Indonesia dikenal sebagai negeri yang kaya akan sumber daya alam dan hasil bumi tropis. Salah satu kebanggaan terbesarnya adalah durian, si “raja buah” yang dicintai di Asia. Namun di tengah tingginya permintaan global, posisi Indonesia justru tertinggal jauh dari tetangganya.

Menurut data dari english.news.cn (Juni 2025), Indonesia memproduksi sekitar 2 juta ton durian per tahun, menjadikannya produsen terbesar di dunia. Tapi ironisnya, ekspor resminya hanya 600 ton senilai USD 1,8 juta pada 2024 (IBAI, 2024). Padahal, di tahun yang sama, China mengimpor durian senilai USD 6,9 miliar, sebagian besar dari Thailand dan Vietnam.

Dalam tulisan LinkedIn-nya yang viral, Shawn Corrigan menulis tegas:

“Indonesia menanam lebih banyak durian dibanding negara mana pun, tapi tidak memanfaatkannya secara maksimal.”

Ia menggambarkan kondisi ini sebagai fenomena “miliaran dolar durian yang hilang” — potensi ekonomi raksasa yang lenyap begitu saja karena tidak ada strategi nasional yang kuat.


Produksi Besar, Strategi Kecil

Durian Indonesia tumbuh hampir di seluruh provinsi besar di Tanah Air. Wilayah dengan produksi terbanyak meliputi Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat, disusul oleh Sumatera Utara, Sulawesi Selatan, Banten, Sulawesi Tengah, Sumatera Barat, Aceh, dan Kalimantan Barat.

Setiap daerah memiliki varietas unggulan khasnya. Di Sumatera Utara ada Durian Medan yang terkenal karena rasa manis dan teksturnya lembut; di Jawa Tengah ada Durian Menoreh dan Durian Bawor dari Banyumas; di Jawa Timur ada Durian Mlancu dan Durian Merah Banyuwangi; sementara di Papua Barat ada Durian Pelangi dengan gradasi warna merah, kuning, dan putih yang unik. Varietas populer lain seperti Durian Petruk, Montong, Kani, dan Musang King juga banyak dibudidayakan di berbagai daerah.

Keberagaman varietas ini menunjukkan betapa luasnya potensi durian Indonesia — baik dari segi rasa, karakteristik, maupun sebaran geografis. Namun di sisi lain, tantangan besar muncul pada upaya standarisasi dan ketertelusuran (traceability). Ribuan kebun kecil dengan metode budidaya berbeda membuat kualitas tidak konsisten, dan hingga kini belum ada varietas nasional yang menjadi identitas tunggal Indonesia di pasar ekspor.

Corrigan menulis:

“Tidak ada satu varietas yang membuat Indonesia menonjol. Tidak ada konsistensi, tidak ada ketertelusuran, tidak ada rencana besar.”

Padahal, negara tetangga sudah jauh lebih siap:

  • Thailand membangun reputasi sebagai eksportir utama berkat standar mutu dan rantai pasok yang mapan.

  • Vietnam menyesuaikan sistem pertaniannya dengan standar ekspor China dan kini menguasai hampir 40% pasar durian di sana.

  • Malaysia memulai ekspor lewat durian beku, lalu mengembangkan merek premium Musang King untuk pasar segar.

Sementara itu, Indonesia masih terjebak di pasar domestik — menikmati hasil panen besar tanpa arah strategis.

Baca Juga: Akses Bebas Bea ke Uni Eropa: Peluang Emas atau Tantangan Berat untuk UMKM?


Potensi yang Tersembunyi di Balik Pulau

Namun Corrigan juga menyoroti keunggulan tersembunyi Indonesia:

“Indonesia punya kelebihan unik — karena musim panen berbeda di tiap pulau, negara ini bisa memasok durian hampir sepanjang tahun.”

Keunggulan ini berpotensi menjadi game changer, sebab Thailand dan Vietnam hanya bisa memasok musiman. Namun, tanpa investasi pada standar mutu, konsistensi, dan branding global, keunggulan ini hanya akan jadi catatan di atas kertas.

Hingga kini, hanya Sulawesi Tengah yang mulai melangkah serius. Pemerintah provinsi setempat menyiapkan 400 desa untuk sertifikasi ekspor durian, bekerja sama dengan otoritas karantina Indonesia dan General Administration of Customs of China (GACC). Tahap awalnya berupa ekspor durian beku, mengikuti jejak sukses Malaysia.


