal Ala Salam Rancage
Potensi Ekspor Sektor Pertanian
Indonesia sendiri merupakan salah satu negara utama penghasil komoditas pertanian yang diimpor Jepang. Terlebih pada tahun 2021, ekspor komoditas pertanian cenderung mengalami peningkatan.
Hal ini dikarenakan, negara-negara sumber impor utama produk pertanian untuk Jepang yang menjadi pesaing Indonesia selama ini mengalami kendala akibat COVID-19, hal ini membawa peluang/potensi ekspor bagi komoditas pertanian Indonesia apabila dapat dimanfaatkan dengan baik. Selain itu, alasan potensi ekspor produk pertanian asal Indonesia cukup tinggi dikarenakan beberapa hal berikut:
- Indonesia menghasilkan komoditas pertanian utama yang diimpor Jepang-
- Jarak impor dari Indonesia relatif lebih dekat dibandingkan pasar lainnya;
- Tarif bea masuk impor yang relative rendah; dan
- Indonesia berpotensi menghasilkan dan mengekspor produk bersertifikat halal.
Sahabat Wirausaha, komoditas pertanian yang diimpor oleh Jepang, antara lain: HS 15 (lemak nabati atau hewani), HS 09 (kopi, teh, dan rempah-rempah), HS 18 (cokelat dan produk olahannya), HS 07 (sayuran dan umbi-umbian), HS 13 (getah dan damar), HS 08 (Buah-buahan dan kacang-kacangan).
Baca Juga: Strategi Komunikasi Efektif Menjangkau Peluang Pasar Global
Namun, komoditas utama terbesar yang diekspor Indonesia ke Jepang adalah Kopi dengan nilai ekspor sekitar USD 61,89 juta (sekitar Rp 887,56 miliar) dan peringkat kedua ditempati oleh komoditas buah dan sayur beku dengan nilai ekspor sekitar USD 20,44 juta (sekitar Rp 293,13 miliar). Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), Jumlah ekspor kopi pada tahun 2021 sebesar 25.136 ton, untuk buah dan sayur beku sekitar 11.524 ton, lalu diikuti dengan biji-bijian (1.605 ton), tanaman hias (1.525 ton), dan sayur-sayuran (1.116 ton).
Potensi Ekspor Sektor Perikanan dan Kelautan
Sahabat Wirausaha, seperti yang kita ketahui, Jepang merupakan importir terbesar untuk sektor perikanan dan kelautan. Masyarakat Jepang cenderung mengkonsumsi ikan dan hasil laut lainnya sebagai makanan keseharian. Hal ini dapat meningkatkan peluang eksportir hasil perikanan dan kelautan untuk memenuhi kebutuhan pasar Jepang. Selain itu, Jepang juga menduduki peringkat kedua negara pengekspor mutiara hasil budidaya setelah Hongkong.
Beberapa komoditas yang berpeluang besar pada sektor ini, yaitu Ikan segar/dingin hasil tangkap, kepiting, udang dibekukan, ikan dibekukan, Fillet ikan dibekukan, dan mutiara hasil budidaya. Namun, jumlah dan nilai ekspor pada tahun 2021 untuk komoditas ikan segar/dingin hasil tangkap dan ikan dibekukan mengalami penurunan dari tahun 2020, sedangkan untuk komoditas kepiting, udang dibekukan, fillet ikan dibekukan dan mutiara hasil budidaya mengalami peningkatan yang cukup signifikan pada tahun 2021.