Kritik Struktural: Suara dari LinkedIn

Tulisan Corrigan memantik banyak tanggapan dari publik di LinkedIn. Komentar-komentar itu menggambarkan dengan jujur situasi agrikultur Indonesia: potensinya besar, tapi pengelolaannya masih kacau.

Seorang komentator menulis:

“Serius, saya setuju dengan Shawn. Durian adalah senjata rahasia kita yang seharusnya dijual, dijual, dan dijual. Sudah saatnya dunia tahu bahwa varietas lokal kita sama bagusnya — bahkan mungkin lebih unggul — daripada durian negara lain.”

Komentar lain menyoroti masalah lintas komoditas:

“Masalah ini bukan hanya pada durian. Hal serupa juga terjadi pada kelapa, kakao, dan banyak komoditas lain. Kementerian Pertanian memang memiliki lembaga untuk standarisasi hampir semua komoditas, tapi mengelola seluruh rantai pasok — mulai dari bibit, penanaman, panen, pelabelan, penyaringan, hingga kontrol kualitas — bukan hal mudah. Masih banyak pekerjaan rumah di tingkat kementerian maupun komunitas petani lokal.”

Ia kemudian menambahkan refleksi tajam:

“Saya melihat beberapa inisiatif lokal mulai tumbuh, tetapi sering kali tanpa arah yang jelas dari pemerintah. Sektor ini akan berkembang, tapi dengan sangat lambat. Maaf untuk mengatakannya, tapi itulah kenyataannya. Saya harap semua pihak segera menyadari peluang ini dan mengambil tindakan nyata secepat mungkin.”

Seorang profesional lain menambahkan:

“Analisis Shawn sangat tepat! Ia berhasil menjelaskan inti permasalahan ekonomi dan logistik di pertanian Indonesia. Memang benar, durian Indonesia mungkin yang terbaik di dunia, tapi kekuatan konsumsi domestik kita adalah berkah sekaligus kutukan.
Tantangannya bukan hanya soal standar dan branding, tetapi juga bagaimana menyatukan ribuan petani kecil independen ke dalam satu rantai pasok yang terpusat dan dapat dilacak, agar bisa memenuhi permintaan besar dari China secara konsisten. Saya berharap proyek percontohan di Sulawesi Tengah, yang fokus pada ekspor durian beku, bisa menjadi bukti nyata untuk membuka peluang miliaran dolar itu.”

Dari semua komentar itu, satu pesan tersisa: masalahnya bukan di buahnya, tapi di sistemnya.

Baca Juga: Ekspor Buah ke Singapura: Meraih Manisnya Peluang di Jantung Asia Tenggara!


Tantangan Nyata: Fragmentasi, Branding, dan Infrastruktur

Dari diskusi tersebut, tiga tantangan besar agribisnis durian Indonesia terlihat jelas:

  1. Fragmentasi Produksi
    Ribuan petani kecil beroperasi tanpa koordinasi. Mutu dan ukuran buah tidak seragam. Di era perdagangan global, konsistensi adalah segalanya.

  2. Branding Lemah
    Seperti yang disebut Corrigan: “Produk kita hebat, tapi promosinya lemah.” Tidak ada merek nasional yang mewakili identitas durian Indonesia di pasar dunia.

  3. Infrastruktur Terbatas
    Tanpa fasilitas cold storage dan packing house berstandar ekspor, durian sulit dikirim dalam kondisi prima ke luar negeri.

Masalah ini membutuhkan sinergi: antara pemerintah, koperasi, dan pelaku swasta. Jika ketiganya bergerak bersama, bukan tidak mungkin Indonesia bisa meniru kesuksesan Vietnam dan Malaysia.


Harapan Baru: Diplomasi Durian

Bersamaan dengan kunjungan resmi Perdana Menteri Tiongkok Li Qiang ke Indonesia pada 25 Mei 2025, Kepala Badan Karantina Indonesia, Sahat Manaor Panggabean, menandatangani Protokol Ekspor Durian Beku Indonesia ke Tiongkok bersama Menteri General Administration of Customs of China  (GACC), Sun Meijin.

Kesepakatan ini merupakan tonggak penting karena untuk pertama kalinya Tiongkok secara resmi membuka akses ekspor durian beku asal Indonesia.

Sahat Manaor menjelaskan:

“Dengan disepakatinya protokol ini, GACC mempercayakan Badan Karantina Indonesia sebagai otoritas yang akan mengawasi keamanan pangan dan kesehatan tumbuhan. Rumah kemas (packing house) yang mengekspor ke Tiongkok wajib memenuhi syarat sebagai instalasi karantina tumbuhan yang ditetapkan secara resmi.”