DATA EKSPOR SEKTOR PERIKANAN DAN KELAUTAN INDONESIA KE JEPANG TAHUN 2020 DAN TAHUN 2021 | |||||||
Komoditas | Ekspor 2020 (KG) | Ekspor 2021 (KG) | Perubahan (%) | Ekspor 2020 (Juta USD) | Ekspor 2021 (USD) | Perubahan (%) | |
Ikan segar/dingin hasil tangkap | 3.025.932 | 2.781.424 | -8,8 | $ 15.173.774 | $ 12.264.597 | -19 | |
Kepiting | 1.070 | 1.426 | 33,27 | $ 16.079 | $ 24.070 | 49,7 | |
Ikan dibekukan | 26.811.662 | 23.749.133 | -11,42 | $ 40.835.773 | $ 40.128.905 | -1,73 | |
Fillet ikan dibekukan | 6.659.938 | 8.640.519 | 29,74 | $ 37.268.598 | $ 50.457.896 | 35,39 | |
Udang dibekukan | 24.430.335 | 25.538.686 | 4,54 | $250.412.720 | $ 273.609.665 | 9,26 | |
Mutiara hasil budidaya | 2.263 | 2.421 | 6,97 | $ 13.476.483 | $ 15.330.124 | 12,75 |
Sumber: Hasil olahan dari bps.go.id
Baca Juga: Mengenal Ragam Standar Global Produk Ekspor
Ekspor komoditas kepiting dan fillet ikan dibekukan mengalami peningkatan yang sukup signifikan dari tahun 2020, yaitu sebesar 33,27% untuk total ekspor kepiting, dan 29,74 untuk total ekspor fillet dibekukan. Berdasarkan data diatas, dapat kita simpulkan bahwa adanya pergeseran tren konsumsi ikan segar dan dibekukan dan digantikan oleh tren konsumsi untuk kepiting dan fillet ikan dibekukan dari tahun 2020 ke tahun 2021.
Sektor Perhutanan
Pada sektor perhutanan, menurut Badan Pusat Statistik (BPS), komoditas impor Jepang dari Indonesia pada sektor ini adalah hasil hutan bukan kayu lainnya, kayu lapis, kayu olahan, wadah dari kayu dan karet remah. Berdasarkan total jumlah produk yang diekspor, komoditas hasil hutan bukan kayu lainnya menduduki peringkat pertama yaitu sebesar 3.464.956 ton pada tahun 2021. Komoditas ini meningkat tajam dari tahun 2020 yang hanya sebesar 2.432.017 ton.
DATA EKSPOR SEKTOR KEHUTANAN INDONESIA KE JEPANG TAHUN 2020 DAN TAHUN 2021 | ||||||
Komoditas | Ekspor 2020 (KG) | Ekspor 2021 (KG) | Perubahan (%) | Ekspor 2020 (USD) | Ekspor 2021 (USD) | Perubahan (%) |
Karet Remah | 380.817.360 | 479.447.120 | 25,9 | $ 513.980.507 | $ 824.888.903 | 60 |
Wadah dari kayu | 2.467.640 | 2.688.550 | 8,95 | $ 3.550.344 | $ 3.755.781 | 5,79 |
Kayu olahan | 676.090.746 | 896.405.938 | 32,59 | $ 83.628.988 | $ 105.534.202 | 26,19 |
Kayu lapis | 364.352.145 | 393.115.161 | 7,89 | $ 339.610.202 | $ 484.316.414 | 42,61 |
Hasil hutan bukan kayu lainnya | 2.432.017.167 | 3.464.956.607 | 42,47 | $ 233.862.762 | $ 345.319.260 | 47,66 |
Sumber: Hasil olahan dari bps.go.id
Namun, berdasarkan nilai ekspor dalam USD, karet remah menjadi komoditas utama ekspor sektor perhutanan Indonesia ke Jepang dengan nilai penjualan sekitar USD 824,89 juta (sekitar ) di tahun 2021, diikuti dengan kayu lapis dengan nilai penjualan sekitar USD 484,32 juta (sekitar ). Sedangkan berdasarkan total jumlah ekspor, Jepang juga menduduki peringkat kedua untuk komoditas kayu lapis dengan total jumlah ekspor pada tahun 2021 sebesar 393.115 ton setelah Amerika Serikat dengan total ekspor sebesar 523.770 ton.
Produk Makanan Minuman Bersertifikasi Halal
Sahabat Wirausaha, pada pertengahan tahun 2021, kita mendengar kabar baik bahwa Jepang sudah menerima produk makanan dan minuman dengan sertifikasi halal dari Majelis Ulama Indonesia (MUI). Hal ini merupakan kabar baik bagi eksportir makanan dan minuman dalam kemasan karena semakin mudah untuk memenuhi peluang pasar bagi imigran muslim di Jepang, khususnya yang berasal dari Indonesia.