Sebagai bentuk jaminan mutu dan ketertelusuran, Barantin akan menerbitkan Sertifikat Kesehatan Tumbuhan (Phytosanitary Certificate) untuk memastikan setiap durian berasal dari kebun dan rumah kemas teregistrasi.

Protokol ekspor ini menitikberatkan pada konsep traceability, yaitu kemampuan melacak seluruh tahapan produksi — dari penanaman, panen, pengemasan, hingga pengiriman ekspor. Proses ini melibatkan koordinasi lintas lembaga: Kementerian Pertanian, Badan Pangan Nasional, Kementerian Perdagangan, dan pemerintah daerah.

Langkah ini bukan hanya membuka jalur dagang baru, tetapi juga memperkuat posisi Indonesia dalam diplomasi ekonomi kawasan.

Baca Juga: Buah Ciplukan: Dari Halaman Belakang hingga Pasar Dunia, Peluang Emas Ekspor Menanti!


Menakar Nilai yang Hilang

  • Produksi Nasional: ±2 juta ton per tahun (english.news.cn, 2025)

  • Ekspor Durian Indonesia: 600 ton (USD 1,8 juta, IBAI, 2024)

  • Impor Durian China: 1,56 juta ton (USD 6,9 miliar, ProduceReport, 2024)

  • Nilai Pasar Global: USD 20,7 miliar (2025), tumbuh jadi USD 41,9 miliar di 2035 (Fact.MR, 2024)

Artinya, Indonesia duduk di atas tambang emas tropis yang belum digarap.


Langkah Strategis yang Dibutuhkan

Untuk membuka potensi miliaran dolar tersebut, para ahli menyarankan strategi berikut:

  1. Tetapkan varietas unggulan nasional dan kembangkan sebagai ikon ekspor.

  2. Bangun sistem ketertelusuran digital dari kebun ke pengepakan.

  3. Perkuat logistik rantai dingin dan fasilitas ekspor berstandar internasional.

  4. Ciptakan merek nasional seperti “Durian Indonesia” agar punya identitas global.

  5. Berikan insentif bagi petani ekspor dan percepat sertifikasi.

  6. Mulai dari durian beku, sebelum menembus pasar segar.

  7. Koordinasi lintas kementerian — pertanian, perdagangan, dan pariwisata harus satu arah.

Durian: Cermin dari Potensi dan Tantangan Agribisnis Nasional

Durian bukan sekadar buah, tapi cermin. Ia mencerminkan kekuatan dan kelemahan agribisnis Indonesia: produksi besar, tapi strategi kecil. Namun di balik ironi itu, ada peluang luar biasa. Jika Indonesia bisa menata rantai nilai durian — dari petani kecil hingga pasar ekspor — maka komoditas lain seperti kakao, kelapa, dan kopi bisa ikut terdongkrak.

Seperti komentar salah satu profesional dalam diskusi itu:

“Saya harap semua pihak mulai menyadari peluang ini dan segera mengambil tindakan nyata.”

Durian bisa menjadi simbol perubahan — dari makan durian sendiri menjadi menjual durian ke dunia. Karena seperti kata Corrigan:

“Menjadi produsen terbesar di dunia tidak berarti apa-apa tanpa strategi.”

Jika artikel ini bermanfaat, mohon berkenan bantu kami sebarkan pengetahuan dengan membagikan tautan artikelnya, ya!

Bagi Sahabat Wirausaha yang ingin bergabung dengan Komunitas UMKM di bawah naungan kami di UKMIndonesia.id - yuk gabung dan daftar jadi anggota komunitas kami di ukmindonesia.id/registrasi. Berkomunitas bisa bantu kita lebih siap untuk naik kelas!

Sumber Referensi:

  • Shawn Corrigan, LinkedIn Post: “Billions of Dollars in Indonesian Durian Are Missing” (2025)

  • English.news.cn (2025) – laporan produksi durian Indonesia

  • IBAI.or.id (2024) – data ekspor durian Indonesia

  • ProduceReport.com (2024) – laporan impor durian China

  • Antara/Xinhua (2025) – kesepakatan ekspor durian beku Indonesia–China

  • Fact.MR (2024) – proyeksi pasar durian global

  • Karantinaindonesia.go.id (2025) - Tiongkok Resmi Membuka Akses Ekspor Durian Beku Asal Indonesia, Barantin Siap Mengawal