Baca Juga: UKM Bisa Siap Ekspor Dengan Kenali 8 Hal ini
Menurut Atase Dagang KBRI Tokyo Arief Wibisono, meningkatnya potensi ekspor makanan dan minuman halal asal Indonesia di Jepang selain disebabkan oleh faktor penerimaan masyarakat akan sertifikasi halal asal MUI, juga disebabkan oleh faktor kualitas dari produk makanan dan minuman dalam kemasan asal Indonesia. Oleh sebab itu, ekspor produk makanan dan minuman khususnya yang bersertifikasi halal asal Indonesia ke Jepang akan diprediksi meningkat dan menjadi tren konsumsi masyarakat Negeri Sakura dalam beberapa tahun ke depan.
Peluang ini sejalan dengan kondisi Jepang yang sedang berupaya menghilangkan ketergantungan impor bahan makanan yang mayoritas berasal dari China, seperti Jamur. Sebanyak 60 persen ketersediaan Jamur di Jepang berasal dari Negeri Tirai Bambu tersebut.
Selain itu, Indonesia dinilai sebagai negara yang bisa dijadikan sebagai substitusi impor produk makanan dan minuman karena memiliki keunggulan dalam hal harga. Mengingat jarak yang lebih dekat dibandingkan dengan negara lain di Asia Barat, Eropa, dan Amerika menjadikan produk makanan dan minuman asal Indonesia memiliki potensi yang besar untuk bersaing di pasar Jepang.
Potensi Ekspor Lainnya
Komoditas ekspor lainnya yang berpeluang sukses memasuki pasar jepang adalah bahan farmasi, rokok dan cerutu, dan barang dari plastik untuk pengemasan. Jepang menjadi negara pengimpor rokok dan cerutu dari Indonesia terbesar dengan nilai ekspor sekitar USD 48,08 juta (sekitar Rp 689,5 miliar) untuk total jumlah ekspor sebesar 2.268 ton pada tahun 2021.
Jepang juga menjadi pasar utama untuk bahan farmasi dengan nilai ekspor sekitar USD 9,5 juta (sekitar Rp 136,24 miliar) untuk total jumlah ekspor sebesar 14.008 ton pada tahun 2021. Untuk total ekspor barang dari plastik untuk pengemasan, nilai ekspor pada tahun 2021 mencapai USD 124,2 juta (sekitar Rp 1,78 triliun) dengan total ekspor sebanyak 75,084 ton.
Sahabat Wirausaha, seperti yang kita tahu, Jepang merupakan negara pengekspor produk Indonesia dengan jumlah dan nilai ekspor terbesar ketiga setelah China dan Amerika Serikat. Sektor komoditas ekspor ke Jepang yang paling utama berada pada sektor pertanian dan perikanan kelautan, mengingat permintaan akan bahan pangan di Jepang cukup tinggi, namun tidak diikuti oleh hasil sumber daya alam Jepang.
Baca Juga: Jitu Membidik Peluang Pasar dan Target Negara Ekspor
Dengan kondisi dan permintaan akan bahan pangan yang tinggi, menjadikan Jepang sebagai negara tujuan ekspor untuk sektor pertanian, perikanan kelautan, dan makanan olahan dari Indonesia. Di sisi lain, adanya hubungan bilateral antara Indonesia dan Jepang dalam bidang perdagangan semakin mempermudah UKM untuk melakukan ekspor ke Jepang.
Nah, apakah Sahabat Wirausaha masih takut untuk ekspor ke Jepang? Dengan hubungan bilateral Indonesia-Jepang, Jepang sudah membuka pintu untuk produk-produk UKM, loh! Yuk, jangan ragu lagi untuk ekspor produk UKM ke Jepang!
Jika merasa artikel ini bermanfaat, yuk bantu sebarkan ke teman-teman Anda. Jangan lupa untuk like, share, dan berikan komentar pada artikel ini ya Sahabat Wirausaha.
Referensi:
Sertifikat HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) adalah buktii jaminan kualitas keluaran lembaga sertifikasi independen yang membuat sambal Dede Satoe makin melambung omzet-nya. Tercatat sambal Dede Satoe mengantongi pendapatan Rp1,3 miliar di tahun 2019 dan menurun jadi Rp 600 juta pada tahun 2020 lantaran pandemi Covid-19. Tentu sebuah penghasilan yang terbilang menggiurkan dan jadi penyemangat produsen sambal lokal.
Jika merasa artikel ini bermanfaat, yuk bantu sebarkan ke teman-teman Anda. Jangan lupa untuk like, share, dan berikan komentar pada artikel ini ya Sahabat Wirausaha!